Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Gerbong No.4

31 Januari 2022   22:43 Diperbarui: 31 Januari 2022   22:44 243 6
Aku harus kembali berhadapan dengan sebuah tembok tak terlihat, bernama ketakutan dan rasa cemas. Tidak banyak yang bisa kujelaskan saat ini, selain perasaan mual dan sesak yang memenuhi dadaku, jantung berdebar tak beraturan, leher tercekat, dan napas yang tersendat-sendat.

Apa yang sedang kupikirkan saat ini? Aku tidak tahu.

Karena itulah aku sedang berada dalam gerbong kereta ini, mencari jawaban. Akhir-akhir ini banyak orang orang mulai kehilangan kesadaran atas dirinya sendiri. Demi menjawab segala hal yang terjadi, kini muncul tokoh tak bernama yang disebut-sebut bisa membantu menemukan apa yang selama ini tidak bisa ditemukan dalam diri seseorang.

Ah, mungkinkah dia yang dimaksud dengan juru selamat? Atau dia hanyalah tukang tipu yang mahir membual?

Yahh... untuk apa juga aku memikirkan siapa dia. Yang terpenting bagiku saat ini adalah aku harus bertemu dengannya. Mungkin dia membantuku menemukan jalan keluar dari kekacauan yang tak bisa kujelaskan ini.

Aku menarik napas panjang, mengalihkan pandanganku dari jendela yang gelap, tanpa cahaya apapun. Aku menyalakan ponselku, melirik jam yang terpampang jelas, pukul empat dini hari. Aku mengitarkan pandanganku ke seluruh arah, hanya ada satu dua orang yang mengisi gerbong ini dan semuanya masih sibuk terlelap.

Aku tersenyum simpul. Alangkah damainya wajah-wajah yang terlelap itu. Mereka pasti merasa sangat kelelahan dalam perjalanan ini. Kira-kira di mana stasiun akhir mereka nanti? Tempat seperti apa yang sedang mereka tuju dan apa yang sedang mereka cari?

Dalam hidup ini ada banyak hal yang memaksa seseorang untuk menyerah berkali-kali: kehilangan, kehampaan, kesedihan, ketidakberdayaan. Seberat apapun hari yang seseorang lewati, tidur bisa menjadi salah satu cara untuk mengistirahatkan diri sejanak.

Wajah-wajah yang damai itu, aku akan memberikan sebuah hadiah kecil. Aku membuka telapak tanganku, membiarkan cahaya-cahaya kecil berwarna kebiruan itu membebaskan dirinya, menghampiri orang-orang yang sedang terlelap dalam gerbong ini.

Aku bisa melihat orang-orang itu mulai tersenyum. Ya... mereka berhak mendapatkan mimpi indah itu. Dengan begitu, kuharap mereka bisa punya harapan dan semangat baru untuk melanjutkan hidup saat bangun nanti.

"Terasa damai, ya?"

Suara dari arah belakang itu mengejutkanku. Aku mendongak secara spontan, dia berdiri tepat di sana. Menopangkan diri pada kursi yang kududuki sambil tersenyum menatapku. Dia bergerak dari posisinya, berpindah, mengambil posisi di kursi sebelahku. Aku tak bisa melepaskan pandanganku darinya.

"Oh iya, apakah tadi yang kamu lakukan itu semacam sihir?" Tanyanya, sambil menatap telapak tanganya sendiri. Dia bermain-main menirukan gerakkan tanganku. Tunggu dulu! Apakah dia...

"Kamu melihatnya?"

"Iya." Dia menjawabnya dengan suara yang terdengar tenang, seolah itu bukan apa-apa.

"Semuanya?" Tanyaku.

Aku harus memastikannya. Biasa saja dia hanya datang untuk menggertakku. Tidak ada yang bisa melihat rahasiaku tadi, atau lebih tepatnya tidak boleh ada yang mengetahuinya.

"Se-mu-a-nya... Cahayanya benar-benar indah."

"Bagaimana bisa?" Tanyaku, lagi.

"Aku melihatnya begitu saja. Memangnya kenapa? Apakah seharusnya aku tidak melihatnya? Sebentar... apakah ini rahasia? Wahh... ini sangat menarik." Dia tersenyum lebar, terlihat begitu puas dengan kesimpulan yang Ia dapatkan dari reaksiku.

"Jadi... siapa kamu sebenarnya? Ah, atau kebih cocok jika aku tanya kamu itu apa?" Matanya yang bulat itu mengerjap-ngerjap menatapku.

"Aku tidak harus memberitahukan identitasku pada orang yang baru saja kutemui."

"Ah, benar juga." Dia terkekeh.

"Jadi... kenapa kamu harus pergi menemuinya? Orang tanpa nama itu."

Mataku membelalak, "apa maksudm-"

"Kau tahu? Aku sedikit banyak bisa membaca pikiran seseorang." Jawabnya ringan. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun