Jangan Menampik Perbedaan Budaya Secara Serampangan
Hidup di negeri sebesar Amerika dengan berbagai ragam budaya dan bahasa merupakan tantangan tersendiri. Ada yang mengatakan bahwa sesungguhnya Amerika adalah negara liberal, apa-apa boleh dan bebas berkembang di sana. Termasuk di dalamnya prilaku setiap individu yang sangat beragam. Sangat majemuk. Sangat kaya warna. Tapi benar tidaknya anggapan tersebut tergantung dari sudut mana kita memandangnya.
Nah, kali ini saya ingin menceritakan pengalaman berinteraksi dengan orang India. Saya percaya setiap manusia dilahirkan dengan nilai lebih dalam dirinya, entahkah dia terlahir di lingkungan yang ’biasa-biasa saja’, pun ketika terlahir di lingkungan yang ’aneh, unik, dan misterius’. Pengalaman berinteraksi bertahun-tahun dengan orang India, menjadikan saya tambah kaya pengalaman. Menambah banyak pengetahuan dan wawasan, yang tentu saja berbeda dengan apa yang sudah saya miliki selama ini.
Saya punya pengalaman bersinggungan langsung dengan orang India di Amerika sana, berikut budaya mereka yang sungguh tak masuk akal di mata saya. Saya pun akhirnya banyak belajar, bahwa kalau kita tidak mau tahu dengan budaya orang lain, justru kita akan terkucilkan. Kita akan dianggap tidak mau tahu dan lalu menjadi tidak tahu apa-apa. Kita menganggap yang paling benar dan satu-satunya yang baik adalah budaya yang kita anut. Kenapa demikian? Karena kalau kita mau memaksakan kebenaran budaya kita di atas budaya orang lain, maka akan jelas terlihat betapa kerdilnya cara berpikir kita. Betapa angkuhnya kita memaknai akar budaya kita, sementara itu di sisi secara serempak kita meremehkan budaya orang lain.
Nah, orang India di hampir seluruh wilayah Amerika sudah sangat sering mandapat ‘cap’ negatif dan jelek. Contoh sederhana adalah dalam hal mengemudi, mereka dianggap paling buruk, paling tidak tahu aturan, dan sebagainya. Kalau lagi di jalan raya lalu ada mobil ugal-ugalan memotong kendaraan kita, sangat lumrah terdengar kalimat seperti ini “Dasar India bego!”. Jadi stigma pengendara jelek sudah begitu melekat di benak banyak pengemudi lainnya terhadap pengemudi asal India. Mereka juga sering mendapat umpatan, “Taunya kan cuma jalan kaki, kok sekarang bawa mobil sih?”
Pernah ada sebuah pengadilan imigrasi yang mempertanyakan keabsahan pernikahan teman saya seorang laki-laki India dengan wanita Amerika. Petugas yang mewawancarai mereka begitu terkejut dan mencurigai bahwa perkawinan itu hanyalah demi sebuah surat, yaitu supaya pemuda itu mendapat green card atau permanent resident. Bahkan salah seorang petugas mengatakan “Tidak masuk akal, dan sangat tidak mungkin ada wanita Amerika yang mau kawin dengan orang India!” Pernyataan yang keras dan tanpa tendeng aling-aling. Kenapa begitu? Karena stigma jelek sudah tertanam dan akhirnya mewabah dalam diri masyarakat mayoritas di sana.
Sebegitu jelek dan burukkah orang India itu? Saya memiliki beberapa teman yang menurut budaya mereka sendiri dilabeli sebagai ‘kasta terendah’ di India. Siapa mereka itu? Warga yang bermarga Patel. Padahal, setelah mereka migrasi ke Amerika, sekolah dan bekerja, banyak dari mereka yang sukses menjadi pengusaha dan dokter. Tapi memang tak sedikit pula dari mereka yang memiliki nasib tak secermelang kasta-kasta lainnya. Bahkan teman saya yang India lainnya, bermarga Sandhu, mengatakan bahwa marganya kalau di India adalah para pedagang, dan saudagar-saudagar kaya, mereka punya tanah berhektar-hektar. Lalu bagaimana dengan yang Patel? Ia bilang, mereka itu ada di golongan kelas rendahan, orang tidak baik, dan peminta-minta. Makanya jangan heran kalau di antara mereka juga, walau sama-sama berasal dari India, tetap saja ada gap besar yang membuat mereka tidak bisa (tidak mau) bersatu.
Saya senang mendalami pengalaman dan pelajaran budaya serta adat istiadat dari berbagai bangsa di dunia ini. Budaya-budaya yang berkembang di India adalah termasuk yang paling unik menurut saya. Ada beberapa budaya orang India yang baru saya ketahui, seperti membuang mayat di sungai Gangga, mandi suci dan masih banyak lagi. Seorang teman kerja saya, wanita asal India suatu kali mengatakan bahwa di beberapa tempat di negaranya masih memberlakukan ‘hukum tidak kwain lagi’. Artinya kalau ada seorang wanita yang menjadi janda karena ditinggal mati suaminya, maka janda tersebut harus juga mati bersama suaminya. Itu katanya untuk menghindari dari rusaknya kesucian pernikahan. Mereka menganggap pernikahan begitu suci, bahkan ketika dipisahkan oleh maut sekalipun.
Masih banyak budaya yang di mata kita mungkin terlihat sungguh aneh, seperti di India sana, ada sesuatu amat aneh dilihat dari sudut pandang kita, karena kelihatannya bagi mereka semakin kotor sesuatu maka semakin sucilah sesuatu itu! Saya memang tidak pernah bertanya apakah karena alasan itu maka ada begitu banyak diantara mereka yang kalau berpapasan sering tercium bau menyengat dan tidak enak. Mulai dari bau minyak-minyak aneh, bau biji-bijian, hingga bau menyengat yang tak terjelaskan lainnya. Yang pasti, di sungai Gangga yang kotor itu terpendam nilai kesucian yang amat sangat bagi warga di sana.
Menurut kepercayaan mereka, Sungai Gangga yang suci ini memurnikan segalanya, secara total dan segera. Tidak ada yang mungkin menajiskannya, walaupun airnya bau. Kita mungkin akan muntah-muntah dan kaget luar biasa melihat orang banyak yang minum dan mandi dalam air yang kotor itu, dimana mayat dan limbah terapung-apung. Tapi seperti itulah, lain padang lain belalang. Bagi kita itu sesuatu yang menjijikkan dan jelek. Bagi mereka? Itu adalah cara menyucikan diri dan mereka melakukannya dengan senang hati. Unik. Misterius.
”Orang boleh bilang kita gila, tapi kita jangan mengatakan bahwa diri kita memang gila...!”
Nah, teman saya yang lain yang pekerjaannya adalah sebagai salah seorang kepala Quality Control pernah menceritakan adat unik lainnya. Lelaki ini bercerita bahwa menurut adat mereka, adalah pantang baginya untuk memotong rambut. Lalu saya tanya sudah seperti apa panjang rambutnya? Ia selalu menutup kepalanya dengan kain semacam sorban. Lalu ia mengatakan kalau diurai maka rambutnya bisa menyentuh paha. Sudah sangat panjang. Sesuatu yang termasuk unik menurut saya. Baljit, begitulah panggilan lelaki ramah dan sangat sopan itu. Baljit termasuk dalam golongan (kasta) saudagar dan pedagang kalau di negaranya, India.
Caranya bertutur sangat disenangi dan disukai karyawan lain. Saya belum pernah melihat dan mendengar Baljit mengeluarkan kata-kata keras atau kasar selama bertahun-tahun bekerja sama dengannya. Ia mungkin adalah orang India paling ramah yang pernah saya temui. Dan satu hal lagi, ia mengatakan selama 25 tahun perkawinannya tidak sekalipun ia pernah membentak atau bicara kasar ke istrinya. Ia menekankan bahwa itulah adat dan istiadat yang ia anut, pantang baginya mengeluarkan kata-kata kasar (apalagi ke istri sendiri).
Bagi saya, bagaimanapun ajaibnya keunikan dan atau ’keanehan’ suatu budaya, kita tetap harus mampu menghormati dan menghargainya. Dalam tataran yang berbeda, kita juga harus mampu menghilangkan apriori dan pandangan jelek kita terhadap masyarakat yang datang dari suatu budaya tertentu yang lain dari yang selama ini kita pahami atau anut. Kalau kita melakukan itu, niscaya budaya kita juga akan dihormati dan dihargai orang.
***
Menghargai orang lain adalah wujud kita menghargai perbedaan, seberapa besarpun perbedaan itu------Michael Sendow.