Dalam tulisan ini, saya akan mengandaikan bahwa tuhan itu memang eksis (sebagaimana diyakini oleh theis), dan bahwa tuhan itu maha kuasa (sebagaimana juga diyakini oleh theis).
Berbicara tentang kamahakuasaan tuhan (sebagaimana diyakini oleh theis), maka kemahakuasaan tuhan tersebut adalah maha di atas segala maha. Theis yakin bahwa tidak ada hal yang tak mampu dilakukan oleh tuhan. Dan bahwa semua kehendak tuhan dalam kemahaannya adalah tidak berkondisi, dalam pengertian tidak tergantung pada sesuatu hal di luar dirinya sendiri.
Hal ini cukup menarik (dan kontradiktif), ketika kita menelaah sebuah kitab suci agama tertentu yang mengajarkan bahwa tuhan memerintahkan manusia berjenis kelamin perempuan untuk menutup bagian tubuh yang disebut sebagai aurat, termasuk bagian rambut, leher, tangan, kaki.
Bagian yang diperbolehkan untuk terlihat (bukan aurat) adalah hanya bagian wajah dan telapak tangan saja.
Kenapa saya sebut hal ini cukup menarik. Simak perlahan-lahan, tidak terburu-buru dan tidak keburu nafsu untuk menyampaikan bantahan. Karena ini adalah bagian dari menjadi kaum berpikir, yang berarti menggunakan otak untuk berpikir, memikirkan sesuatu apa adanya, tidak hanya karena mengimani lantas disamakan dengan berpikir.
Soal menutup aurat, sebagaimana disampaikan dalam ajaran agama tersebut, jelas adalah menggunakan suatu bahan, materi, yang saat ini kita kenal sebagai dengan kain. Artinya bahwa perintah tersebut mengharuskan manusia berjenis kelamin perempuan menutup bagian aurat tersebut dengan menggunakan kain.
Jika dikaji lebih lanjut, maka sesungguhnya kain adalah sesuatu yang diciptakan (INVENTED) oleh manusia, bukan sesuatu yang diciptakan (CREATED) oleh tuhan. Saya menggunakan padanan kata INVENTED untuk sesuatu yang diciptakan/dibuat oleh manusia untuk membedakan kata CREATED yang dimaksudkan diciptakan oleh tuhan.
Agak aneh tentunya bahwa perintah tersebut ternyata secara langsung berkorelasi dengan apa yang diciptakan oleh manusia. Maksudnya, bahwa perintah tuhan tersebut ternyata bergantung pada sesuatu yang diciptakan (INVENTED) oleh manusia. Jika kain tidak pernah diciptakan (INVENTED) oleh manusia, maka perintah tersebut tentu menjadi tidak mungkin bisa ada.
Hal ini juga terjadi pada aturan berpakaian ketika melakukan salah satu ibadah di tanah suci dengan menggunakan kain dua potong. Aturan terkait "kain" ini jelas adalah perintah yang tergantung pada kain yang INVENTED oleh manusia.
Untuk lebih jelasnya, baiknya dibandingkan dengan beberapa perintah yang sifatnya wajib, seperti soal berbersih diri dengan air sebelum sembahyang. Media yang digunakan adalah air yang merupakan sesuatu yang bersumber dari alam, bukan INVENTED oleh manusia. Atau bahkan ketika tidak menemukan air, maka digantikan dengan debu. Debu juga bukan sesuatu yang INVENTED oleh manusia.
Secara logika, adalah sangat mungkin bahwa aturan-aturan yang bergantung pada ada tidaknya sesuatu yang telah INVENTED oleh manusia, adalah bukan benar-benar diturunkan oleh tuhan, tetapi sesungguhnya adalah sesuatu yang ditambahkan/diadakan oleh manusia sendiri.
Sejatinya soal keterlibatan kain dalam kehidupan manusia ini jika dibahas lebih lanjut, juga akan membawa pertanyaan besar terkait pandangan keyakinan setelah kematian, dimana dijelaskan bahwa di akhirat pun manusia masih mengenakan pakaian. Ini tentu saja cukup aneh (jika tidak bisa dianggap menggelikan), bahwa bagaimana mungkin di akhirat terdapat kain yang merupakan sesuatu yang diciptakan (INVENTED) oleh manusia.
Sebuah pemikiran yang patut untuk direnungkan oleh orang-orang yang berpikir.
Apakah anda termasuk kaum yang berpikir? Ataukah anda mengartikan mengimani = berpikir?
---Meyiya Seki