Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Artikel Utama

Ekonomi Amerika Masih Melambat

20 Juni 2011   03:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:21 469 4
[caption id="attachment_117666" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] [caption id="attachment_115227" align="alignleft" width="400" caption="Jokes stock site. Obama dianggap "penyelamat"roda perekonomian Amerika melalui janji kampanyenya. Sekarang masyarakat menagih janji."][/caption]

Pemberitaan media Amerika, terutama dari Fox News, CNN dan MNBC seputar Obama kian santer. Kunjungan luar negeri Obama, kebijakan-kebijakannya sampai pada kasus pengganti pemimpin Al Qaeda tetap hangat dibahas.

Rupa-rupanya sementara sibuk menangani ekonomi dalam negeri yang masih dan terus melambat, perhatian Amerika terhadap terorisme tidak berkurang. Setelah mengetahui bahwa seorang dokter bernama Zawahiri telah ditetapkan menjadi pimpinan nomor satu Al Qaeda, Amerika langsung menjadikan Zawahiri sebagai buron nomor satu dengan “harga” 25 juta USD (sekitar 212 Miliar). Padahal banyak teriakan sumbang dari dalam yang meminta ia fokus menuntaskan janji-janji pada kampanyenya sebelum menjadi presiden. Yang paling dikehendaki adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja.

Nah, secara kasat mata, tuntunan para non-job citizen dari berbagai state terus terlihat. Tingkat pengangguran yang masih besar menjadikan posisi Obama dilematis. Apakah memfokuskan diri pada urusan luar negeri atau memikirkan kepentingan dalam negeri yang mesti diutamakan? Antaranya tentu saja masalah pengangguran dan roda ekonomi yang melambat.

Ada prediksi yang dikeluarkan oleh salah satu ekonom terkemuka Nouriel Roubini, ia mengatakan bahwa periode ini (kwartal kedua tahun ini) masih merupakan periode yang sulit bagi perekonomian Amerika. Ia mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang masih melambat terutama juga akibat melemahnya sektor tenaga kerja yang diperlihatkan oleh masih tingginya tingkat pengangguran (jobless rate) yaitu di atas 9%. Tekanan inflasi dan juga ancaman defisit anggaran negara yang semakin dalam membuat perekonomi Amerika masih “ugly”. Roubini merupakan Profesor dari New York University dan termasuk seorang ekonom yang paling rajin memberikan pandangannya terhadap perekonomian Amerika Serikat.

Kalau saya melihat yang lebih “kasar” bahwa selain apa yang dipaparkan Roubini ada beberapa “pendorong negative” (negative pusher) sehingga gerak roda ekonomi Amerika masih melambat. Sebut saja diantaranya kebijakan pemerintah memperketat pengawasan terhadap pekerja tanpa surat atau lebih dikenal dengan illegal worker yang jumlahnya puluhan juta itu! Mexico sendirian saja sudah berjumlah di atas 20 juta orang, belum lagi yang dari negara Amerika Latin lainnya, Indonesia, India, dan Afrika. Diakui atau tidak, pemerintah mau buka mata atau tidak, hal ini tidak terbantahkan. Padahal pernah dalam salah satu pidatonya Obama mengatakan bahwa para pekerja inilah yang membuat pergerakan roda ekonomi bergerak maju. Bahkan ia menyebut secara spesifik bahwa pekerja-pekerja dari China, Indonesia dan Philipine adalah pekerja keras dan ulet. Patut dicontoh. Tapi itulah, lain sungai lain arusnya. Lain toko lain aturan mainnya. Lain pemerintahan lain kebijakan. Dengan berbagai pertimbangan tersendiri maka pemerintah Amerika memperketat peraturan ketenaga-kerjaan. Memang sempat terdengar rumor bahwa akan diberikan amnesty (pemutihan) bagi para pekerja tanpa surat resmi tapi di sisi lain ada juga rumor bahwa justru pemerintah akan memulangkan puluhan juta pekerja gelap di Amerika. Teman lama saya asal Irlandia bilang kalau itu terjadi, ekonomi Amerika bakalan hancur. Akan banyak restaurant dan pabrik-pabrik yang tutup serta toko-toko yang gulung tikar.

Untung saja ada “angin penolong” yang sedikitnya memberi sumbangsih yang lumayan. Apa itu? Peranan FED dalam penekanan laju inflasi yang cukup signifikan mengingat pergerakan harga minyak mentah yang sempat melambung ke posisi 114 USD per barrel.

Kenaikan harga minyak mentah ini dinilai banyak pihak sebagai penyebab melemahnya pertumbuhan di sektor property. Lihat saja di New Jersey yang terkenal dengan biaya huni termahal atau memiliki living cost paling tinggi setelah New York City. Rumah penduduknya yang tadinya dihargai misalnya 400.000-an USD turun menjadi setengahnya yaitu 200.000-an USD saja. Yang harganya 800.000-an USD dapat dibeli dengan 500.000-an USD. Makanya terjadi banyak spekulasi, ada yang bilang saatnya sekarang beli rumah. Murah. Suatu saat bakalan naik lagi ke harga pasaran yang normal, nah baru dijual lagi. Tapi ada yang bilang kalau tidak balik-balik normal lagi gimana? Rugi dong. Bisnis property lagi lesu-lesunya. Di state Ohio ada beberapa management apartement yang mempromosikan bisnis apartemen mereka dengan tiga bulan pertama gratis.

Tentu kita tidak boleh begitu saja menisbikan faktor eksternal, seperti krisis finansial di China dan beberapa negara Eropa lainnya. Ini tentu akan berpengaruh juga pada Amerika sebagai mitra bisnis negara-negara tersebut. Hal-hal seperti ini tentu saja merupakan batu sandungan bagi ekonomi global termasuk Indonesia. Jika pertumbuhan ekonomi China dan tekanan ekonomi di Eropa belum juga usai, terutama menyangkut kebijakan pemulihan finansial di Yunani, Portugal dan Irlandia yang masih tergantung kepada pemberian paket bail out yang telah dijalankan oleh Uni Eropa dan IMF. Ini bukan saja rawan bagi perekonomian Amerika tapi juga secara global.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun