Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Larangan Menolak Permintaan

21 November 2012   05:30 Diperbarui: 22 Juli 2015   19:20 1042 1

 

Om Namah Shiva Ya

Adakalanya kita melihat seseorang menolak permintaan orang lain, terutama persoalan sedekah (danam). Terlebih lagi yang meminta adalah pengemis jalanan, tidak tanggung-tanggung pengemis itu hingga diusir dan dimarah-marahi.

Yang menjadi permasalahan, seringkali sang pengemis atau peminta-minta itu ternyata anak buah orang yang sudah mapan atau mungkin anak buah orang kaya. Sehinga kita dihadapkan dengan sebuah dilema, sedangkan agama mengajarkan dilarang menolak permintaan, terlebih lagi permintaan dari fakir miskin sebab hal itu akan menjadikan kita berhutang dalam hidup ini dan di kehidupan selanjutnya.

Rsi Suta berkata:

“Seseorang harus memberikan apa yang diminta oleh orang lain sesuai dengan kemampuannya. Jika sesuatu diminta, dan tidak diberikan maka ia akan berhutang dalam jumlah yang sama pada kelahiran berikutnya” (Siva Purana, Vidyeswara Samitha XIII.78).

Bersedekah sudah merupakan kewajiban manusia dan merupakan kewajiban utama di jaman Kali, Kali Yuga. Bersedekah tidaklah akan menjadikan seseorang miskin. Sedekah juga dikatakan sebagai penebusan dosa, terutama menebus dosa yang dilakukan dengan tidak sengaja akibat kesalahn yang dilakukan dalam bekerja, menjalankan usaha. Di dalam kitab Siva Purana dinyatakan bahwa seorang pedagang (pengusaha) harus menyedekahkan hasil usahanya 6% sebelum ia menikmati hasilnya, seorang petani 10% dari hasil pertaniannya. Percaya atau tidak, Tuhan akan melimpahkan karunia-Nya berlipat-lipat kepada orang-orang yang dermawan dan sebaliknya akan mengambil anugerah yang pernah dilimpahkan dari orang-orang kikir, pelit, baik pelit harta maupun pelit ilmu.

“Berdermalah untuk tujuan yang baik dan jadikanlah kekayaanmu bermanfaat. Kekayaan yang didermakan untuk tujuan luhur tidak pernah hilang. Tuhan Yang Maha Esa memberikan jauh lebih banyak kepada yang mendermakan kekayaan untuk kebaikan bersama“. (Atharwa Veda III.15.6). Kekayaan bukan hanya berupa harta, bahkan kekayaan yang sejati adalah berupa ilmu, terutama pengetahuan tentang Tuhan. Di dalam kitab Canakya Niti Sastra dinyatakan bahwa orang yang tidak berilmu adalah orang miskin meski dia kaya. Bhagavad Gita menyatakan bahwa semua pekerjaan berpusat pada ilmu.

Apabila seseorang memiliki kekayaan berupa ilmu maupun harta, sudah sewajarnya disedekahkan kepada orang lain. Ilmu yang disedekahkan akan menyebar secara berantai. Misalnya pada mulanya diberikan kepada si A, sedangkan si A memberikan kepada orang lain, demikian seterusnya. Sehingga ilmu maupun harta itu menjadi menyebar kepada banyak orang.

Perumpamannya seperti bermain sepak bola. Bola yang ditendang kesana-kemari oleh 22 orang dan diperebutkan untuk mencapai tujuan (gol), dengan cara yang telah ditentukan dalam peraturan persepakbolaan. Dengan cara itu semua pemain bisa merasakan bagaimana menendang bola, mengoper, menyundul, dan lain sebagainya, meski bola itu hanya satu. Tak jauh berbeda dengan uang; dari seorang pengemis uang pindah tangan ke pemilik warung (dibelanjakan), dari pemilik warung pindah ke pengusaha lainnya, dari situ pindah ke petani. Demikian seterusnya. Dengan cara itu kita bisa merasakan memiliki uang.

Sedikit berbeda dengan berderma ilmu atau pengetahuan, sangat unik dan aneh. Apabila pengetahun berpindah dari seorang guru kepada muridnya; pengetahuan yang dimiliki seorang guru tidak akan berkurang, sebaliknya justru semakin matang atau bertambah. Oleh karena itulah jangan takut bersedekah ilmu maupun harta.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun