Sering menjadi pemikiran , mengapa kalau masuk bulan Ramadhan atau bulan puasa harga barang-barang terutama kebutuhan pokok (pangan) di negeri ini pasti melonjak naik, khususnya Sembako alias Sembilan Bahan Pokok (Beras, gula,minyak, sayur-sayuran dan buah-buahan, daging, gas, minyak tanah, susu dan Garam). Bahkan Kenaikan ini relatif tidak bisa dikendalikan pemerintah. Fenomena ini seolah menjadi rutinitas tahunan setiap kali bulan puasa tiba.
Saat bulan ramadhan, sebulan penuh ummat Islam diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa. Puasa, secara sederhana, adalah menahan makan, minum, dan segala hal yang membatalkan puasa dari fajar hingga matahari terbenam., Yang paling inti adalah tidak makan. Kata “puasa” berasal dari bahasa Sansekerta “Upawasa” ; Upa artinya dekat , Wasa artinya Tuhan, Menurut arti kata puasa berarti mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tahun lalu pernah diskusi di facebook soal harga barang yang selalu naik saat bulan puasa, banyak yang sakit hati membaca status saya karena sindiran . Beberapa bantahan menyatakan kenaikan harga barang dibulan puasa dikarenakan Inflasi (inflasi pasar) . bantahan – bantahan mereka sampai saat ini belum saya terima. Tampaknya bantahan seperti itu hanya sebuah kemunafikan. Didalam teori ilmu ekonomi biasanya harga naik karena permintaan dan konsumsi akan barang-barang tersebut juga bertambah banyak. Dengan berbekal teori itu saya tetap yakin bahwa ada yang salah dalam menjalankan ibadah puasa?.
Menurut ilmu logika disaat puasa tingkat konsumsi jauh berkurang , dari makan 2 piring menjadi 2 sendok nasi. Itu hanya soal konsumsi makan dari 2piring menjadi 2 sendok nasi , belum lagi soal ngemil, minum, rokok, berpakaian dan lain sebagainya. Sang nanang (2012, kompasiana.com) menyatakan “Dengan pola konsumsi makan, minum, merokok, bahkan ngemil camilan yang berkurang, itu berarti kuantitas konsumsi juga berkurang. Konsumsi berkurang, maka anggaran belanja rumah tangga juga akan berkurang” . Dari pernyataan tersebut seharusnya dibulan puasa harga barang turun drastis karena tingkat konsumsi jauh menurun, (mengingat umat muslim terbesar didunia ada di Indonesia yang mencapai 85 % dari jumlah penduduk Indonesia, tahun 2010 berjumlah sekitar 230 juta jiwa dan tahun 2011 berjumlah sekitar 180 juta jiwa ). namun realita menyatakan justru terbalik , terjadi kesenjangan antara 'kenyataan' (dasein) dan “harapan (das sollen). Harga barang yang seharusnya menurun drastis justru sebaliknya harga barang justru melonjak naik. Selain seharusnya masyarakat hidup lebih hemat tetapi kenyataannya semakin boros.
Suatu ketika pernah bertanya kepada teman kerja yang muslim, saya menanyakan soal puasa dan mengapa harga barang selalu naik disaat bulan puasa. Dia dengan lugas menjawab bahwa hal itu terjadi karena dibulan puasa makan lebih mewah dari biasanya.
Jika demikain halnya maka puasa hanyalah pindah jam makan , jadi aneh bin lucu. Hehehe!