Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Ternyata Tidak Seperti yang Mereka Pikirkan

16 Maret 2015   15:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:34 61 0
Kurang lebih sebulan akhirnya menikmati alunan kota ini dengan segala isinya, menikmati setiap sudut yang ada, menikmati perbincangan dengan orang-orang baru, menikmati segala kondisi dan keadaan yang ada, menikmati pertemanan yang baru, yah semuanya dinikmati meski awalnya cukup dan cukup menyakitkan, apalagi dengan biaya hidup yang serba mahal yang notabene disertai dengan cita rasa yang kurang menyenakkan. Haduh rasanya, nyesek, dah bayar mahal, ga ada rasa, ya sudah lengkap lah sudah. Akhirnya terpaksa nasi diganti dengan roti dan susu maupun teh. Woow, sampai terkadang sudah terbiasa tanpa nasi, serasa seperti orang luar. Akan tetapi, sebulan kemudian, akhirnya bisa makan juga, walaupun di hari minggu, hari dimana semua warung tutup, yah, kembali menjadi rutinitas, nasi ditemani dengan indomie rebus...Karena konon untuk menghargai umat yang melakukan peribadatan di hari minggu.

Yeah...rasa penasaran akan kota ini dengan segala konflik, kekerasan, pelanggaran HAM, tingkat HIV AIDS  yang tertinggi serta HDI (Human Developotment Index) terendah di Indonesia dan stigma negatif dan smua kekayaan alam yang berlimpah, akan tetapi tidak sebanding dengan kondisi masyarakat (sejahtera), sebagaimana di lembaran buku dan perbincangan maupun basa basi yang kerap di tampilkan oleh media menjadi tantangan untuk terjun langsung untuk membedah dan melebarkan sayap ke tempat ini. Disamping itu juga, pelarian dengan segala kota yang telah disinggahi dengan puing-puing kenangan masa lalu membuatku untuk melupakan smua kejadian itu dengan bertolak ke tempat ini, serta frustasi akan kota Jakarta yang sungguh melelahkan dan juga tawaran kerja yang tidak kunjung dipanggil (LSM) membuatku semakin yakin untuk melangkah ke tempat ini.

Tatkala, semua kata per kata bak nasehat yang sungguh mengecewakan datang kepadaku seperti "hey, apakah kamu yakin ke tempat itu, nanti siap-siap aja dimakan orang yah, karena orang disana adalah pemakan manusia". Selain itu, nanti-nanti kamu pulang ke sini (sumatera) jangan menggunakan koteka yah, dan cukup banyak kata-kata yang tentu saja bukan mendukung, akan tetapi membuatku semakin takut dan juga perkataan-perkataan lainnya yang tentu saja menyudutkan kota ini yang bukan saja untuk membangun. Selain itu, karakter masyarakat yang keras dan identik dengan pemabuk. Dan tentu saja yang paling menohok itu ketika itu aku lagi di salah satu mall di kota ini, seorang teman nelpon, hey kamu lagi dimana? aku lagi di mall kataku, dan dia balik bertanya, emangnya ada mall yah disana bukannya hutan, "haduh, heloooo, separah apakah kota ini sampai mereka berpikir seperti itu" pikirku. Mungkin media menjadi salah satu alasan yang kerapkali menampilkan sisi kota ini dengan segala keburukannya,

Anyway, aku sangat respect dengan perkataan mereka karena hal itu meupakan salah satu wujud perhatian mereka kepadaku dan tentunya keputusan itu ada di tanganku. Dan  prinsip "you will never know, if u never try" itu akhirnya membuatku semakin tertantang dan berani untuk melangkah. Walalupun ke tempat ini bukanlah hal yang mudah, karena saya mengingat hamapir saja ketinggalan pesawat dari Jakarta akibat macet yang cukup parah dan cukup membunuhku kala itu, antara tiket hangus atau tidak. Akan tetapi, waktu yang tepat, dan tergesa-gesa, pihak admin menelepon awak pesawat untuk menunggu penumpang yang baru saja tiba, Akhirnya, bisa bernafas juga setelah sampai di bandara Sentasi, dalam hati "welcome my world" tepatnya jan 6.00 WIT.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun