Komunitas Kretek Jakarta melakukan aksi Terimakasih Tembakau. Aksi ini ditujukan untuk menolak peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang sarat dengan kepentingan asing dan menuntut adanya regulasi pertembakauan yang melindungi industri tembakau. Dalam aksi di Bunderan Hotel Indonesia, Jumat (31/5) siang, sekitar 100 orang yang tediri dari Komunitas Kretek dan Paguyuban Pedagang Asongan Jabodetabek membawa spanduk bertuliskan terima kasihlah pada siapa yang memberi. Dalam hal ini yang dimaksud adalah dari hasil tembakau. Ada pula massa yang membawa peraga bertuliskan tembakau karena telah memberikan 6,1 juta pekerja di industri pabrik rokok dan industri lainnya yang terkait secara langsung, terima kasih tembakau karena telah menjadi bagian dari budaya bangsa, dan lain-lain. Seperti diketahui, keberadaan industri hasil olahan tembakau atau rokok telah memberikan sumbangan besar terhadap pertumbuhan, penyerapan tenaga kerja, maupun pendapatan negara. Industri rokok merupakan satu-satunya industri nasional yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Selain itu, Hari Tanpa Tembakau tidak murni untuk memperjuangkan kesehatan. Peringatan Hari Tanpa Tembakau hanya agenda terselubung dari perusahan rokok asing dengan beragam upaya yang dilakukan perusahaan rokok multinasional untuk menguasai pasar, gudang, dan pabrik rokok di Indonesia. Peringatan Hari Tanpa Tembakaku juga tersembunyi kepentingan besar bisnis perdagangan obat-obat Nicotine Replacement Theraphy (NRT) alias obat-obatan penghenti kebiasaan merokok, seperti permen karet nikotin, koyok, semprot hidung, obat hirup, dan zyban. Isu kesehatan hanyalah kedok bagi kepentingan bisnis untuk memasarkan produk-produk NRT tersebut. Dalam orasinya mereka menyatakan bahwa kretek merupakan produk khas Indonesia yang saat ini terancam, padahal lebih dari satu abad industri tembakau nasional telah memberikan penghidupan  jutaan petani dan bahkan juga buruh tembakau di Indonesia.
tulisan dipublish di sini
KEMBALI KE ARTIKEL