Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Sang Peminta

9 Februari 2021   07:52 Diperbarui: 9 Februari 2021   07:57 177 3
"Wah, bunganya banyak sekali mbak Rina!" ungkap Santi tetangga sebelah Rina sewaktu berkunjung ke rumahnya.

"Boleh, minta sedikit, Mbak?" tanyanya sambil memegang aglonema merah.

"Mbak Santi mau yang mana?" tanya Rina.

"Ini lo, Mbak," jawab Santi.

"Oh, kalau yang itu saya baru punya satu, Mbak," ungkap Rina.

Sebenarnya Rina tidak pernah mempermasalahkan siapa pun meminta tanamannya. Dia baru akan memberikan tanamannya jika sudah ada tiga atau lebih anakan dari tanaman itu.

"Oh, jadi tidak boleh ya, Mbak." ungkap Santi dengan senyum yang terpaksa.

"Nanti ya, Mbak. Insya Allah kalau sudah ada anakannya

Rumah Santi dan Rina dipisah dengan tiga rumah saja. Rina memang suka menanam. Hampir semua jenis tanaman ada di rumahnya. Sepintas pintu rumahnya tidak tampak dari jalan. Rumah Rina sudah tertutupi oleh berbagai tanaman.

Kesukaan Rina pada tanaman dimulai saat dia melihat bunga anggrek yang bermekaran di batang pohon lamtoro samping rumahnya. Mas Budi, suaminya Rina memanjat pohon itu dan meletakkan anggrek merpati di depan rumahnya. Rina sangat senang saat serumpun anggrek itu berbunga, harumnya semerbak tercium sampai ke dalam rumah.

Sejak saat itu, Rina terus menambah koleksi anggreknya. Anggrek-anggrek itu didapatnya dari ngebolang ke kebun dan ada yang sengaja dibelinya di pedagang online. Namun, Rina tidak pernah membeli anggrek dengan harga yang mahal. Dia masih memikirkan kebutuhan yang bisa dipenuhi dari uang itu.

***
"Maaf Mbak, begonia yang ini bagus ya. Ada tiga itu, boleh bagi satu, Mbak?" tanya Santi keesokan harinya. Rina ingat dengan ucapannya kemarin lalu mengambil satu polibag begonia untuk Santi.

"Terima kasih ya, Mbak." ucap Santi sambil memegang aglonema yang bercorak hijau putih.

"Yang ini juga boleh, Mbak?" tanya Santi kembali.

"Boleh, Mbak." ucap Rina sambil menarik polibag aglonema di barisannya.

"Wah, asyik nih! Bertambah koleksi saya. Terima kasih ya, Mbak," ucapnya. Rina menjawab dengan perasaan jengkel. Sebenarnya tanaman-tanaman yang diminta Santi itu baru saja dipisahkannya. Mungkin belum ada akarnya, tetapi Rina tidak bisa menolak jika ada yang meminta kepadanya.

Santi pulang dengan senyuman yang terkembang. Dengan melambai, dia melangkahkan kakinya tanpa memikirkan perasaan Rina. Di ujung jalan, Rina termanggu melihat Santi dengan sifatnya.

***
Suatu ketika Rina mampir ke rumah Santi karena dia harus menyerahkan undangan pengajian akbar dari mushola.
"Mbak Santi, pengajian nanti kita bareng ya," ucap Rina.

Santi membuka undangan berkertas HVS biru itu.
"Oh, iya Mbak. Nanti saya ampiri," ucapnya.

Di depan rumah Santi banyak sekali tanaman yang berjejer rapi di teras dan pinggir pagar. Ada yang ditanam di pot dan ada yang ditanam di polibag sedang.
"Bunganya bagus-bagus ya, Mbak. Ternyata koleksi jenis aglonema punya Mbak lebih banyak dari saya." ucap Rina.

"Nah, yang seperti ini saya belum ada. Ini juga," ujar Rina melirik dan menunjuk ke beberapa tanamannya Santi.

Sebenarnya Rina tertarik dengan satu aglonema yang di sana, tetapi keinginannya pupus. Itu karena Rina tidak terbiasa meminta sesuatu kepada orang lain. Santi pun tidak mengerti arah pembicaraan Rina yang begitu menjurus. Rina pulang dengan keinginan yang masih ada di hatinya.

***

"Ayah tahu tidak, ternyata tanamannya Santi banyak juga. Ada aglonema yang Ibu incar."

"Ibu tidak minta sama Santi?" tanya suami Rina yang melirik sebentar ke arah istrinya.

"Ibu tidak berani minta, Ayah," jawab Rina menyesal.

"Berarti belum rezeki Ibu itu. Sabar saja, insya Allah incaran Ibu pasti dapat," jawab suaminya. Rina terdiam. Mungkin benar, dia belum saatnya mendapatkan aglonema incarannya.

Sote harinya, Bu Luna, seorang tetangga Rina datang ke rumahnya untuk mencari bunga.
"Mbak Rina, yang ini berapa ya harganya?" tanya Luna.

"Oh, yang itu. Kalau Ibu mau, ambil saja. Saya masih ada banyak di sana." tunjuk Rina pada tanaman di pojok rumah.

"Wah, yang ini bagus-bagus dan subur sekali ya, Bu. Kemarin saya beli di tempat bu Santi sepolibag ini lima puluh ribu lo, Mbak," jelas bu Luna.

Rina kaget karena tanaman yang dikatakan oleh bu Luna itu sebenarnya berasal dari rumahnya.
"Iya, Bu. Di rumah bu Santi baru  satu. Jadi, saya ambil saja. Sebenarnya saya butuh satu lagi untuk Ibu saja." jelas bu Luna kembali.

"Oh, kalau Ibu mau, ambil saja, Bu," ucap Rina. Rina tidak habis pikir tanaman yang diminta Santi, ternyata dijual. Rina menggeleng.

Rina mau marah, tetapi dia tidak berhak memarahi Santi. Karena barang yang sudah diberikan ke orang lain, sepenuhnya adalah milik orang itu. Jadi, terserah mau diapakan barang itu oleh pemilik yang baru.

***
Setelah masuk dari kantor dan duduk di kursi tamu, mas Budi tersenyum kepada Rina.
"Ibu, Ayah punya hadiah untuk Ibu." ucap suami Rina. Rina menyadari bahwa di belakang tubuh suaminya ada sesuatu yang sengaja disembunyikan. Rina mencoba mencari tahu rahasia apa yang tersimpan di balik tubuh suaminya.
"Ih, Ayah! Ayo, apa?" tanya Rina sudah mulai gemas.

"Tunggu sebentar dong, Bu. Buatkan Ayah minum plus camilan. Nanti kita tukeran. Mau?" ucap suami Rina sambil tersenyum simpul. Rina semakin geram.

Dengan wajah cemberut, Rina ke dapur. Dibuatkan segelas teh hangat dan beberapa potong roti di piring.
"Ayo, Ibu sudah buatkan teh dan sediakan camilan. Hadiahnya mana?" renggek Rina.

Tadaaa!
Satu pot aglonema lipstik yang merah merona membuat mata Rina berkaca. Aglonema yang dilihatnya tempo hari di rumah Santi ternyata ada di hadapan Rina.

"Masya Allah! Ayah bikin jantung Ibu dag-dig-dug! Bikin tambah sayang sama ... aglonemanya," ucap Rina senyum-senyum sendiri dan berlari membawa aglonema itu. Kali ini suaminya yang gemas.

"Nah, kan Bu. Apa yang Ayah bilang tempo hari. Ini yang namanya rezeki untuk Ibu."

"Pokoknya, aglonemanya mau Ibu umpeti, biar tidak diminta Santi!"

"Kok, jadi pelit sih, Bu?"

"Lah iya. Dia minta dengan kita, eh tahunya buat dijual lagi!" Nada bicara Rina masih terdengar kesal.

"Dah, buang rasa kesalnya. Nanti tidak dapat pahala lo. Begini saja, mulai besok kita buat tulisan di depan rumah 'Depot Bunga'. Jadi, tidak akan ada dusta di antara kita. Bagaimana usulan Ayah? Keren kan?" tanya suami Rina.

"Oke, usulan diterima. Itu menyelamatkan Ibu, Ayah."

"Maksudnya selamat dari apa, Bu?"

"Selamat dari rasa tidak ikhlas jika dimintai. Selamat juga dari pengincar bunga yang selalu meminta," tawa Rina.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun