Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Pawang Hujan

14 Mei 2023   15:33 Diperbarui: 14 Mei 2023   15:45 224 1

Sudah hampir satu minggu ini rumah Pak Darma dan Bu Kokom ramai, riuh, hiruk-pikuk. Dengan segala aktivitas persiapan untuk hajatan resepsi pernikahan puteri Sulung mereka. Sekar akan bersanding dengan seorang polisi yang berasal dari Kabupaten.

Pak Darma tokoh masyarakat yang terpandang dan disegani. Ditambah lagi ia orang kaya yang memiliki kebun sawit berhektar-hektar. Sehingga banyak para kerabat, tetangga yang membantu.

Karena pesta tersebut dilaksanakan di bulan Januari yang terbilang masih musim hujan. Tak henti butiran bening itu membasahi bumi menjelang hari H. Mereka sangat sangsi jika hujan tak bakalan turun lagi. Hujan akan menghalangi acara besar yang akan mereka hajatkan nantinya.

Maka  Pak Darma dan keluarga mengikuti saran para sepuh di kampung mereka untuk menggunakan jasa pawang hujan.

Tepat dugaan mereka, pada pagi akan dilaksanakan ijab qabul dan resepsi. Langit terlihat kelam, mendung berarak, memunculkan hawa dingin serta suasana agak gelap. Tentunya perasaan khawatir itu menyergap, hujan akan menyebabkan acara pesta anak mereka tidak meriah. Sedangkan telah mengeluarkan modal besar untuk membuat momen pernikahan termewah di kampung mereka.

Seorang pria tua, berkumis serta berjanggut putih. Mbah Sobri, Ia biasa dipanggil. Sudah belasan tahun memiliki kemampuan istemewa atau pandai menangkal hujan.

Pria berpakain hitam serta memakai blangkon tersebut bersiap berdiri di halaman rumah Pak Darma yang tidak tertutup tenda serta hiasan agar memudahkannya menatap langit.

Beberapa warga abai, atau bukan merasa aneh tentang pawang hujan, sibuk melanjutkan pekerjaan yang banyak. Sementara banyak juga orang berdiri menjadi penonton membentuk lingkaran.  ditengahnya berdirilah Mbah Sobri yang dihadapannya telah tersedia talam beralaskan kain putih yang berisi kembang tujuh rupa, rokok, kopi pahit, telur serta kemenyan yang telah dibakar.

Mbak Sobri komat-kamit membaca mantra serta mengeluarkan keris dari hulu yang terselip dipinggang. Keris tersebut diberi asap kemenyan. Dengan berlari-lari kecil Ia menghunuskan kerisnya ke segala arah penjuru mata angin.

Menatap langit serta berucap dengan keras.

"Pyur...! Pyur...sandro kanua awan. Adoh...hus...hus....Rono!

Sambil berucap Mbak Sobri mengangkat tangannya lurus mengacungkan keris seakan ingin menusuk ke langit.

Berlahan-lahan awan hitam mulai bergeser, berganti dengan awan biru putih, hadirkan terang benderang. Namun matahari masih tersembunyi, belum menampakan diri.

Mbak Sobri sepertinya belum puas hatinya. Kembali Ia menengadah ke langit dengan mata melotot, merapalkan mantra jitunya. Keris berulang kali diarahkan ke langit disertai dengan hentakan kaki.

Namun, awan yang berpindah tadi kembali hadir, suasana gelap mendung kembali.

Mbak Sobri memelototi langit, dengan wajah marah ia kembali menghentakkan kaki berulang-ulang.

Seketika awan hitam menjatuhkan rintik yang semakin membesar menjadi hujan yang lebat. Barisan penonton bubar berlarian, meninggalkan Mbah Sobri yang basah kuyup. Ia tak beranjak.

Matanya merah menatap langit, tiba-tiba petir menyambar tubuhnya. Ia terhuyung amruk diiringi dengan teriakan orang yang menyaksikan kejadian tersebut.

Tamat

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun