Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Arza dan Kopi Bibik

7 Desember 2022   11:00 Diperbarui: 8 Desember 2022   15:11 152 3
Ada sesuatu yang menarik dari minuman satu ini. Rasanya, hmm… sulit diungkapkan dengan kata. Aku pertama kali meminumnya ketika usiaku genap 10 tahun, dan yang ku rasakan ingin lagi, lagi, dan lagi. Itu dia secangkir kopi panas nikmat yang selalu menemani hari-hariku terutama di waktu mentari baru tersenyum dari persembunyiannya semalam.
            “Ini Non, kopinya. Hati-hati masih panas!” suara cangkir kopi bergesekan dengan piring kecil, sebuah nada yang indah.
            “Iya Bik, tenang saja. Aku sudah terbiasa.” Kataku sebelum menghirup kopi nikmat di hadapanku. Bibik memandangiku dengan lengkungan bibir yang masih membentuk seutas senyuman hangat. Aku balas memandanginya. Terlihat jelas keriput-keriput yang terdapat pada pelipisnya, rambutnya juga mulai memutih. Aku tersadar telah berapa lama pengorbanan yang Bibik berikan pada ku dan keluargaku.
            “Bibik mau?”
            “Tidak, Non. Terimakasih. Jika Bibik mau Bibik bisa membuatnya nanti di dapur.” Jawabnya tersipu.
            “Ayolah Bik, kemari duduk bersamaku dan nikmati enaknya kopi buatan Bibik ini. Sekaligus kita pandangi kolam ikan yang jernih ini!” seruku mengajak Bibik. Bibik masih menatapku dengan matanya yang sayu lalu mengangguk.
            “Bik… Kenapa kau belum menikah sampai saat ini?” tanyaku polos.
            “Entahlah Non, Bibik mungkin terlalu sayang pada keluarga ini sampai Bibik tidak memikirkan orang lain, bahkan diri Bibik sendiri.”
            “Hmm…” aku masih menghirup kopi yang sisa sedikit itu. Mungkin dengan sekali teguk kopi itu akan langsung habis. Tapi aku menghirupnya pelan-pelan.
Aku berpikir, bagaimana jika Bibik pergi meninggalkan aku. Tidak ada satupun orang di dunia ini—ku rasa—yang dapat membuat kopi senikmat buatan Bibik. Tiba-tiba aku merasa takut, bahkan sangat takut. Kalau-kalau aku tak bisa lagi melihat senyum keriput, pandangan hangat, serta secangkir kopi nikmat ini. Ah…
***
Arza. Pria yang sangat membenci kopi. Bisa dibilang kami sangat bertolak belakang. Arza tidak pernah mengatakan alasan mengapa dia sangat tidak suka pada minuman hitam yang satu ini. Tapi bersamanya, aku bisa merasakan nikmatnya saat aku menghirup kopi. Aneh memang, tapi inilah yang ku rasakan.
Sama seperti kopi, sangat sulit untuk melukiskan rasaku pada Arza. Ada rasa kenyamanan luarbiasa saat dia memandangku. Sorot matanya tajam, seperti mata elang, tapi menurutku lebih indah. Garis wajahnya benar-benar sempurna. Ah! Tapi bukan itu yang membuat degup jantungku selalu hampir melompat ketika berada di dekatnya. Rasa itu datang begitu saja tanpa aku undang apalagi memintanya. Tidak pernah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun