Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dan Dokter di Indonesia

9 Februari 2014   16:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:00 85 0

Slogan “mencegah lebih baik dari pada mengobati” agaknya menjadi abang-abang lambe (manis di bibir-red) saja bagi pemerintah. Pasalnya sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang baru-baru saja di-booming-kan, jika dipelajari lagi masih jauh dari prinsip pencegahan (preventif). Prinsip sederhana dari JKN adalah bagaimana menjaminkan kesehatan pada suatu pihak (kalau di sini Askes Persero menjadi salah satu pihak yang ditunjuk pemerintah sebagai pihak penjamin) sehingga pada satu waktu tertentu, ketika ada salah satu warga yang sakit, ia berhak mengklaim untuk mendapatkan perawatan dengan biaya seminim mungkin. Sehat menjadi tanggung jawab mereka yang menginginkan sehat dan mendapatkan perawatan yang layak dengan membayar sejumlah iuran tertentu. Harapan dari sistem tersebut adalah adanya subsidi silang dari pihak yang tidak mampu dari pihak-pihak yang mampu dalam pembiayaan administrasi rumah sakit. Selain itu, sistem ini diharapkan bisa meningkatkan equity (keadilan) dalam hal pelayanan kesehatan tanpa pandang bulu.

“Tidak boleh menolak pasien!”, “Pasien miskin tidak boleh ditolak”, dan berbagai tagline dalam berita yang sering dikutip dari pernyataan pejabat daerah maupun pusat memberikah harapan yang besar pada masyarakat yang selama ini notabene sedikit termarginalkan karena status miskin ataupun kurang mampu yang disandangnya. Hal tersebut bagaikan oase yang muncul secara tiba-tiba di saat dahaga melanda. Seolah-olah ada malaikat baru yang bernama BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dengan sistemnya yang bernama Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Tak sedikit pihak yang mengritik, namun juga tak sedikit pihak yang mendukung.

Bagaimana kita menyikapinya? Menjadi salah satu pihak yang mendukung atau sebaliknya? Tunggu dulu! Kita sedikit bicarakan ini bersama-sama agar bisa menyimpulkan dan mengambil sikap yang tepat. Jangan terburu-buru dulu untuk menyalahkan satu pihak tertentu. Alangkah bijaknya jika saat ini kita mempelajarinya dulu sebelum menyalahkan dan membenarkan kemudian. Tanpa membahas lebih jauh tentang iuran wajibnya, di sini saya lebih banyak membahas dari sisi tenaga medisnya, yaitu dokter. Saya yakin pembuat kebijakan paham mengenai hal ini, namun di luar itu barangkali tidak banyak yang mengetahui.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun