Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Cerita Rakyat si Pahit Lidah dalam Sebuah Opini

10 Januari 2021   12:31 Diperbarui: 10 Januari 2021   12:50 1229 14
Cerita rakyat yang berasal dari Sumatera Selatan sudah banyak terdengar. Ada dua versi tentang cerita si Pahit Lidah (dalam kemendikbud.or.id. diakses pada 9 Januari 2021). Versi yang pertama tentang perseteruan Serunting Sakti (keturunan raksasa yang bernama Putri Tenggang) dengan adik iparnya (Aria Tebing). Versi yang kedua adalah tentang perseteruannya dengan si Mata Empat.

Saya akan membahas si Pahit Lidah dengan versi pertama. Dalam cerita ini, Serunting Sakti mempersunting Siti (kakak kandung Aria Tebing), tetapi dalam perjalanannya Serunting Sakti iri kepada Aria Tebing yang menjadi kaya raya karena memiliki cendawan emas dari batang pohon pembatas kebunnya dengan kebun Aria Tebing. Karena iri inilah Serunting Sakti bertapa di gunung Siguntang (Palembang) sampai tubuhnya tertutup daun bambu (selama dua tahun) dengan alasan untum diberikan kesaktian dari sang Hyang Mahameru. Kesaktiannya berupa kutukan dari apa yang diucapkannya. Apa pun yang diucapkannya, maka akan menjadi kenyataan.

Setelah masa pertapaan berakhir, Serunting Sakti kembali ke kampungnya. Dia ingin menjajal kesaktiannya, hingga dia mengutuk pohon tebu. Pohon itu menjadi batu. Dia berbuat baik selama menuju kampungnya Sumidang. Perbuatan baiknya itu akhirnya membuat dia lupa dendamnya untuk membalas Aria Tebing. Serunting Sakti malah memina maaf kepada istri dan adik iparnya.

Cerita rakyat si Pahit Lidah yang melegenda mengajarkan kita untuk melupakan dendam dan tidak iri pada apa yang diterima orang lain. Ternyata, kesaktian si Pahit Lidah pun berdampak negatif kepada adiknya. Tanpa sengaja si Pahit Lidah mengutuk adiknya menjadi batu.

Kawan, pepatah mengatakan lidah tidak bertulang. Itu kenyataannya. Kita tidak perlu menjadi sakti seperti si Pahit Lidah untuk bisa membuat orang menderita. Jika pikiran negatif sudah menyelimuti pikiran kita, ucapan akan mencari jalannya sendiri untuk mencelakakan orang lain.

Cerita itu menyatakan agar kita menjaga lidah karena lidah bisa lebih tajam dari silet. Bahkan ada pepatah yang mengatakan sangkin berpengaruhnya sebuah ucapan, dia diibaratkan seperti pedang.

Banyak permusuhan yang terjadi antarkeluarga atau saudara dikarenakan ucapan. Ucapan yang buruk akhirnya menjadi bomerang bagi dirinya sendiri. Hidup ini bukan untuk mencari musuh. Memperbanyak teman dan meniadakan musuh bisa jadi prinsip untuk hidup tenang.

Jadi, sebagaimana keinginan untuk hidup tenang, kita bisa mulai menggunakan lidah/ lisan untuk kebaikan. Pertama, lebih baik diam jika tidak bisa bicara yang baik, itu prinsip. Kedua, berpikirlah sebelum berucap. Ketiga, biasakan menjaga lisan dan perhatikan siapa lawan bicara.

Tidak mesti menjadi seperti si Pahit Lidah untuk membuat orang lain celaka. Jangan sampai orang membenci kita karena ucapan buruk yang keluar dari lisan kita. Lidah bisa membuat orang berlaku zalim. Jika orang yang dizalimi karena lisan kita mengadu kepada Allah, maka kita yang akan mendapatkan kecelakaan. Aduh, jangan sampai ya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun