Oleh : Melinda Harumsah, S.E
Bicara tentang lisan, berarti bicara soal isi hati. Ya, lisan bisa lebih tajam daripada pedang.
Ada Pepatah mengatakan bahwa "lidah lebih tajam dari pedang" mengandung makna bahwa kata-kata yang diucapkan dapat memberikan dampak yang lebih besar, bahkan bisa membunuh seseorang secara fisik, mental, atau jiwa. Â
Oleh karena itu, penting untuk menjaga lisan agar tidak melukai orang lain.
Kerap kali problematika kehidupan terjadi, berawal dari ucapan seseorang yang menyinggung perasaan dan hati. Luka yang disebabkan ucapan justru lebih membahayakan daripada sayatan pedang.
Ketika lisan melukai orang, lebih tajam, lebih mendalam. Luka sebab pedang, sebab senjata mungkin satu bulan, dua bulan, tiga bulan sembuh. Tapi luka karena lisan, lukanya hati karena ucapan, bisa setahun bisa dua tahun enggak sembuh-sembuh.
Seperti gelas kaca yang pecah, saat kita coba bentuk kembali gelas itu, sampai kapanpun tidak akan pernah kembali membentuk sempurna seperti awal.
Begitu juga dengan hati. Apabila tersakiti dengan lisan, maka akan membekas walaupun diobati dengan kata "maaf".
Kertas yang lembut, rapih, wangi, jika kita remas-remas akan meninggalkan bekas yang kasut, lecek pada kertas. Bagaimana dengan hati, yang awalnya bersih terus dinodai, maka akan meninggalkan kotoran bekasnya.
Betapa banyaknya gambaran-gambaran tentang perasaan dan memahami fitrah seseorang. Yang harus kita hargai dan jaga, agar tidak menimbulkan perdebatan, pertengkaran, permusuhan dan lain sebagainya. Jangan sampai "mulutmu harimaumu" menjadi kebiasaan mengeluarkan perkataan-perkataan yang tidak baik dan tidak enak didengar.
Dari semua anggota tubuh saling memengaruhi manusia untuk mendorong melakukan perbuatan. Baik tercela maupun terpuji. Dan mulutlah yang akan menjadi kunci atas kehendak anggota tubuh tersebut. Melakukan atau sebaliknya.
Jikalau setiap hari kita ini tidak merasa bahwa lisan kita 'didemo'. Siapa yang 'demo'? Ya anggota tubuh kita sendiri selain lisan. Maksudnya, lisan kita ini didemo oleh anggota tubuh yang lain, karena lisan ini yang pegang bendera, lisan ini yang menjadi penentu. Baik dan tidaknya anggota tubuh kita apa kata lisan.
Segingga mulut tidak selalu mengatakan apa yang sesungguhnya. Karena, bisa jadi ucapannya itu tidak selaras dengan fakta yang sebenarnya. Jadi mulut tidak bisa menjadi tolok ukur atau alat kepercayaan satu-satunya untuk bisa mengungkap sebuah fakta.
Sehingga nanti di akhirat, yang nyerocos itu bukan mulut, mulut sudah dikunci, lalu anggota lain yang berbicara.
Didalam Islam konsep "Lisan" dalam psikologi mengajarkan bahwa merupakan cerminan hati.
Terhadap ucapan yang negatif menunjukan hati yang kurang bersih. Bercandaan negatif dapat mengotori hati, baik pelaku maupun korban.
Keterkaitan ucapan dan jiwa (Ruhiyah) dalam psikologi Islam, bercanda negatif dapat melemahkan Ruhiyah seseorang, baik melalui dosa akibat menyakiti hati seorang atau (membully) orang lain, maka akan hilang keberkahan itu, dari lisan yang tidak terjaga.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menjaga lisan:
Berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara. Menggunakan lisan untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti berdzikir kepada Allah, membaca Al-Qur'an, dan berbicara kebaikan lainnya . Tidak sembarangan saat berbicara. Tidak berdusta. Membuat status di media sosial yang tidak menyinggung orang lain
Karena dalam Islam, lisan memiliki kedudukan yang tinggi dan bisa menjadi pembawa kekafiran. Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam".
Walahu'alambisshoab