Permakultur, dari kata Permaculture (permanent agriculture), merupakan sebuah konsep perpaduan bertani, berternak, dan sekaligus menjaga kelestarian alam secara berkesinambungan. Permakultur adalah upaya menciptakan integrasi yang hamoni antara manusia dan alam lingkungan sekitarnya yang saling menguntungkan dan berkelanjutan, serta berusaha menghapus sejarah perusakan lingkungan dan penggunaan bahan kimia beracun pada pertanian yang merusak ekosistem. Intinya permakultur berusaha menciptakan keseimbangan dan keadilan bagi semua makhluk dan terus-menerus (sustainable).
Pagar Hidup
Dari banyak cara yang dilakukan dalam berpermakultur-ria , adalah pagar hidup yang menarik perhatian saya. Pagar hidup, dalam bahasa Inggris disebut live fence, tapi ada juga yang menyebut natural fence atau hedgerow. Gagasan pagar hidup sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, yang difungsikan untuk melindungi tanaman dan ternak dari serangan angin, hama, dan binatang pengganggu lainnya.
Pagar hidup sebenarnya lebih mirip pinggiran hutan, bercampur aduk beberapa jenis pohon, semak belukar dan beberapa tanaman lain. Seperti kita ketahui, efek tepi (edge effect) dari area pinggiran hutan adalah selalu mengundang keragaman hayati, seperti burung, serangga, dan binatang mamalia yang membentuk rantai makanan dan dapat dimanfaatkan untuk menciptakan agen pengendali hayati dalam menghadapi musuh alami (hama). Disinilah letak kekuatan pagar hidup, meski terdiri dari unsur-unsur berbeda tapi saling tergantung satu sama lain yang menjadikannya sebuah kekuatan.
Ingat pagar hidup, saya jadi ingat Jokowi. Betapa tidak? Ternyata semua tindakan Jokowi selama ini telah menciptakan pagar hidup bagi dirinya sendiri. Contoh kecil, bila Anda ingin kritik Jokowi, Anda harus bersiap-siap menghadapi pagar hidup Jokowi, yaitu para lover Jokowi. Para lover Jokowi itu terdiri dari bermacam profesi, suku, agama, status, usia, yang bersatu dalam keinginan: kerinduan akan pemimpin yang bersih, berkerja keras dan merakyat.
Beberapa waktu yang lalu, ada kekuatiran akan keselamatan Jokowi yang rentan diserang secara fisik oleh lawan politik. Kekuatiran itu sangat beralasan mengingat elektabilitas Jokowi yang semakin menjulang, yang berkemungkinan memupus harapan para kandidat yang sudah terlanjur berkorban miliaran rupiah.
Namun demikian, kegiatan blusukan Jokowi sedikit banyak telah menciptakan pagar hidup bagi Jokowi untuk melindungi dirinya dari serangan fisik. Hal ini terindikasi dari beberapa kali kasus pencopetan yang menimpa dirinya mampu dicegah oleh orang sekitarnya. Sekalipun, misalnya, nanti si eksikutor mampu melukai Jokowi, jangan berharap sang eksikutor bisa melarikan diri dengan selamat, pagar hidup tidak akan berdiam diri. Apa lagi, dalam beberapa kesempatan Jokowi dilindungi dengan suka rela oleh aparat Kopasus.
Pagar hidup tidak hanya digunakan untuk melindungi diri Jokowi. Konsep pagar hidup juga digunakan untuk melindungi Jakarta dari serangan kaum pendatang. Dengan menempatkan beberapa ‘gula’ di beberapa daerah penyangga Jakarta, diharapkan akan menjadi pagar hidup bagi kota Jakarta dari serangan pendatang, misalnya pemindahan beberapa perusahaan produksi ke beberapa daerah penyangga Jakarta. Seperti kita ketahui perusahaan produksi merupakan salah satu yang banyak merekrut pendatang.
Predator
Dalam ilmu pertanaman, ada jenis tanaman asing atau sering juga disebut sebagai tanaman eksotik, yang ketika muncul di lokasi geografis baru tidak memiliki musuh alami. Ia akan leluasa berkembang dan berkoloni di habitat baru itu tanpa ada gangguan musuh alami. Maka lama-lamaan si pendatang justrus menjadi tanaman pengganggu bagi tanaman lain.Tanaman itu kita sebut sebagai gulma.
Untuk mencegahnya maka diperlukan seorang agen pengendali hayati (predator) yaitu serangga herbivora. Seperti telah tersebut di atas serangga herbivora merupakan bagian dari pagar alami. Nah, ternyata Jokowi telah berteman dengan serangga herbivora yang sangat bermanfaat bagi kota Jakarta, yaitu Ahok,yang mampu membuat para gulma di Tanah Abang kocar kacir. Inilah pagar hidup Jokowi yang lain.
Jadi, bila anda berpikir bahwa kecerdasanlah yang melahirkan pemimpin besar, anda harus berpikir ulang. Jokowi tidak cerdas-cerdas amat, bahkan si Amat lebih cerdas dari Jokowi. Karakter alami Jokowilah yang membentuknya menjadi pemimpin besar dan membumi, bukan yang lain..