Setya Novanto, anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, diduga terlibat dalam kasus pertambangan di Riung, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ada indikasi ia berada di balik perusahan tambang pasir besi PT Laki Tangguh, yang beberapa waktu lalu dilapor ke Mabes Polri di Jakarta karena dugaan tindak pidana.
Tabir yang mengarah pada keterlibatan Setya, terbuka setelah Forum Pemuda NTT Penggerak Keadilan dan Perdamaian (Formadda NTT) menyampaikan laporan ke Mabes Polri yang menangani Tindak Pidana Pertambangan pada 20 September 2013 tentang konflik tambang di Riung yang juga menyeret Bupati Ngada Marianus Sae.
Menurut Hendrikus Hali Atagoran, Ketua Divisi Politik, Hukum dan HAM Formadda, informasi yang dihimpun Formadda menyebutkan, PT Laki Tangguh masuk pertama kali ke Riung dengan membawa nama bendera Novanto Center, lembaga milik Setya dan membujuk masyarakat melalui pembagian sembako, beasiswa untuk beberapa anak, hand tractor, uang tunai, makanan tambahan dan sunatan masal.
“Sebagian besar masyarakat menolak bantuan ini, kecuali beberapa orang yang pro tambang dan pekerja tambang. Diduga kuat, PT. Laki Tangguh ada hubungan dengan Setya Novanto” jelas Hendrikus, Rabu, 25 September 2013.
Sejumlah kejanggalan yang dilakukan oleh PT Laki Tangguh dan Bupati Ngada antara lain, manipulasi waktu penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Berdasarkan surat permohonan IUP Eksplorasi bernomor 011/LTI/IV/2011, tercatat tanggal 12 April 2011. Sedangkan Bupati Ngada mengeluarkan IUP Eksplorasi Nomor 82/KEP/DESDM/2010 pada tanggal 25 Oktober 2010. Itu artinya ada keanehan dalam hal waktu permohanan dan penerbitan izin.
Selain itu, menurut Hendrikus, dari segi lokasi, dalam SK Bupati Ngada tentang IUP Eksplorasi, lokasi pertambangan terdiri atas 2 blok, yakni blok 1 di Desa Sambinasi Kecamatan Riung dan blok 2 di Desa Lengkosambi, Kecamatan Bajawa.
“Fakta yang sesungguhnya, lokasi blok 1 bukan di Desa Sambinasi, tetapi di Desa Latung, Kecamatan Riung tempat PT Laki Tangguh Indonesia saat ini beraktivitas. Sedangkan blok 2 terletak di Desa Lengkosambi, Kecamatan Riung, jadi bukan di Kecamatan Bajawa”.
Berdasarkan fakta ini, kata Hendrik, Bupati Marianus dan PT Laki Tangguh telah melakukan manipulasi dan penipuan publik.
Sejumlah kejanggalan ini juga diperparah oleh dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Bupati Ngada dan PT Laki Tangguh.
PT Laki Tangguh, melakukan aktivitas pertambangan tanpa kajian AMDAL dan hampir sebagian besar lokasi pertambangan ini berada di kawasan Hutan Lindung (HL) RTK 142 dengan SK Penunjukkan Menteri Kehutanan Nomor 89/Kpts/-II/1983 tanggal 2 Desember 1983 dan Kawasan CA Taman Wisata Alam Taman Laut 17 Pulau Riung dengan SK Penunjukkan tanggal 15 Juni 1999.
Mengapa Memeriksa Setya?
Indikasi pelanggaran hukum dalam kasus ini sangat jelas. Selain melanggar UU Kehutanan nomor 41 tahun 1999 Pasal 24, Pasal 38 ayat 3, Pasal 50 ayat 3 huruf g, Pasal 76 ayat 6, yang mengatur pemanfaatan kawasan hutan dengan pengecualian untuk daerah cagar alam dan hutan lindung, tambang itu juga melanggar UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara Pasal 134 yang tidak mengizinkan pertambangan pada tempat yang dilarang.
Tambang ini juga melanggar Pasal 135 yang mengatur bahwa pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah.
Tensi dalam kasus tambang ini meninggi, karena warga setempat terus menyatakan penolakan. Mereka sadar, tambang tak mendatangkan untung.
Di tengah situasi demikian, memang aneh, bagaimana mungkin Bupati Ngada bisa berani memuluskan kehendak PT Laki Tangguh. Logisnya, keberanian Bupati Ngada, muncul karena ada invisible hand yang menyetir dan mendorongnya.
Temuan Formadda soal dugaan keterlibatan Setya, membuka teka teki terhadap pertanyaan, siapa yang membekingi PT Laki Tangguh.
Hasil penyelidikan hukum atas kasus ini, bisa jadi tidak akan menemukan keterlibatan Setya, namun, indikasi yang ada, harus bisa dimaksimalkan oleh penegakan hukum untuk bisa menelusuri perannya dalam kasus ini.
Setya adalah anggota DPR RI yang mewakili NTT selama 4 periode (1995-2014). Dalam Pemilu Legilstif 2014 nanti, ia tercatat maju lagi sebagai calon dari Dapil II NTT yang meliputi Pulau Timor, Rote, Alor, Sabu, dan Sumba.
Mengusut keterlibatan Setya amat penting, karena seharusnya, sebagai wakil rakyat, selain membawa aspirasi warga NTT, minimal ia tidak menghadirkan persoalan untuk NTT.
Keterlibatan politisi kelahiran Bandung, 12 November 1954 ini dalam sejumlah kasus korupsi mesti menjadi catatan penting untuk penegak hukum.
Hingga kini, ia masih disebut-sebut terlibat dalam kasus suap anggaran PON 2012 di Riau. Menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, Setya diduga sebagai orang yang mempunyai peran penting dalam mengatur aliran dana ke anggota Komisi Olahraga DPR untuk memuluskan pencairan anggaran PON di APBN. Namun, ia selalu menampik keterlibatannya dalam kasus ini.
Predikat sebagai politikus sekaligus pengusaha sukses, nama Setya bukan baru kali ini dikaitkan dengan sejumlah kasus.
Pada 1999 misalnya, bersama Djoko S. Tjandra, Setya ditetapkan sebagai tersangka kasus pengalihan hak tagih Bank Bali. Kasus ini meletup setelah Bank Bali mentransfer dana Rp 500 miliar lebih kepada PT Era Giat Prima, milik Setya, Djoko, dan Cahyadi Kumala. Tapi, hingga kini, kasus tersebut tak jelas ujungnya.
Pada 2010, nama Setya juga tersangkut kasus penyelundupan beras dari Vietnam sebanyak 60 ribu ton. Dan, pada 2006, ia disebut terlibat penyelundupan limbah beracun (B3) di Batam.
Jejak Setya juga disebut dalam kisruh tender KTP elektronik (e-KTP). Namun ia selalu tak tersentuh.
Salah satu orang dekatnya yang menjadi narasumber anonim Majalah Tempo pernah mengaku, Setya selalu lolos karena kelihaiannya merangkul sejumlah kalangan, mulai dari politikus, pebisnis, hingga polisi dan kejaksaan. (BoniHargens.Com)