Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Nikmatnya Hidup di Negeri tanpa Aturan

11 Januari 2011   14:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:42 158 0
Jam 01.30  telepon rumah berdering. Dengan rasa berat kuangkat juga.

"Hal....." belum juga selesai sudah terdengar suara dengan nada keras dari penelpon.

"Mas .... ini Mr. Kim merobohkan pagar rumahku dengan mobilnya, tolong mas kesini ... sekarang!"

Ah ... problem apalagi yang dibuat si Korea pengontrak rumahku ini. Aku bergegas bangun dan menuju rumah tetanggaku yang marah ini.

Dan betul juga, beberapa satpam komplek telah berada disana, sementara mobil sewaan Mr. Kim parkir diatas pintu pagar tetanggaku, ya ... parkir diatas pintu pagar yang telah rubuh diterjangnya. Sementara si Kim ternyata ngorok dengan keras di balik stir. Besok paginya aku dan beberapa satpam "menyidang" si Kim. Si Kim mengaku salah karena semalam mabuk berat dari karaoke. Aku menyarankan Kim mengganti kerusakan pintu pagar tetangga. Semalam (mestinya sepagi karena sudah lewat tengah malam) aku sempat membujuk tetangga untuk menyelesaikan masalah itu secara kekeluargaan saja.

"Berapa kira-kira biaya perbaikan pintu ?" tanyaku.

"Bisa sampai sejuta mas ...."

"Ya sudah, besok aku akan bicara dengan Kim"

Hasil sidang Kim setuju mengganti 2 juta atas kerusakan itu. 250 ribu kuberikan satpam, sisanya keberikan tetangga itu yang sebenarnya cuma minta sejuta. Itupun aku yakin sudah dilebihkan, sekarang malah dapat jauh lebih banyak. Tetangga dan satpampun gembira.

Peristiwa seperti itu terulang juga pada pagar tetangga yang lain. Komplek perumahanku yang hampir semua bentuk rumahnya mirip (karena developer melarang merubah tampak depan), menyebabkan Kim yang memang sudah mabuk berat sulit mengenali rumahku yang dikontraknya. Tetapi tetangga sekarang tidak lagi menelponku di pagi buta itu karena sudah tahu "pendapatan" yang akan diperolehnya nanti setelah aku dan satpam menyidang Kim. Bahkan rumornya, tetangga yang belum dirobohkan pagarnya oleh Kim berharap suatu hari akan mendapat "giliran" rejeki.

Kim juga sering juga membuat masalah dan keributan di karaoke. Seperti pada ending cerita pagar, semuanya beres pada akhirnya.

Kim sekarang justru malah berteman dengan Kapolsek dan  Kapolres. Rupanya saat terjadi ribut-ribut di karaoke dan persoalannya sampai polisi, akhirnya semuanya "beres", persis dengan persoalan pagar tetangga.

Kim sekarang tidak lagi ragu berlaku sesukanya. Problem datang, tinggal angkat telepon, ... jelas sipa yang ditelepon ... problempun selesai.

Suatu sore dipinggir lapangan saat istirahat main bola di lapangan komplek, aku duduk disampingnya yang masih bertelanjang dada sambil minum bir.

"Mr. Kim, sebenarnya lebih suka tinggal di Korea atau disini ?. Disini kan banyak masalah melulu".

"Lebih enak disini, di Indonesia dari pada di Korea" jawabnya sambil tertawa.

"Lho... kan disini tempatnya lebih kotor, panas, debu, semrawut ....".

"Ya... ya... itu benar. Tetapi disini semua serba bebas, disini tidak ada aturan, kita bisa apa saja... ha..ha..."

Sejenak kupingku sempat panas mendengar bagian "disini tidak ada aturan" .. enak saja Korea ini menghina negaraku. Aku yakin, sekali tonjok Korea tua ini akan terjerembab kuhantam. Tapi aku penasaran.

"Tidak ada aturan bagaimana Mr. Kim?" tanyaku agak ketus.

"Iya ... semua bisa diatur kalau ada ini ...." katanya sambil menjentikkan jempol dengan telunjuknya " di Korea itu tidak bisa ... ha..ha..."

Tadi hati sempat panas, sekarang aku jadi malah malu.......

Memang benar, negara ini tidak ada aturan, semuanya bisa diatur dengan "ini" ....

Orang asing seperti Kim yang belum setahun tinggal disini (Indonesia, Tangerang) pun sudah mengenal "sakti"nya "ini" yang bisa merubah segala aturan disini, bagaimana dengan anda yang sudah puluhan tinggal dinegeri "ini"?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun