Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ruang Kelas Pilihan

Bayar UKT Pakai Pinjol, Masalah Pendidikan yang Terselubung

1 Februari 2024   10:08 Diperbarui: 1 Februari 2024   14:17 192 1
Masalah ekonomi dalam pendidikan menjadi kendala utama aksesibilitas bagi mahasiswa, sehingga banyak dari antara mereka memilih untuk menggunakan pinjaman online untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Pinjaman online lagi-lagi menjadi masalah besar yang sedang hangat diperbincangkan, kali ini, oleh mahasiswa. Pinjol merujuk pada layanan pinjaman yang dapat diakses secara daring atau melalui aplikasi seluler. Secara pengertian, pinjol memiliki konotasi yang positif serta dinilai memberikan dampak positif bagi penggunanya. Namun, risiko-risiko yang ditimbulkan dari pinjol tidak kalah banyaknya dengan keuntungan yang diberikan.

Tapi, kenapa ya banyak mahasiswa yang memilih untuk menggunakan jasa pinjol? Jawaban singkatnya adalah karena adanya tekanan finansial yang meningkat, dan layanan pinjol memberikan akses cepat dan mudah ke dana tanpa persyaratan yang rumit.

Pada umumnya, UKT memang menjadi beban bagi banyak mahasiswa, terutama di tengah kondisi ekonomi yang tidak pasti. Sistem pembayaran UKT di Indonesia sering dinilai tidak adil karena tidak adanya batasan kelayakannya serta kurangnya transparansi. Banyak diantara mahasiswa tidak memenuhi syarat untuk beasiswa karena dianggap mampu membayar UKT, meskipun kenyataannya masih memerlukan dukungan finansial, akhirnya banyak dari antara mereka gagal melanjutkan pendidikannya.

Tren pinjol ini menciptakan kontroversi dalam perbincangan publik. Hal ini dimulai ketika rektor ITB, Reini Wihardakusumah memberikan rekomendasi bagi ratusan mahasiswa ITB untuk menggunakan jasa pinjol untuk membayar UKT. Ini dinilai memberatkan mahasiswa, sehingga ratusan mahasiswa ITB melakukan aksi demonstrasi. Pada hari Senin (29/1/2024), dikutip dari TribunJatim.com mahasiswa menggelar aksi protes dengan menduduki Gedung Rektorat ITB di Jalan Tamansari, Kota Bandung. Aksi dimulai dengan long march dari Kampus ITB Ganesha menuju Gedung Rektorat. ITB lebih dikecam lagi ketika publik mengetahui bahwa ITB bekerjasama dengan aplikasi pinjol Danacita. Profesor Cecep Darmawan selaku pengamat kebijakan pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) meminta ITB untuk meninjau kembali jumlah Uang Kuliah Tunggal (UKT) karena setiap mahasiswa memiliki kondisi ekonomi yang beragam.

Permasalahan ini memperlihatkan bahwa sistem pendidikan Indonesia masih memerlukan perbaikan yang signifikan. Kondisi di mana anak muda terpaksa menghentikan pendidikannya karena kendala ekonomi menunjukkan ketidakadilan dalam akses pendidikan. Perbaikan harus dilakukan agar Indonesia 10 tahun kedepan dapat menjadi negara yang maju dengan SDM yang berkualitas. Perbaikan bukan hanya harus dijalankan pemerintah, tapi juga melibatkan berbagai aspek seperti lembaga pendidikan, sektor swasta, hingga masyarakat.

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi permasalahan ini:
1. Optimalisasi Anggaran Pendidikan
Pemerintah harus mengalokasikan dana lebih untuk anggaran pendidikan di Indonesia. Semakin besar bantuan yang diberikan pemerintah, semakin mudah akses beasiswa yang diberikan universitas, terutama universitas negeri. Kenaikan anggaran pendidikan pada 2024 ini merupakan langkah awal yang baik menuju Indonesia Emas 2045. Pemerintah sudah mengalokasikan Rp660,8 triliun untuk perbelanjaan fasilitas pusat, daerah, serta investasi. Diharapkan kedepannya, alokasi anggaran dapat dioptimalkan secara lebih efisien dan merata.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun