Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Bebas Pemeriksaan Pajak dan Opini Auditor Independen, Meningkatkan Peran Akuntan Publik dan Voluntary Compliance Wajib Pajak

14 Februari 2011   05:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:37 1358 0
Harian Kompas pada tanggal 31 Desember 2010 memuat berita mengenai adanya penandatanganan nota kesepahaman antara Dirjen Pajak Tjiptardjo dan ketua umum Institut Akuntan Publik Indonesia " IAPI" Tia Adityasih. Kesepakatan yang dilakukan kedua belah pihak berkaitan dengan penggunaan opini audit untuk keperluan perpajakan, yaitu apabila laporan keuangan perusahaan diaudit dan mendapat pendapat wajar tanpa pengecualian "OPINI WTP" maka wajib pajak akan dibebaskan dari pemeriksaan pajak.

Kesepakatan tersebut didorong oleh meningkatnya beban pemeriksaan yang ditanggung oleh Ditjen Pajak ydibandingkan jumlah sumber daya untuk menangani pemeriksaan pajak, sebagaimana dikemukakan oleh Otto Endy Panjaitan, Direktur Pemeriksaan dan Penyidikan, Ditjen Pajak.

Dengan adanya kesepakatan tersebut, diperkirakan hingga bulan Juni mendatang IAPI sedang  memproses dan menghimpun seluruh potensi pelanggaran atau modul kriminal yang mungkin dilakukan oknum akuntan publik atau pihak yang mengaku akuntan publik. Selain itu, Tia Adityasih juga menyatakan perlunya menyiapkan standar audit yang harus dimiliki akuntan publik dalam melakukan audit keuangan untuk keperluan perpajakan dan program pendidikan terkait audit untuk aspek perpajakan.

Munculnya peningkatan kepatuhan sukarelawajib pajak

Implikasi dari kesepakatan tersebut kepada pelaku usaha (wajib pajak badan "wp badan") adalah adanya kemungkinan yang lebih besar bagi wp badan untuk bersedia diaudit oleh kantor akuntan publik atau dengan kata lain  akan terjadi peningkatan kepatuhan sukarela "voluntary compliance" oleh wajib pajak karena adanya manfaat yang dapat diperoleh dari audit yaitu bebas dari pemeriksaan pajak.

Dikarenakan hanya opini wajar tanpa pengecualian yang dapat membebaskan wajib pajak dari pemeriksaan, maka wajib pajak  selain dituntut untuk dapat melakukan pembukuan dan pelaporan akuntansi keuangan secara andal juga dituntut untuk dapat mempersiapkan diri untuk memenuhi ketentuan perpajakan yang berlaku.

Bagi akuntan publik sendiri, adanya kesepakatan tersebut dapat memberikan perluasan pasar dalam jasa audit, karena hingga kini lingkup pasar klien untuk jasa audit masih terbatas jumlahnya, yaitu hanya untuk perusahaan-perusahaan yang membutuhkan audit untuk memenuhi regulasi seperti yang diatur pada Undang-Undang Perseroan Terbatas dan untuk perusahaan yang memerlukan untuk kebutuhan pertanggungjawaban pelaporan keuangan kepada pihak-pihak pemangku kepentingan lainnya sebagaimana diatur oleh regulasi yang berkaitan dengan kewajiban audit keuangan (mandatory audit).

Perlindungan Akuntan Publik

Auditor (akuntan publik) dalam pelaksanaan auditnya memperoleh keyakinan yang memadai bukan keyakinan mutlak bahwa salah saji material terdeteksi, karena sifat bukti audit dan karakteristik keuangan (SA Seksi 32, SPAP). Dengan adanya keterbatasan ini maka terdapat risiko audit tidak dapat mendeteksi salah saji khususnya dalam hal ini pos-pos yang berkaitan dengan jumlah pajak penghasilan maupun pajak pertambahan nilai.

Dengan adanya keterbatasan tersebut maka IAPI perlu menyoroti pentingnya perlindungan akuntan publik, yaitu dengan menetapkan standar auditing untuk melengkapi kebutuhan untuk kepentingan perpajakan. Prosedur tersebut diharapkan dapat dipahami secara jelas dan dapat dilaksanakan secara praktis oleh Akuntan Publik dalam melaksanakan audit terkait aspek perpajakan klien.

Melalui pembentukan standar auditing untuk perpajakan, maka akuntan publik yang melaksanakan audit sesuai prosedur tersebut dapat terlindungi dari tuntutan hukum apabila sudah melaksanakan sesuai dengan standar tersebut.

Tanggung Jawab Auditor Independen, Persiapan Kompetensi Auditor dan Pengawasan Jasa Audit

Dengan adanya beban pemeriksaan yang dilimpahkan kepada akuntan publik melalui audit laporan keuangan, maka akuntan publik sebagai auditor independen mempunyai tanggung jawab kepada negara bahwa hasil auditnya harus memberikan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan sudah dilaporkan secara wajar dan merefleksikan representasi yang sebenarnya dari posisi laporan keuangan perusahaan dan hasil usaha perusahaan termasuk keakuratan dari jumlah beban pajak penghasilan yang terutang kepada Negara oleh perusahaan serta pengungkapan atas transaksi kepada pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa.

Untuk dapat melakukan pemeriksaan terkait jumlah pos dan pelaporan keuangan yang berkaitan dengan pajak tersebut, maka auditor perlu dipersiapkan untuk memiliki kelengkapan kompetensi dalam pemeriksaan pajak dan standar khusus terkait perpajakan, seperti yang telah dilakukan oleh IAPI dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dalam memberikan sertifikasi pemeriksa keuangan negara untuk akuntan publik. Bentuk dari persiapan yang dapat dilakukan oleh IAPI dapat berupa Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL) untuk sosialisasi dan pendidikan audit aspek-aspek terkait perpajakan.

Untuk  memastikan bahwa jasa audit dilakukan dengan kualitas yang memadai maka diperlukan pengawasan melalui pemeriksaan atas pelaksanaan jasa audit yang dilakukan oleh akuntan publik oleh asosiasi profesi (IAPI) atau oleh Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Kementerian Keuangan. Selain itu, tujuan pengawasan adalah untuk dapat menjaga kepercayaan masyarakat kepada profesi akuntan publik.

Tantangan dan hambatan yang dihadapi akuntan publik

Terdapat hal-hal dalam bidang perpajakan yang sifatnya memerlukan spesialisasi khusus seperti dalam hal pemeriksaan kewajaran dari transaksi transfer pricing, namun hal tersebut tidak menjadi hambatan dalam audit oleh akuntan publik dikarenakan adanya kewajiban pada Standar Auditing Standar Profesional Akuntan Publik (SA-SPAP) untuk menggunakan ahli spesialis dalam pelaksanaan auditnya. Dengan adanya standar tersebut maka akuntan publik dapat bekerja sama dengan praktisi ahli di bidang perpajakan yaitu konsultan pajak untuk melaksanakan pemeriksaan tersebut.

Prospek Usaha Pada Profesi Akuntan Publik

Sekretaris Umum IAPI Tarkosunaryo pada tahun 2010 menyatakan bahwa "jumlah akuntan publik di Indonesia hanya sejumlah 920 orang yang tergabung di 501 Kantor Akuntan Publik. Dari jumlah tersebut, sebanyak 64 persen telah berusia di atas 51 tahun dan hanya 11 persen berusia kurang dari 40 tahun,''. Selain itu dari jumlah tersebut, sebanyak 55 persen berdomisili di Wilayah Jabodetabek dan sisanya menyebar di seluruh Indonesia. Apabila dibandingkan dengan negara tetangga di kawasan ASEAN, jumlah akuntan publik di Indonesia yang berpenduduk 230 juta jiwa relatif sedikit. Singapura dengan jumlah penduduk sekitar 5 juta jiwa mempunyai Akuntan Publik sekitar 15 ribu orang, Philipina dengan jumlah penduduk 88 juta jiwa mempunyai Akuntan Publik sebanyak 15 ribu orang, Thailand dengan jumlah penduduk 66 juta jiwa mempunyai Akuntan Publik sebanyak 6.000 orang, Malaysia dengan jumlah penduduk 25 juta jiwa mempunyai Akuntan Publik sebanyak 2.500 orang, Vietnam dengan jumlah penduduk 85 juta jiwa mempunyai akuntan publik 1.500 orang.

Dari informasi yang diungkap oleh Sekretaris Umum IAPI diatas, maka sedikitnya jumlah akuntan publik di Indonesia dapat dihubungkan dengan minimnya minat seseorang untuk menjalani profesi akuntan publik karena minimnya prospek usaha akuntan publik yaitu lingkup pasar klien jasa audit yang terbatas. Ditambah dengan tingginya biaya pendidikan yang diperlukan untuk seseorang agar dapat menjadi akuntan publik memungkinkan rendahnya minat masyarakat untuk menekuni profesi ini.

Sehubungan dengan adanya kesepakatan IAPI dan Dirjen Pajak tersebut, maka diharapkan peluang usaha akuntan publik akan semakin terbuka lebar dan menumbuhkan minat dari calon-calon generasi penerus akuntan publik Indonesia dan diharapkan sejalan dengan itu kualitas dari jasa akuntan publik akan membaik dan profesi akuntan publik memperoleh kepercayaan masyarakat.

Mikail Jam'an, CPA

Jakarta

14 Februari 2011

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun