Seorang pelaut dan juga kapten kapal berangkat dari pelabuhan menuju sebuah tujuan yang sudah terekam dikepalanya, tapi apa daya kadang kenyataan tak selalu sama dengan yang direncanakan. Begitu juga dengan harapan sang kapten. Maunya kesini malah terbaga kesana. Mereka terbawa oleh ombak besar sampai ke laut Antartika, tempat yang tak pernah mereka pikirkan sebelumnya. Tapi yang namanya rejeki memang pasti selalu ada, beruntung sekali kehadiran burung albatross yang dilambangkan sebagai roh penyelamat memberi mereka direksi pad mereka (kapten dan kru) hingga mereka tiba kembali ke pada jalur yang mereka rencanakan. Tapi apa daya bila sang kapten yang tak tau terima kasih itu malah menembak mati burung penyelamat (albatross) tersebut hingga mati dan jatuh ditanganya.
Pada awalnya burung itu sangatlah diagung-agungkan para kru kapal tersebut atas apa yang telah dilakukan sang burung, tapi mengetahui bahwa sang burung telah tiada akibat perbuatan sang kapten mereka, para kru pun marah besar dan yakin bahwa akan ada kemalangan datang pada mereka. merekapun memaksa kapten kapal tersebut mengalungkan burung itu di lehernya sendiri. hal ini dilakukan agar sial-sial burung tesebut hanya terjadi pada sang pembunuhnya saja yaitu sang kapten, bisa diibaratkan juga sebagai rasa penyesalan/ minta maaf akan perbuatan yang telah dilakukan sang kapten.
Setelah peristiwa itu, keadaanpun semakin tak terkendali. Lagi-lagi badai besar menghantam kapal mereka dan membawa mereka pada sebuah lautan yang tak mereka ketahui sebelumnya. Di lautan ini pulalah mereka menemukan sebuah kapal berpenghuni hantu dan roh-roh lelautan.
Di dalam kapal tersebut para roh sedang bermain dadu. Dadu digunakan sebagai alat penentu siapa korban (nyawa) yang akan mereka ambil terlebih dahulu, dan seterusnya dan seterusnya sampai semuanya habis. Akibatnya satu-persatu para kru kapalpun mati dan tinggallah sang kapten kapal sendiri. Hidup sendiri ditengah lautanlah yang menjadi hukuman bagi sang kapten, hukuman itu jauh lebih berat dibandingkan kematian sekalipun.
Tapi apa boleh dibuat ternyata kesempatan kedua masih diberikan pada sang kapten ini. Di suatu saat ia meliat seekor binatang laut yang aneh dan tak diduga ternyata keanehan binatang ini membuat sang kapten tabjuk dan mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan ketabjukanya pada binatang tersebut. Spontan burung albatross yang terikat dilehernya pun dengan segera terputus pertanda bahwa kutukan telah lepas dan semua kru yang telah matipun kembali hidup kembali dan membawa kapal ke tempat yang aman. Ditempat yang aman sang kaptenpun ditinggalkan sendiri sementara kapalnya berlayar dengan sendirinya dan tenggelam entah dimana. Tak berselang dari itu, sang kaptenpun ditolong oleh seorang petapa.
Sejak saat itu, si kaptenpun berusaha menceritakan kejadian dan pengalaman yang telah ia dapatkan pada setiap orang yang ia temui. Hal ini ia lakukan agar jangan sempat ada orang lain selain dirinya yang merasakan yang pernah ia alami yang begitu menyakitkan.
Let’s only mariner felt it!!
Salam perjuangan,
The Rhime of the Ancient Mariner by ST.Coleridge