Sebenarnya tulisan ini ter inspirasi dari beberapa tulisan tentang runtuhnya WTC. Untuk yang tak pernah hidup lama, dan menetap di negara lain tentunya membayangkan runtuhnya sebuah bangunan seperti runtuhnya bangunan di Indonesia. Cara membangun rumah/gedung di America tak sama dengan di Indonesia. Rumah di America standard bangunan tentunya sudah di perhitungkan untuk meminimalkan korban nyawa manusia. Walaupun terlihat bangunan rumah seperti istana, hanya pembuatan rumah tidak memakai bahan batu ataupun banyak semen seperti bangunan yang umum di Indonesia. Hal biasa di negara America ini untuk buat rumah seperti istana pun tak banyak orang yang bekerja, hanya terlihat 5-8 orang saja. Tembok yang terlihat batu dari depan biasanya hanya hiasan/tempelan, bukan untuk kekuatan bangunan, batu yang di gunakan tidaklah banyak seperti rumah di Indonesia. Rumah di negara America ini pondasi dasar memang merupakan batu, hanya dinding berbahan dasar hampir seperti material kardus.Dan umumnya rangka diisi material untuk menahan hawa panas atau dingin hampir seperti material yang di pakai untuk pembuatan isi selimut kalau tak salah darcon dan semacam busa. itulah isi dari dinding pada rumah-rumah benua America. Saat ini tehnologi terbaru untuk pembuatan garasi juga ,saya lihat sudah memakai blok-blok dari semacam material gabus, baru nanti dempul dan cat. Dan pada muka rumah baru batu hias, yang terlihat tebal walaupun tidak setebal kenyataan. Dinding rumah pun untuk pengerjaan cepat hal biasa tidak memakai paku satu-satu namun steples besar ataupun paku yang biasa di pakai pada industri kayu, dimana paku ini di masukkan pada alat semacam tembakkan. Tak heran untuk menaruh hiasan dinding pun tak bisa pakai paku biasa, umumnya sistem bor dan pemakaian material plastik untuk kekuatan agar dinding tak jebol. Pada bangunan gedung yang terlihat material tembok beton banyak juga yang terbuat dari semacam fiber. Untuk bangunan tinggi rangka adalah hal pokok, yang umumnya aturan bangunan lebih dari 5 lantai kerangka haruslah baja, sedangkan di bawah itu bisa dari kayu. Jadi jika melihat gambar atau bangunan yang terlihat kuat jangan berpikir bahwa beton semua, rata-rata hanya terlihat dari material yang sebenarnya bukan beton cor. Karena itu jika terjadi bangunan ke bakaran hanya berupa debu, bukan runtuhan batu bata. Bangunan lumayan besar ini, pembangunannya hanya di kerjakan oleh +_ 10 orang tenaga kerja, dari mulai instalasi air,jaringan pembuangan,jaringan listrik,kontruksi bangunan, sampai dengan urusan dinding,dsb. Dan bangunan ini hanya di kerjakan dalam 6 bulan. Saat ini tinggal pembuatan taman dan make up dalam. Bisa bayangkan jika bangunan akan di kerjakan banyak orang dan waktu lama, tentunya akan mahal harganya, karena itu sistem bangunan di LN berbeda dengan bangunan di Indonesia. Tenaga tukang di luar negeri pasaran harganya paling murah $ 50/jam. Jadi jika bangunan WTC jadi debu, bukan hal aneh karena sistem dinding bukan beton /batu seperti bangunan rumah di Indonesia, seperti gambaran banyak orang di Indonesia yang tak mendalami kontruksi dan tak pernah tahu belahan dunia lain. Rumah buatan sebelum tahun 1950 an memang masih banyak yang memakai batu, semakin ke sini semakin lain bahan yang di gunakan, tidak heran cukup banyak rumah buatan tahun 1990 yang lebih murah membangun baru dari perbaikkan apalagi sistem tambal sulam. Dan umum di negara saya tinggal orang pindah rumah berkali kali. Genteng yang terlihat cantik juga bukan seperti genteng yang di kenal di Indonesia, ada jangka waktu di mana jika sudah terhitung +_ 8 tahun akan di ganti seluruhnya, jika terjadi kebocoran tak bisa memperbaiki satu persatu. Itulah kontruksi bangunan di benua America pada umumnya, dimana kontruksi bangunan sudah di perhitungkan jika salju berat,huricane,tornado,dsb menyerang tak banyak korban jiwa. Bangunan seperti di america pada umumnya tentunya sudah di perhitungkan masalah rayap
KEMBALI KE ARTIKEL