Dengan langkah pelan di dinginnya udara, dan kaki membeku kami karena terendam air es, kami melangkah pulang bersama ratusan orang lainnya. Kota dilanda kepanikan massal. Sisa-sisa es masih banyak dimana-mana, hujan belum juga mau berhenti. Kereta api, alat transportasi tercepat menjadi tujuan semua orang, namun stasiun yang tahun ini genap berusia 100 tahun penuh dan tidak seorang pun bisa berangkat, karena ternyata semua tujuan tidak beroperasi. Menurut informasi (setelah menonton TV di rumah), ada atap di Southern Cross yang merupakan salah satu stasiun besar, jatuh dan menghalangi rel. Akhirnya kami mengambil
tram (kereta kecil) yang untungnya terlihat lebih ‘tangguh’ menembus medan seperti ini. Meski harus berdiri sepanjang jalan karena penuh sesak, kami bisa sampai di rumah dengan berbasah ria.
KEMBALI KE ARTIKEL