Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Si Jono dan Uang Pinjaman

13 Maret 2013   16:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:50 268 0
Untuk ketiga kalinya deringan HP suamiku terdengar dari arah ruang tamu. Sepertinya ada panggilan telepon yang masuk. Dengan berat hati kutinggalkan layar notebook yang berisikan angka- angka laporan rugi-laba bulan ini. Huh, siapa lagi yang menelepon malam- malam begini ? Mengganggu pekerjaanku saja, rutukku dalam hati. Suamiku juga, kenapa pula HP malah ditinggal di rumah. Alasannya mau rapat RT, gak enak kalau bawa HP. Mm..rapat RT kok tiap malam ya ? Aku paling benci jika saat pekerjaanku butuh konsentrasi tinggi, tiba - tiba ada yang menginterupsi seperti saat ini nih..bikin kesal setengah mati. Kuangkat telepon dengan malas.

" Hallo , assalamu'alikum..!" terdengar suara laki - laki dari seberang telepon.

" Wa'alikum salam..!" jawabku tanpa semangat.

" Bisa bicara dengan Pak Yusuf , Bu..??"

" Maaf, ini sama siapa ya..?" tanyaku masih dengan nada kurang ramah.

" Ini dengan Jono, Bu..! "

" Pak Yusuf lagi rapat  Mas, ada rapat RT.."

" Pulangnya kapan ya Bu, kira- kira masih lama gak ?" Meneketehe, hatiku bersungut- sungut.

" Gak tau Mas, biasanya kelarnya jam 12-an..!" jawabanku ngarang . Aku tak pernah sadar kapan tepatnya suamiku pulang ke rumah, karena biasanya rapat selesai ketika air liurku sudah menganak sungai di bantal.

" Kalau begitu titip pesan aja ya Bu, tolong pesanan Jono besok dibawa begitu..!"

Sebenarnya aku ingin menanyakan pesanan apa yang dia maksud, tapi aku tak mau terdengar seolah- olah  aku sangat ingin tahu urusan antara dia dan suamiku.

"Ya, nanti saya sampaikan..!"

" Makasih ya Bu, maaf udah ganggu, wassalamu'likum..!" dengan nada lega lelaki itu menutup telepon.

Hm, pesanan apa ya ? Kedengarannya begitu penting sekali. Apa ya sesuatu yang maha penting di dunia ini ? Tak sampai 2 detik aku sudah tahu jawabannya. Tentu saja uang, memangnya apalagi..?? Seperti malam ini, aku rela menggeser waktu tidurku hanya untuk merekapitulasi perolehan rupiah demi rupiah yang berhasil kami kumpulkan untuk bulan ini. Bagiku uang adalah seperti mesin replika semi otomatis, yang mana jika kita berhasil meletakkan mereka di titik- titik yang benar, mereka mampu memperbanyak diri mereka dengan sendirinya. Dan aku termasuk orang yang tak terlalu tertarik dengan yang namanya 'bank', apalagi bank konvensional. Daripada  mengendapkan uangku di sana dan mengeyangkan perut mereka dengan riba dari bunga, lebih baik aku perbudak uangku, 'memeras' dan  mempekerjakan mereka sebagai modal usaha, yang besaran keuntungannya sudah tentu melebihi bunga bank manapun. Halal pula.

Kembali ke kisah Si Jono tadi. Benar dugaanku. Ternyata urusannya dengan suamiku tak jauh- jauh dari masalah uang. Kata suamiku dia mau pinjam uang, tak banyak cuma 500 ribuan. Alasan suamiku kasihan, masih karyawan baru, jadi belum gajian, anak baru direfresh kemarin, korban outsourcing perusahaan, kata suamiku menjelaskan. Akupun mengangguk faham.

Sebulan berlalu. Si Jono menelepon suamiku lagi, dan entah kenapa, kali ini aku yang mengangkat teleponnya kembali, karena saat itu suamiku sedang berada di kamar mandi. Dan seperti biasa dia menitipkan  pesan yang isinya  kurang lebih persis seperti yang pertama. Dan ternyata setelah kutanyakan pada suami, intinya sama, yaitu ingin pinjam uang... lagi. Alasannya buat biaya pulang kampung karena adiknya mengalami kecelakaan. Dan dengan alasan  iba bin kasihan suamiku pun meluluskan permintaannya. Uang 1 juta rupiah pun siap berpindah tangan. Dan rasa tak enak hati masih bisa kuredam. Ah, suamiku memang gampang trenyuh dengan keadaan orang lain, orangnya gak tegaan...!

2 bulan kemudian. Kata suamiku Si jono kembali mengirimkan SMS padanya untuk kembali meminjam uang. Sekarang nominalnya meningkat dari bulan kemarin, mau pinjam uang sebesar 3 juta rupiah. Kali ini alasannya untuk menambah biaya operasi patah tulang adiknya yang kecelakaan kemarin, butuh biaya sekitar  10 juta-an. Ini tak bisa dibiarkan, pikirku. Memangnya kami ini bank berjalan , yang setiap bulan bisa dijadikan tempat untuk meminjam uang. Tetangga bukan, saudara  pun bukan. Berteman dengan suamiku juga hanya sebatas hubungan antara atasan dan bawahan. Yang kemarin- kemarin saja belum dilunasi, sudah berani mau pinjam uang  lagi.

Aku memutuskan untuk tidak meminjaminya lagi. Tapi tidak begitu dengan suamiku. Karena aku sudah jelas menolak mentah- mentah untuk meminjamkan dana darurat itu, suamiku berencana meminjamkan uang pribadinya karena dana darurat ada dalam pengelolaaanku . Dan karena itu uangnya, aku tak bisa berbuat apa- apa, selain menyimpan dongkol  dengan keputusan suamiku.

3 bulan, 4 bulan, sampai 5 bulan berselang. Tak ada tanda - tanda si Jono bakal mengembalikan uang pinjamannya. Dan aku tak pernah berhenti menyalahkan suamiku atas kejadian ini. Kupikir dialah penyebab semua ini, sok baik dan terlalu mudah percaya pada orang lain.

Hingga suatu sore, akhirnya si Jono tiba- tiba mengirim pesan singkat untuk suamiku. Saat itu suamiku sedang pergi ke masjid kompleks yang sedang direnovasi pelatarannya.

" Bos , ada di rumah gak ? Ada perlu, penting  !!" Penting..??? Hm..pasti mau pinjam uang lagi. Batinku mulai memanas. Ini orang benar- benar tak tahu diri. Sudah pinjam uang berbulan- bulan gak bayar - bayar, gak ada basa-basi, gak ada kabar berita pula. Sekarang begitu muncul mau pinjam uang lagi..? Tak akan kubiarkan hal itu terjadi. Tapi..tunggu dulu. Bagaimana dengan suamiku yang baik hati dan  gemar memberi pinjaman itu ??? Ahh...untuk kali ini, biar aku saja yang ambil kendali.

Lalu SMS si Jono kubalas begini,

" Maaf, saya lagi keluar. Nanti saya kabari lagi..!" aku tersenyum puas membayangkan Si Jono yang sekarang mungkin sedang kelabakan mencari uang pinjaman. Sorry, I broke your the one and only hope...Tak lama kemudian si Jono SMS lagi.

"Bos..minta alamat rumahnya dong, saya mau mampir..!" What..?? Benar- benar nekat nih anak. Takkan kubiarkan manusia ini datang menemui suamiku, dan kembali membuat uang kami melayang dengan alasan - alasan  yang bisa membuat suamiku jatuh kasihan.

" Aduh, maaf, Jon..Di rumah lagi ga ada siapa- siapa..Istri saya juga lagi keluar. Dan pembantu sedang pulang kampung...!" Kucari alasan yang kiranya cukup meyakinkan.

" Owh..ya udah ntar informasi lagi ya, Bos kalo dah sampe rumah..!" Huh..jangan harap aku  membiarkan suamiku luluh dengan alasan, yang entah apalagi yang akan kamu buat kali ini.

20 menit kemudian...

" Bos..gimana ? Udah di rumah belum..? Penting banget nih..!!" Dihh..ini orang, enak aja ngomong pentang penting, mau pinjam uang kok ngotot gini sih..? Giliran bayar aja ogah - ogahan. Arrrgghhh...

" Belum, masih di jalan..!!" Dengan geram kubalas lagi smsnya.

" Masih lama gak Bos..??"

" Lumayan..!" aku tertawa senang. Rasain lo, biar tau bagaimana kesalnya kelamaan menunggu, umpatku dalam hati.  Segala macam jenis setan, jin, dan hantu mungkin sedang bersarang di kepalaku, sehingga membuatku mampu berbuat  setega ini.

Semenit, dua menit , sepuluh menit, sampai akhirnya setengah jam, SMS  Jono tak muncul muncul lagi. Syukurlah, hatiku bersorak lega. Kuhapus semua pesan dari dan untuk Jono yang tersimpan di memori HP suamiku. Gawat juga kalau sampai suamiku pulang ke rumah dan menemukanku sedang bersandiwara membalas SMS Si Jono dengan berpura - pura sebagai dirinya.

Tak lama kemudian suamiku pulang. Kulihat di tangannya membawa amplop coklat besar , sepucuk surat, dan sebuah bingkisan besar nan cantik. Dia mengangsurkan semua barang - barang tersebut kepadaku sambil tak henti menatapku dengan pandangan yang sedikit aneh dan tak mampu kudefinisikan. Kubuka amplop coklat yang ternyata berisi tumpukan uang, bingkisan besar tadi ternyata berisi berbagai macam model pakaian untuk dewasa dan anak- anak . Dan yang paling membuatku terkejut adalah sepucuk surat yang nama pengirimnya tak lain tak bukan adalah Si Jono. Orang yang 2 jam terakhir kukerjai, kutipu, dan kumaki habis- habisan karena kupikir dia datang untuk kembali meminjam uang. Ahh...Tuhan..Betapa kecintaanku pada harta dunia telah membuat hatiku hitam dan berjelaga..Astagfirullah...Maafkan aku ya, Jon...?!

Salam Kompasiana,

Mila Firdaus

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun