Salah satu aspek penting dalam proses pembuatan peta pikiran adalah asosiasi. Nah, untuk keperluan menjelaskan tentang asosiasi inilah, saya sempat mengambil contoh baliho dua orang yang digadang-gadang akan bertarung secara dahsyat bin sengit pada pemilihan gubernur (pilgub) Sulawesi Selatan di tahun 2013 mendatang.
Baliho dua orang yang saya maksud adalah Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Sulawesi Selatan sekarang, sang incumbent/petahana, serta Ilham Arief Sirajuddin, Walikota Makassar sekarang. Pada tulisan ini, saya menggunakan singkatan SYL untuk Syahrul dan IAS untuk Ilham.
Sebelum membaca lebih jauh, saya ingin Anda mengetahui kenetralan sikap saya kepada dua orang yang ingin menjadi Gubernur Sulsel periode berikutnya ini. Saya bukan pendukung kandidat gubernur manapun. Meski demikian, akan timbul kesan (yang tidak bisa saya hindari) dari tulisan ini yang boleh jadi "menguntungkan" salah satu pihak.
Pada sesi berbagi yang saya ceritakan di atas, saya mencoba mengaitkan materi asosiasi pada peta pikiran dengan spanduk atau baliho SYL dan IAS. Dari umpan balik (feedback) yang saya terima, muncul kesan subyektif pada diri saya bahwa spanduk atau baliho yang menampilkan SYL jauh lebih kuat tertancap dalam benak mereka dibanding dengan milik IAS. Meski harus buru-buru saya tegaskan bahwa hal di atas tidak dapat dijadikan ukuran/patokan untuk menyatakan siapa yang akan menjadi "pemenang" pada pilgub nanti.
Meski banyak faktor yang melingkupi perkara ini, namun "keunggulan" penancapan citra SYL melalui baliho atau atribut tidak lepas dari peran "para pemasar" yang menciptakan (berbagai) desain yang terpampang di berbagai spanduk atau baliho di pinggir jalan raya kota Makassar.
Sepertinya, orang-orang yang saya tanyai di atas alam bawah sadarnya tampak lebih terpangaruh oleh citra (gambar) baliho yang memuat SYL dibanding IAS. Asosiasi warna, gambar, slogan SYL jauh lebih menancap atau mudah diingat (di-recall) dibanding milik IAS. Saya menulis ini lebih karena rasa salut dan penghargaan saya kepada "para pemasar" SYL yang menciptakan berbagai citra tersebut sehingga sukses (dalam skala saya) menancap dalam alam bawah sadar orang yang melihatnya.
Saya menduga, salah satu faktor kesuksesan pencitraan SYL oleh "para pemasarnya" adalah karena citra-citra (baca:gambar) tersebut MEWAKILI/MENGUNGKAPKAN KARAKTER berbagai etnis di Sulawesi Selatan, terkhusus Bugis-Makassar. Ketika awal baliho (berlatar warna dominan hitam) SYL muncul, seorang kawan menyatakan dengan nada antusias bahwa gambar yang tampak pada baliho itu mencerminkan citra sosok SYL yang, salah satunya, pekerja keras. Begitu melihat baliho yang dimaksud, saya pun mengamini pernyataan tersebut sambil menambahkan dalam benak bahwa sejatinya, gambar tersebut hendak berkata bahwa rakyat Sulsel adalah sosok pekerja keras, petarung, dan pantang menyerah, dan SYL-lah yang "mewakili" sosok itu.
Mudah-mudahan interpretasi saya soal citra yang oleh "para pemasar" SYL ingin masyarakat Sulsel tangkap/pahami (pada level alam bawah sadar) tidak keliru. Yang jelas saya salut atas "kejelian" kepada "para pemasar" SYL. Meski demikian tidak berarti citra yang coba dibangun oleh "para pemasar' IAS buruk atau "kurang laku".
Dalam pandangan saya, slogan IAS sendiri sangat mengena dan pas. Bila "para pemasar" IAS mampu menampilkan citra yang lebih variatif (tidak monoton) baik dari segi gambar, warna, desain maupun tata letak fisik spanduk/baliho, maka citra IAS bisa menancap jauh lebih kuat pada alam bawah sadar orang-orang yang melihatnya. Apalagi bila citra-citra tersebut mampu mengkomunikasikan bahwa IAS adalah representasi dari sosok/karakter orang Sulawesi Selatan, maka hasil pertarungan di pemilukada nanti akan jauh lebih mendebarkan.
Dari permukaan, kita mungkin HANYA melihat bahwa yang bertarung pada pilgub mendatang adalah para kandidat gubernur. Namun, bila ingin menyelam lebih dalam, maka akan tampak bahwa pertarungan sesungguhnya juga terjadi antar "para pemasar" (tanpa bermaksud menafikan peran serta pendukung masing-masing kandidat yang berasal dari berbagai latar belakang).
Akhirnya, bagi saya, dan mungkin bagi mayoritas penduduk Sulsel, siapa pun pemenang pilgub nanti, keamanan dan kesejahteraan rakyat tetap menjadi prioritas nomor satu, bukan yang lain.
Makassar, 25 Januari 2012