“Tarik tarik....”, ucap seorang anak laki laki seakan memberi komando ke anak laki laki lainnya yang sedang menarik ulur benang berujung layang layang, melayang layang, berkelok kelok lincah di langit.
“Saiki sendal! Disendal cepet!!”, seorangnya lagi seakan tidak mau kalah. Dia bilang tarik saja secara tiba tiba.
“Yah, pedooot...mau kurang kuat sing nyendal ok yo dadi kalah...”, Dan pada akhirnya bercelotehlah lagi anak laki laki lain mencerca kekalahan si anak yang terlihat sedikit kecewa. Layang layangnya tersangkut layang layang yang lain dan putus.
Seperti biasa saya sehabis memberi les bahasa Inggris tambahan, jalan sekitar 100 meter dari gapura tempat dimana saya turun dari angkot. Siang sampai sore hari, anak anak di sekitar daerah suka bermain layang layang. Saya tengok ke atas, 3 sampai 4 layang layang saling beradu di udara.
Pemandangan itu langsung melemparkan ingatan saya ke sekitar 9-10 tahun yang lalu. Sewaktu saya masih duduk di bangku berseragam merah putih.
Kalau anak perempuan seusia itu lagi suka sukanya mainan barbie. Barbienya dimandiin, dikasih lipstik, digendong gendong, terus dikasih baju renda renda warna pink. Atau, mainan boneka serupa teddy bear, atau yang gede gede, juga warna pink. Kalau yang cowok ya dulu musimnya main tamia gitu sama beli lintasannya sekalian nanti saling diadu yang paing cepat punya siapa. Atau mainan kasti, sepak bola, daaaaaaaan layang layangan.
Kalau saya? Layang layangan. Bersama dengan teman teman saya cewek dan juga cowok, kita beli layang layang, lalu dirangkai dengan benang sambil nyanyi,