Setelah melalui jalan panjang menuju Senayan, salahkah Rieke bila ingin berkarya sebagai anggota DPR?Oneng yang melekat pada dirinya seakan ingin dilepas dengan perannya sekarang di DPR, ia ingin membantu masyarakat bukan hanya sekedar menghibur pemirsa TV.                                                                                                           Langkah diayunkan ke Sulawesi Selatan, Makassar. Kepopulerannya sebagai Oneng membuat heboh rumah sakit yang jauh dari ibukota. Banyak orang yang ingin berfoto bersama, terjadilah insiden merangkul dan ingin mencium. Merasa Oneng dekat di hati sang dokter, berlagak akrablah sang dokter. Sayangnya bertepuk sebelah tangan, Rieke menolak dirangkul. Penolakkannya tidak menyurutkan langkah sang dokter, sambil berjalan sang dokter yang penasaran ini berbisik-bisik di telinga Rieke, ‘Saya sun ya….saya sun ya…’. Dirangkul saja Rieke menolak apalagi disun. Marahlah Rieke tapi dijawab sang dokter, ‘ah khan public figure….biasa khan?’ tambah tersinggung lah Rieke, tugasnya ke Makassar bukan sebagai Oneng tapi sebagai anggota DPR. Merasa terpojok karena Rieke marah-marah, sang dokter minta maaf. Rieke tidak menerima maaf yang diajukan sang dokter. Rieke merasa kata-kata maaf yang terlontar dilakukan dengan sambil lalu. Dokter pun menyangkal berbisik-bisik di telinga Rieke. (dikutip dari pernyataan Rieke dan dr Rasyidin di media massa)
Berbagai pendapat dilontarkan masyarakat setelah Rieke mengadukan kasus ini ke Polisi. Di Kompas.com. sampai tanggal 13 Maret sore dari 48 orang yang memberi tanggapan, lebih dari separuhnya mendukung agar Rieke tetap mengadukan persoalan ini ke polisi, sebagian lagi bernada netral, sebagian lagi tidak suka dengan kelakuan dokter dan sebagian lagi mengejek dan tambah melecehkan Rieke.
Perhatian saya tertuju pada pendapat yang meremehkan Rieke. Beberapa kata yang melecehkan saya kutipkan di sini: Kampret, dasar ga tau diri…., toh belum sempet dicium, Oneng cari sensasi, sombong, artis biasalah begitu, saya kobel ya…., gitu aja tersinggung…., sok suci, sok feminin, track record aja ga bagus….
Yang memprihatinkan justru sebagiankata-kata ini terlontar dari kaum perempuan. (Saya berasumsi ‘user name’nya benar-benar perempuan).Mengapa kaum perempuan tidak mendukung dengan kata-kata yang menghibur? Justru lebih melecehkan, merendahkan?                              Apakah karena Rieke mantan pemain sinetron yang jadi anggota DPR bisa diperlakukan seenaknya? Apakah karena Rieke mengadu ke polisi lalu bisa dibilang cari sensasi?Apakah karena Rieke ‘public figure’ masyarakat merasa memiliki dia dan pantas diperlakukan sesuka hati dan memakinya dengan ‘Kampret’, ‘Saya kobel’? Apakah karena Rieke itu perempuan jadi bisa dibilang sok feminin, sok suci?
Apakah kalau orang tidak suci, pantas dapat perlakuan seenaknya oleh orang lain yg merasa dirinya suci?
Begitu banyak pertanyaan timbul. Mengapa orang begitu mudah merendahkan orang lain, melecehkan orang lain? Untuk memuaskan rasa marah kah, memuaskan rawa kecewa kah? Ataujustru rasa iri yang tak tersalurkan?
Rasa marah dan kecewa seolah mendapat tempat pada saat dunia maya membuka pintu lebar-lebar pada kebebasan berpendapat. Setiap orang dapat menulis apa saja sesuai dengan kata hatinya, perempuan yang cenderung tidak mampu berkata kasar karena takut dinilai rendah oleh orang lain, mendapat penyaluran pada saat ia menulis dan merasa dibaca banyak orang…..Kasus Rieke menjadi pencetus dan menjadi penyaluran rasa kecewa dan rasa marah.
Contoh lain, kalau ada suami yang selingkuh yang disalahkan istrinya. Komentar-komentar yang lazim didengar adalah ‘Ga rapi sih….suami disambut pake daster’, ‘harus pintar masak dong….supaya suami ga jajan di luar’, ‘dandan dong…..supaya suami ga melirik yang lain…’ Semua memojokkan istri, komentar seperti di atas datangnya justru dari kaum perempuan. Suami selingkuh karena kesalahan istri. Istri tidak dapat melayani dan menyenangkan hati laki-laki. Padahal kalau suami sayang istrinya, suami bisa meminta istrinya untuk belajar modeling supaya pintar dandan, istri belajar masak pada koki ternama supaya makanannya lezat bak di restoran favorit. Kalau istri tidak suka membaca diajak ke toko buku dan belikan buku yg disukainya dst dst.
Selingkuh atau tidak, bukan bergantung pada orang lain tapi pada pilihan pribadi. Kalau ada suami selingkuh justru kaum perempuan sendiri yang menyalahkan dan merendahkan kaumnya. Perempuan sudah jatuh tertimpa tangga pula, duh…!
Per-empu-an yang berarti orang yang dihormati........sudah selayaknya menghargai diri sendiri dengan menghargai perempuan lain.