“Maaf,” katamu. Aku tersenyum tipis, memperlihatkan kedua lesung yang katamu sangat kau sukai.
“Kenapa kamu minta maaf?” tanyaku, mengajukan pertanyaan yang tak ingin kutanyakan.
“Karena sudah menciptakan jarak di antara kita.” Sambil bersedih
Kalimat itu meluncur dengan mudahnya dari bibirmu, seakan memang tak ada beban di sana. Bagaimanapun, aku masih berharap dugaanku salah.
“Tak seharusnya kamu menyalahkan jarak,” kataku, mencoba berbicara dengan datar, tak ada beban, seperti kamu.
“Aku janji akan menemuimu, setiap aku rindu kepadamu,”
“Rindu tak bisa ditebak kapan datangnya,”
“Kamu hanya perlu percaya,” katamu, tatapanmu menelisik lembut ke kedua mataku, menyiratkan rasa yang tak juga bisa kutebak.
***
Hari ini kita bertemu, setelah sekian lama aku mencoba membunuh waktu. Aku tak lagi peduli tempat dan keadaan saat kita bertemu, aku hanya butuh waktu. Dan tentu saja, kamu.
Kamu yang kulihat berbeda dulu dan sekarang pesonamu begitu indah dan kenangan yang dulu kita ukir kini telah sirna. Kemana dirimu . "Kemana kau dulu yang janji manis padaku" tanyaku . Aku hanya terdiam seakan tak mengetahui apapun.
Waktu terasa berlalu begitu cepat saat bersamamu. Ini bukan sekadar basa-basi atau rayuan, ini benar-benar terjadi padaku. Waktu seolah mengalah pada kebersamaan kita. Waktu seakan paham bahwa kita memang butuh bersama, bukan sekadar ingin.
Butuh dan ingin adalah kedua hal yang berbeda. Dan kini, aku sampai pada tahap membutuhkan kamu, bukan lagi menginginkan kamu.