Bagi seorang muslim, ada hal yang harus diprioritaskan dalam hal penghasilan.
Sesuatu yang diprioritaskan atau diutamakan berkaitan dengan penghasilan adalah keberkahan.
Seorang muslim seyogyanya menempatkan penghasilan yang berberkah sebagai syarat utama dan pertama dalam mencari atau menekuni aktifitas  atau profesi yang menghasilkan uang.
Setelah menetapkan syarat bagi diri sendiri bahwa penghasilan harus berberkah, syarat berikutnya adalah penghasilan harus lebih besar darikebutuhan.
Mengapa keberkahan menjadi prioritas? Apa makna kata "berkah"?
Kata berkah berasal dari bahasa Arab. Kata tersebut memuat makna: tambahan, kebahagiaan, do'a, manfaat, kekal, dan suci (http://ibnuceha.com/?module=articles&c=articles&b=2&a=1). Kata "berkah" juga dimaknai sebagai hadirnya kebaikan dari Allah SWT (http://harisemutapi.blogspot.com/2008/02/konsep-berkah-dalam-islam.html).
"Kebaikan" Allah SWT dapat berupa "tambahan", "kebahagiaan", atau "manfaat" yang bersih (suci) dan hadir terus menerus (kekal).
Penghasilan yang berberkah dapat dimaknai sebagai penghasilan yang nilai kualitasnya (manfaat) jauh melebihi nilai kuantitasnya (jumlah rupiah atau dollar-nya). Kondisi ini juga dipahami dengan "meski nilai rupiah telah habis dibelanjakan atau hilang, namun nilai berkah (manfaat) akan tetap langgeng, atau terus menerus mengalir karena penghasilan yang berberkah hakikatnya adalah kebaikan dari Allah SWT, al-khayr al-Ilahiy".
Oleh karena itu, seorang muslim pertama kali harus memastikan bahwa sumber penghasilannya atau caranya menghasilkan uang adalah sumber atau cara yang tidak melanggar ketentuan syariah. Ia harus benar-benar memeriksa dan memastikan uang yang ia peroleh bukan dari sumber atau cara yang haram.
Kemudian, ia pun harus memeriksa bahwa sumber dan cara memperoleh uang yang ia praktekkan tidak masuk dalam kategorisyubhat. Syubhat adalah sebuah kondisi di mana belum jelasnya status hukum sesuatu: apakah ia halal atau haram. Dalam bahasa awam, sesuatu yang syubhat adalah sesuatu yang samar atau remang-remang status hukumnya. Ada ulama yang memberi status haram namun ada pula yang menghalalkannya.
Dewasa ini ada begitu banyak sumber dan cara menghasilkan uang yang masuk dalam kategori syubhat. Nah, dalam kondisi di mana sumber atau cara Anda menghasilkan uang masuk ke dalam kategori syubhat, apakah sumber atau cara tersebut dapat terus dilanjutkan?
Petunjuk dari Nabi saw menjadi dasar kita untuk bersikap terhadap perkara syubhat ini. Petunjuk tersebut terdapat pada sebuah hadits berikut:
Dari Abi Abdillah An-Nu''man bin Al-Basyir ra berkata, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya adalah masalah yang mutasyabihat. Kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Siapa yang takut (berhati-hati) dari masalah yang syubuhat baginya, maka dia telah terbebas demi agama dan kehormatannya. Sedangkan orang yang jatuh dalam masalah syubuhat, dia jatuh ke dalam perkara yang haram... (HR Bukhari dan Muslim) (http://www.ustsarwat.com/search.php?id=1174213643)
Jadi, jalan terbaik bila kita berhadapan dengan perkara syubhat adalah menghindar atau menjauhinya. Dalam kaitan dengan sumber atau cara menghasilkan, bila ia masuk dalam kategori syubhat, maka tutup sumber penghasilan itu, atau berhenti melakukan/menjalankan/mempraktekkan cara, sistem, atau metode menghasilkan uang tersebut.
Adapun penghasilan yang harus melebihi kebutuhan bukan keinginan akan datang penjelasannya kemudian insya Allah.
Makassar, 05 Desember 2010
Hubungi penulis melalui email muhammad.hamzah@gmail.com untuk bertanya, mengkritik, atau memberi masukan.
Tulisan ini telah dimuat sebelumnya di http://islamsederhana.blogspot.com/2010/12/penghasilan-berberkah-dan-besar.html