Oleh : Melinda Harumsah, S.E
Pentingnya kekuasaan negara merupakan kekuatan yang memaksa terlaksananya kehidupan bernegara secara tertib dan harmonis sesuai aturan yang berlaku.
Sehingga tanpa adanya kekuasaan negara, maka kehidupan yang tertib dan harmonis sulit tercapai dan bisa berakibat pada terhambatnya pembangunan nasional.
Seperti pendapat dari Max Weber menjelaskan bahawa, kekuasaan merupakan kesempatan individu atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan tertentu.
Namun, selalu disayangkan. Bahwa proses dalam menempati kekuasaan, sering terjadi adanya politik uang.
Kenapa hal itu bisa terjadi?
Lantaran ketidakadilan itu dinormalisasikan oleh segelintir orang.
Sehingga korban menganggap hal tersebut sudah menjadi kebiasaan yang lumrah, keadaan yang masif dan tidak lagi memikirkan tentang kerugiannya.
Contoh-contoh apa saja yang sering terjadi dalam politik uang, yaitu diantaranya seperti :
1. Proses penerimaan kerja
2. Proses PEMILU (pemilihan umum). PILKADA (pemilihan kepala daerah). PILEG (pemilihan legislatif). PILPRES (pemilihan presiden) dan sejenisnya.
Sayang seribu sayang, bahwa hukum dinegri kita tidak bisa memberikan hukuman yang membuat jera terhadap pelaku.
Dilematis calon pelamar mengenai "Sogok menyogok atau kehilangan peluang?" tidak akan lenyap seketika.
Sehingga dengan mengadopsi nilai-nilai integritas dan etika yang kuat, calon karyawan akan memiliki nilai yang lebih baik dalam jangka waktu tertentu.
Kemudian dapat membangun karir berkelanjutan dengan kepribadian yang lebih baik. Untuk Indonesia, penerapan nilai integritas dan kejujuran di dunia kerja akan berkontribusi pada pengembangan bisnis yang berkelanjutan, produktif, dan lebih baik.
Faktanya segelintir pelaku bisnis yang memahami bahwa membangun bisnis yang berkelanjutan membutuhkan transparansi, integritas, dan kejujuran.
Tetapi tak hanya untuk memenuhi nilai-nilai moral dan sosial, tetapi juga penting dalam menciptakan bisnis yang sukses dan berkelanjutan.
Lalu perusahaan yang memiliki budaya integritas yang baik, akan mengevaluasi kinerja karyawan berdasarkan kemampuan kerja dan prestasi, bukan karena hubungan atau sumber daya finansial.
Walaupun praktik "sogok menyogok" dianggap merugikan korban, tetapi permasalahan itu masih tetap terjadi di Indonesia.
Sehingga pelamar kerja yang tidak terbiasa dengan praktik tersebut mungkin merasa terpaksa untuk mengikuti praktik ini agar tidak kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.
Terlepas dari kegiatan politik uang di dunia kerja, kini ada yang lebih serius tentang politik uang dalam Pemilihan umum yang di lakukan oleh segelintir pejabat.
Dengan diiming-imingi uang, janji manis hingga hadiah syurga, menjadikan korban terperangkap dalam politik nya.
Hal tersebut terjadi ketika sebelum pencoblosan, seperti kegiatan kampanye dengan memberikan sejumlah uang dari kandidat untuk masyarakat.
Ironisnya kegiatan pemilihan umum bukan lagi sebagai ajang, pemilihan pemimpin yang diharapkan rakyat. Tapi menjadi keterpaksaan yang dipilih rakyat.
Masyarakat terbiasa menerima politik uang, sehingga jika tidak diberi uang, masyarakat enggan untuk datang ke TPU (Tempat Pemilihan Umum) lantaran tidak ada yang memberinya uang.
Jika politik uang ini ditiadakan dan menjadi kebiasaan, maka tidak ada lagi yang saling merugikan, keadilan menjadi tegak dan adanya pemimpin yang berkualitas.
Seperti dalam kepemimpinan Islam menggambarkan, bahwa proses memilih pemimpin memiliki mekanisme yang praktis dan hemat biaya.
Lantaran, kepala daerah (Wali dan Amil) ditetapkan sengan penunjukan Khilafah sesuai dengan kebutuhan Khilafah
Pemimpin Islam akan memilih individu yang amanah, berintegritas dan memiliki kapabilitas.
Dengan kepemimpinan yang tepat dan menerapkan hukum syariat, sehingga rakyat akan diurus dengan baik dan hidup sejahtera.
Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 58)
Walahu'alambisshoab