Oleh : Melinda Harumsah, S.E
Luka merupakan cedera serius, terutama luka dalam pada kulit. Namun, hal-hal seperti harga diri dan perasaan juga dapat terluka.
Terluka nya tubuh, mungkin dapat disembuhkan. Tapi, terlukanya hati, akan sulit untuk disembuhkan.
Yup,
Pada dasarnya manusia memiliki "baqo" atau hak untuk mempertahankan diri. Sebagaimana, ketika ia merasa terganggu, gharizah nya akan naik, tingkat perasaan nya akan bergejolak. Upaya dalam mempertahankan diri nya akan memuncak. Itulah mengapa fitrah nya manusia yang Allah karuniakan dengan kelebihan memiliki hati.Â
Bicara tentang hati, berarti bicara soal perasaan. Maka wajar jika ada orang yang sangat sulit untuk merubah ego nya, karena dari munculnya ego itu yang berasal dari "baqo" nya manusia.
Tingkat mempertahankan diri manusia berbeda-beda, jika ia disakiti perasaan nya, ada yang sembuh dengan jangka waktu yang pendek, ada pula dengan waktu yang panjang.
Keikhlasan batin seseorang, berbeda pula kondisinya. Namun, hal yang perlu kita sadari bahwa terjadinya luka lisan lebih menyakitkan daripada luka tubuh.
Tentang pepatah "mulutmu harimaumu" menggambarkan bahwa ucapan yang keluar dari lisan itu sangan menakutkan.
Lisan ibarat pedang bermata dua, artinya ucapan yang kita keluarkan bisa menimbulkan kebaikan, dan juga bisa memberikan kejahatan atau perkataan menyakitkan.
Luka karena pisau yang tajam lebih mudah sembuh, dibandingkan luka karena tajamnya lisan. Maka berhati-hatilah dengan perkataan dan perbuatan, jika sudah melukai hati seseorang, bagaikan sebuah paku yang menancap pada kayu, walaupun sudah dicabut tetap meninggalkan bekas.
Sebagaimana dalam hadist menjelaskan : "Wahai Rasulullah, ada seorang wanita yang terkenal dengan banyak shalat, puasa dan sedekah, hanya saja ia menyakiti tetangganya dengan lisannya. Maka beliau bersabda : "DIA DI NERAKA." (Hadits Riwayat. Ahmad : 9298)
Maka dari itu, keselamatan manusia tergantung pada kemampuan menjaga lisan. Â Jika engkau ingin hatimu menjadi baik, maka minta tolonglah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam menjaga lisan.
Apabila seseorang dihina dan dijatuhkan martabatnya, biasanya dendamnya sulit hilang dibanding rasa sakit mereka ketika disakiti fisiknya.
Karena lidah seseorang akan menggambarkan bagaimana hatinya. (Ibnu Qayyim)
Sejatinya kita tak perlu repot memikirkan dan menanggapi celaan atau cacian seseorang. Karena yang akan dihisab kelak adalah yang menyakiti kita.
Jangan sampai kita menjadi orang yang menyakiti sesama. Karena kelak kehidupan kita tidak akan mendatangkan keberkahan nantinya.
Mulai sekarang, jagalah lisan dan janganlah mengucapkan perkataan yang engkau sendiripun, tak suka jika orang lain mengungkapnya kepadamu.
Hiburlah hatimu, siramlah ia dengan percikan hikmah, seperti halnya fisik, hati juga merasakan letih.
Dengan begitu, kita dapat memanage perasaan diri kita sendiri, agar kondisi perasaan kita tetap stabil dan dapat menjaga kewarasaan dengan benteng iman yang kuat.
Walahu'alambisshoab