kau datang dengan jingga yang hangat,
membawa janji yang tak pernah tamat,
tapi mengapa rasa ini terasa pekat?
Di ufuk barat,
matahari perlahan tenggelam,
seperti kisah kita yang perlahan karam,
tanpa kata, tanpa salam.
Angin sore menyapa rindu,
membelai luka yang masih kelu,
entah mengapa aku masih terpaku,
pada bayangmu yang tak pernah jemu.
Senja,
kau saksi bisu perihnya hati,
mengapa cinta harus pergi,
tanpa alasan yang bisa dimengerti?
Aku hanya ingin bertanya,
pada langit yang mulai gelap,
apakah ini takdir yang tetap,
atau hanya ujian dari semesta yang gagap?
Maka biarlah,
aku menitipkan air mata ini,
pada lembayung yang pergi,
bersama senja, yang tak lagi berarti.