Tak banyak orang yang mengetahui bahwa Labbiang punya kembaran yang masih terus melengket di bagian perutnya, kecuali keluarga dekatnya. Kesehariannya dijalaninya dengan penuh kesabaran mencari nafkah dengan bertani. Belakangan dia mencoba peruntungan sebagai pabentor (pengemudi becak motor) . Saat mengemudikan bentornya, kembarannya yang melengket pada bagian perutnya tersebut ditutupinya dengan sarung. Tak ada sedikitpun terbersit dipikirannya untuk memisahkan kembarannya tersebut dengan jalan berobat dan operasi. Tentu selain karena malu diketahui punya ‘kelainan’ seperti itu, Labbiang juga berasal dari keluarga tidak mampu yang untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari saja harus berjuang keras menafkahi keluarganya.