Akhirnya kita hanya mendengar suara dari orang-orang yang kita percaya. Atau hanya mendengar mereka yang kita lihat sebagai orang berkompeten di bidangnya.
Namun, bagi sebagian orang kompetensi kadang diabaikan juga. Yang terpenting sosoknya yang karismatik, itu sudah lebih dari cukup. Kadang pula seberapa besar nama seseorang jadi pertimbangan. Itu memberi kepercayaan lebih besar untuk didengar.
Kenyataannya, tidak semua orang yang punya nama besar memiliki kompetensi untuk bersuara dengan benar. Mereka punya privilege untuk menyampaikan apa yang mereka anggap benar, meskipun kenyataan tidak selalu seperti itu.
Yang jadi keresahan saya adalah ada sebagian orang yang saya kagumi suaranya. Isi dari kepala mereka sangat baik untuk didengar banyak orang. Akan tetapi, kenyataannya dia tidak punya wadah untuk menyampaikan itu semua.
Dia bukan tokoh terkenal atau public figure. Ketika dia bersuara lewat tulisan di media sosialnya, argumentasinya bagus. Sayang sekali orang itu tidak ter-blow up media. Saya ingin membuat mereka terkenal, tapi apa daya, saya tidak punya kekuatan untuk memperlihatkan opininya naik ke permukaan.
Saya sendiri bukan pusat perhatian yang dikenal banyak orang. Tulisan-tulisan saya pun tidak dibaca banyak orang. Bahkan ketika saya menulis keresahan ini sekalipun, saya skeptis ada orang yang mau mendengar atau menceritakan ulang tentang keresahan saya saat ini.
Saya sering berpikir untuk bisa dikenal banyak orang suatu saat nanti. Saya membayangkan kalau saja saya punya jutaan followers, saya akan lebih mudah menyampaikan apa yang menurut saya benar dan baik.
Beberapa orang juga sadar bahwa kekuatan nama besar seseorang itu berpengaruh apakah orang lain akan memperhatikan suara kita atau tidak. Jika kamu adalah orang lulusan SMA, lalu kamu beropini dengan cukup baik di sebuah mading sekolah, bisa jadi suaramu hanya didengar orang-orang di sekolah yang kebetulan lewat saja.
Jika kamu bernasib baik dan semesta mendukungmu dengan faktor keberuntungan, mungkin keajaiban akan membawamu viral. Opinimu bisa saja tiba-tiba naik karena satu dan lain hal.
Namun, berapa persen kemungkinan itu terjadi? Tidak ada yang tahu. Yang jelas sangat kecil sekali. Dan kita tidak bisa hanya bergantung pada faktor keberuntungan saja, kan?
Jika wajah dan opinimu tidak sering berlalu lalang di televisi dan media, tidak banyak orang mau dan mampu mendengar suaramu. Jadi, sebaik apapun opinimu, jika platform-nya tidak besar, tidak banyak orang yang melihatnya. Suaramu tidak akan terdengar vokal oleh banyak orang.
Saya ingat kata-kata Jack Ma, "Ketika kamu miskin, belum sukses, semua kata kata bijakmu terdengar seperti kentut. Tapi ketika kamu kaya dan sukses, kentutmu terdengar sangat bijak dan menginspirasi."
Walaupun kata-kata Jack Ma konteksnya tentang kesuksesan, tapi saya rasa masih ada hubungannya dengan popularitas seseorang. Namun memang wajar jika yang sukses lebih dipercaya karena orang melihat seberapa besar bukti yang bisa diperlihatkan.
Ini juga yang mungkin sering saya lihat di media massa. Beberapa public figure diundang sebagai daya tarik utama. Artis-artis jadi duta pemerintah, duta lingkungan, duta pariwisata. Atau masuk ke politik, mencalonkan diri menjadi kepala daerah.
Itu semua terjadi karena betapa pentingnya nama besar yang menempel pada diri seseorang. Dan sayang sekali jika nama besar itu malah menyuarakan suara yang salah. Atau misalnya mereka bersuara pada hal-hal yang mereka tidak kuasai, tapi orang lain percaya. Itu yang kemudian bisa jadi fatal.
Tapi saya tahu, sulit mendapat perhatian banyak orang. Sulit membuat seseorang untuk sebentar saja menentukan kita, "Hey, aku lagi ngomong sesuatu yang penting loh! Dengerin bentar dong." Dan di saat bersamaan orang-orang sedang memperhatikan tokoh yang mereka sukai. Tokoh-tokoh yang sesuai dengan preferensi mereka.
Orang yang tak punya popularitas, sekalipun opininya bagus, hanya bisa seperti gemuruh ombak di pantai. Suaranya terdengar keras, tapi tidak punya arti apa-apa. Di anggap ada, tapi sekedar lewat saja.