“Uang adalah segalanya!” sebuah ungkapan yang memang benar adanya. Bagaimana jika tidak ada uang? Apakah seseorang akan hidup dengan damai dan tenang? Bagaimana seseorang bisa bertahan hidup tanpa adanya uang? Pada kenyatannya semua orang hidup dan bertahan di dunia karena adanya uang. Mereka bangun pagi-pagi menjalani hari untuk menghasilkan uang. Dalam kehidupan juga tidak lepas dari kegiatan jual beli yang tentunya memerlukan uang.
Seiring dengan peradaban manusia yang terus maju, kegiatan tukar menukar dan jual beli kerap mengalami perubahan. Dari mulai adanya barter atau sistem tukar menukar barang, lalu beralih ke hasil-hasil pertanian sebagai alat pembayaran, seperti kulit, kerang, kopi, dan garam. Hingga akhirnya beralih ke uang logam sekitar tahun 580 sebelum masehi, dan akhirnya menggunakan uang kertas pada 1160. Indonesia sendiri memiliki mata uang resmi pada tahun 1945, beberapa saat setelah proklamasi kemerdeaan tepatnya pada 1 Oktober yang dinamakan Oeang Republik Indonesia (ORI) dan mulai beredar pada tanggal 30 Oktober 1946.
Seiring dengan kemajuan teknologi, dimana semua sudah tersedia melalui internet dan gadget, uang sebagai alat pembayaran-pun juga ikut berubah. Diawali dengan mempunyai mata uang resmi, dilanjutkan dengan munculnya mesin ATM sekitar tahun 1984/1985 oleh Bank Dagang Bali (BDB). Pada awalnya banyak orang yang meragukan adanya ATM sebagai alat penarikan uang, namun seiring berjalannya waktu ATM mulai menjamur di seluruh Indonesia oleh Bank-bank besar Indonesia.
Zaman terus berkembang, inovasi terus ada dan semakin kreatif, hingga muncul sistem pembayaran digital. Dimulai dengan adanya uang elekteronik atau e-money, juga ada e-wallet atau dompet digital, dimana seseorang bisa melakukan pembayaran hanya dengan melalui aplikasi. Sudah banyak aplikasi yang menyediakan pembayaran secara digital. Masyarakat-pun sudah sedikit banyak berdaptasi dengan kemajuan teknologi tersebut, utamanya di kota-kota besar. Banyak tempat yang sudah menyediakan pilihan pembayaran secara digital. Namun dengan banyaknya jenis aplikasi yang menyediakan layanan tersebut, terkadang hal ini menjadi hambatan dalam memaksimalkan usaha cashless di masyarakat guna mempercepat adaptasi terhadap kemajuan teknologi dan mempermudah proses jual beli masyarakat. Kasus umum yang kerap dijumpai masyarakat adalah sebagai berikut:
Mas A ingin membeli kopi di suatu kafe. Dia akan membayar menggunakan aplikasi pembayaran digital yaitu aplikasi “Bayaryuk”, namun kafe tempatnya membeli kopi hanya menyediakan pelayanan pembayaran digital melalui QR Code aplikasi “Yopay” dan “Cashlessyuk”, niat Mas A untuk membayar digital-pun terpaksa harus diurungkan karena perbedaan aplikasi
Nahh, momen-momen seperti inilah yang menjadi hambatan dalam rangka percepatan adaptasi pembayaran digital. Mengapa sangat penting untuk mempercepat proses adaptasi masyarakat dan memaksimalkan kinerja pembayaran digital? Hal ini tak lain karena dengan proses pembayaran yang mudah, kegiatan jual beli masyarakat juga akan lebih maksimal, dan tentunya berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Indonesia bahkan ASEAN.
Dengan adanya hambatan banyaknya jenis aplikasi pembayaran digital, pemerintah meluncurkan inovasi yaitu QRIS. Apa itu QRIS? Ayo pelajari lebih dalam. Mungkin tak sedikit dari masyrakat mengira QRIS sejenis dengan aplikasi-aplikasi pembayaran digital, padahal QRIS itu berbeda!