Mencoba untuk merekontruksi peristiwa menyedihkan yang terjadi di saat kanak-kanak saya, seperti membuka luka dalam jiwa. Sesak, benci, kecewa semua emosi negatif menjadi satu saat ini. Pedih, dan merasa hancur, mengapa pada saat itu saya tidak melarikan diri, mengapa pada saat itu ibunda tidak mengajarkan saya pendidikan seks untuk anak-anak. Usia saya saat ini hampir 40 tahun. Namun peristiwa itu menorehkan luka yang teramat dalam dalam jiwa saya.
Diusia kanak-kanak, saya tidak pernah mengerti apa yang tengah terjadi pada saat itu, kecuali saya merasa menderita, karena ancaman yang dibuat pelaku terhadap saya. Ancaman itu membuat sya tidak punya nyali untuk melaporkan peristiwa itu kepada ibunda. Yang saya tahu, pelaku suka membaca buku-buku bergambar jorok.
Sungguh betapa benci, saya menuliskan kisah kelam saya ini. Namun, saya ingin semua dunia tahu, betapa lama waktu untuk memulihkan jiwa saya yang terkoyak-termasuk mereka- jiwa-jiwa korban kekerasan seksual lainnya di dunia ini. Butuh lebih 20 tahun bagi saya untuk memaafkan pelaku, butuh lebih 20 tahun bagi saya untuk menerima diri saya dan memaafkan diri saya sendiri.
Tidak tahukah, bahwa korban kekerasan membutuhkan waktu sangat panjang untuk mengembalikan kepercayaan dirinya. Pengalaman traumatis itu menyebabkan saya menjadi pemurung, pendiam, dan menarik diri dari lingkungan. Saya sering berpikir untuk bunuh diri, saya juga sering berpikir untuk membunuh laki-laki.
Kini diusia saya menjelang 40 tahun, tentu tidak mudah bagi saya untuk melupakan kejadian itu, hanya mencoba menerima memaafkan, dan memohon kepada Allah, agar diberi kekuatan. Satu hal yang pasti, kepada semua orang tua di dunia ini, lindungilah anak-anak kita dari ancaman kekerasan seksual, pantau mereka, jauhi anak-anak kita dari pornografi.