Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Pilihan

Jangan Bangga Dulu Melabeli Diri Sebagai Pribadi Matre

30 Juni 2014   14:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:10 1475 24
Semalam saya bingung arti harafiah dari kata matre itu apa sih?
Setelah hasil survey saya membaca banyak tulisan blog mengenai definisi matre, maka saya menemukan 3 sudut pandang matre.

1. Banyak yang mengartikan bahwa matre adalah suatu sikap dengan cara pandang bahwa materi itu hal yang prioritas, di atas segalanya.

2. Ada pula yang mengartikan bahwa matre adalah suatu sikap yang memanfaatkan kelebihan materi orang lain untuk memenuhi segala keinginannya.

3. Dan ada pula yang mengatakan bahwa matre adalah suatu sikap dimana menilai orang lain dari sisi kemampuan ekonominya.

Itulah definisi matre dari berbagai sudut pandang, tetapi pada kontek penggunaan istilah itu dalam masyarakat terlebih di kalangan anak muda lebih cenderung ke arti no.2. Jadi sebenarnya artinya akan berbeda tergantung prinsip, cara pandang, tujuan dan kalangan apa yang menggunakannya.

Sedangkan arti matre dalam kamus Bahasa Indonesia memang tidak ada karena yang ada hanya materialistis, materialisme dan materialis, yang artinya adalah suatu sikap, pola pikir, anggapan, yang semuanya dimaknai dengan sifat-sifat kebendaan. Yang bisa tersentuh, dilihat dan dianalisa secara logis.

Nah, saya simpulkan bahwa matre itu merupakan sikap & cara pandang dalam menilai sesuatu dimana yang menjadi tolak ukurnya adalah materi atau kebendaan.

Lalu dalam konteknya sendiri, makin mahal suatu barang maka makin tinggi nilainya. Tapi jika saat kita memakai konsep materialistis, maka kita bisa menilai bahwa nilai suatu barang tidak harus selalu ditentukan dari seberapa besar harganya, tetapi bisa juga seberapa bermanfaaat, artistik dan berkesannya barang itu meski harganya murah, yang tentunya nilainya ditentukan oleh siapa yang memakainya, meski harganya murah tetapi jika barang itu tiba di tangan orang yang membutuhkannya dan menganggap itu memiliki kesan tersendiri karena yang memberikannya adalah orang spesial maka nilai barang itu akan menjadi tinggi, berbeda jika barang yang sama itu tiba di tangan orang yang memang tidak membutuhkannya maka itu tidak akan bernilai tinggi baginya.

Seperti sebuah dress mahal yang seksi akan sangat tinggi nilainya bagi perempuan masyarakat kota, sedangkan itu tidak akan bernilai bagi perempuan desa mengingat cara berpakaian orang desa cenderung tertutup. Atau sebuah hp canggih standar bagi kalangan bawah sudah merupakan sesuatu yang wah, tapi bagi masyarakat ekonomi kelas atas itu hanya barang biasa.

Hanya yang menjadi masalah dan yang tentunya membuat sebagian besar orang resah jika penilaian seperti itu dikaitkan dalam menilai seseorang, apalagi jika yang menjadi tolak ukurnya adalah seberapa besar harga barang yang dimiliki & melekat pada seseorang, dalam hal ini penilaian itu untuk memiliki tujuan khusus dan penilaian model ini menjadi prioritas.

Sebenarnya yang membuat saya cukup tertarik untuk mencari tahu masalah ini adalah ketika semalam saya membaca postingan teman yang sumbernya dari Mario Teguh bahwa perempuan matre itu wajar & sebaiknya harus, kurang lebih seperti itu.

Tapi dalam kontek masyarakat kita sendiri, pengertian matre ya seperti di atas tadi, jadi saya simpulkan bahwa penggunaan kata matre dalam hal memotivasi orang lain sebenarnya kurang tepat apalagi dalam kontek masyarakat kita yang cenderung konsumeristis.

Menurut saya, gunakanlah istilah atau jargon yang sesuai pada konteks masyarakatnya. Pelajari bagaimana paradigma suatu masyarakat, yaitu bagaimana masyarakat itu mengartikan istilah atau jargon itu dalam kontek sehari-hari mereka yang bisa jadi meleset dari arti baiknya, seperti pada ketiga poin di atas. Sehingga sama halnya kita melempar sesuatu yang kotor untuk menjadi bahan konsumsi masyarakat karena maksud mereka dan maksud kita berbeda dalam hal mendefinisikan istilah itu.

Sehingga tak jarang saat ini, banyak perempuan menganggap bahwa matre itu wajar, padahal arti matre dalam konteks masyarakat kita sebenarnya berbeda dari arti sebenarnya. Seperti arti matre pada poin 1 dan 2 di atas jika menjadi prinsip kebanyakan orang maka akan menjadi berbahaya untuk mental suatu bangsa. Sedangkan arti matre pada poin 3 jika tujuannya bahwa kita akan menawarkan proposal pada seseorang atau mempertimbangkan seseorang untuk bisa membantu dalam suatu tujuan bersama dalam hal materi saya rasa tak ada masalah, yang menjadi masalah jika kita tujuannya untuk kepentingan diri sendiri, maka akan berubah artinya menjadi poin 2.

Jadi, inti masalahnya bahwa jika penilaian semacam itu dijadikan tolak ukur untuk mencapai tujuan diri sendiri dan paling parah jika itu menjadi prioritas. Dengan prinsip seperti itu akan merusak mental kita. Jadi, jangan heran banyak koruptor saat ini karena yang menjadi prioritas adalah materi dibanding moralitas.

Memang pada dasarnya kita membutuhkan materi untuk hidup tetapi jika itu menjadi prioritas dibanding hal baik lainnya, maka saat itulah mental kita akan rusak.

Jadi, kalau saya mau mencari pasangan hidup, gak boleh ya saya mengharapkan yang mapan?
Nah, mapan sendiri juga itu bukan berarti hanya mapan dalam segi materi tetapi juga mapan dalam hal attitude. Kalau mindset kita selalunya ada materi maka segala sesuatu akan kita artikan sebagai sesuatu yang berbau materi.

Sudah banyak permasalahan karena berkembangnya paradigma dari penggunaan kata matre yang salah tempat & kaprah. Saya pernah mendengar keluhan teman saya dimana ia dituntut untuk menekuni bidang tertentu karena orangtuanya menganggap bahwa bidang itu akan membuatnya sejahtera dalam hal materi meskipun itu tak sesuai minatnya, alhasil ia tak pernah menekuninya & simpang siur tidak jelas. Paling parah lagi, seorang ibu muda pernah bercerita kepada saya dengan mengatakan bahwa rugi kita jika terlahir sebagai perempuan cantik tetapi tidak dapat suami kaya. Mendengar itu saya hanya menelan ludah tanpa mengomentarinya. Memang iya suaminya kaya tapi jangan tanya hampir tiap hari mereka perang. Belum lagi beberapa teman yang mengeluh bahwa orangtuanya selalu mempermasalahkannya karena pekerjaannya gajinya rendah, dan ia mengatakan bahwa sepertinya orangtua kita memiliki anak untuk diharapkan menjadi mesin pencetak uang. Miris bukan?

Jadi, untuk kontek memotivasi orang lain dengan kontek cara berpikir & hidup masyarakat Indonesia yang cenderung konsumeristis, ada baiknya kata matre itu diganti dengan realistis, sehingga materi bukanlah menjadi prioritas tapi memang diperlukan dalam kadar yang wajar.

Jadi, ketika saya ditanya "Mey, kriteria calon pendampingmi gimana ya?"
Jadi, saya hanya menjawab "cukup dia memiliki kepribadian yang baik dan semangat juang & belajarnya tinggi. Itu saja". Karena orang yang memiliki semangat juang & belajar yang tinggi ditambah dengan kepribadian yang baik tidak akan pernah menjadi orang yang benar-benar miskin. Karena kita memang belum pernah masuk dalam golongan orang miskin jika kita masih kaya hati & mental, meski tidak kaya harta. Saya selalu terinspirasi dari cerita teman saya tentang hidup orangtuanya dulu yang serba kesusahan saat baru menikah tetapi karena semangat juangnya akhirnya mereka bisa hidup sejahtera & saya boleh lihat hasilnya meski mereka berkelimpahan, tetapi saya melihat hasil didikan kepada anaknya sangat bagus, karena teman saya ini suka menolong orang susah & tidak takut hidup dari nol jika seandainya dia menikah nanti. Jadi, orangtuanya memang membangun mental yang baik di dalam keluarganya.

Maka saya tidak pernah bangga ketika saya dilabeli sebagai perempuan matre, sebab saya memang tidak matre tapi saya perempuan yang realistis dimana saya memang butuh uang untuk hidup tapi bukan berarti itu harus banyak baru saya bisa hidup dan menjadi prioritas mengalahkan segala-galanya yang baik. Karena saya tidak mau dianggap sebagai perempuan yang tidak mandiri & penjilat, yang memiliki kebiasaan memanfaatkan kelebihan orang lain demi kepentingan diri sendiri.

Jangan mau harga diri kita dinilai hanya sebatas materi. Karena perbedaan antara matre dan realistis sebenarnya sesuatu yang sangat berbeda. Matre kesannya lebih kepada hal yang berbau materi yang menjadi satu-satunya tolak ukur, sedangkan realistis kesannya bahwa materi bukan satu-satunya tolak ukur dan juga bukan prioritas tapi masih ada hal lain yang juga masuk pertimbangan, bukan sekedar materi saja.

Jadi berhati-hatilah menggunakan kata matre, apalagi untuk memotivasi orang lain, karena bisa jadi itu merusak mental orang lain sebagai orang yang hanya mau menunggu tapi malas berusaha atau berusaha tapi cenderung memprioritaskan keuntungan sehingga tidak mempertimbangkan hak orang lain.

Anak muda harus punya prinsip dan prinsip kita menunjukkan nilai diri kita yang sebenarnya.

Salam revolusi mental.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun