Berbicara tentang Belanda di antara masyarakat Indonesia, pasti angka 350-lah yang akan diingat di dalam benak masyarakat. Angka 350 menjadi pengingat lamanya waktu Belanda menjajah Indonesia. Masa penjajahan Belanda memakan waktu yang sangat lama, hingga begitu mendarah daging di benak masyarakat Indonesia.
Tetapi pada kenyataannya, tidak bisa dipungkiri bahwa selama penjajahan di Indonesia Belanda berkontribusi dalam pembangunan infrasturktur dan pembangunan di Indonesia. Kreativitas Belanda tertuang dalam setiap hasil karya-karyanya di Indonesia. Menelusuri kreativitas Belanda di Indonesia tentu tidak ada habisnya, mengingat dulu Belanda sudah ratusan tahun menjajah dan tinggal diam di Indonesia.Lirik saja jejak-jejak kreativitas Belanda yang yang tersebar di seluruh nusantara. Peninggalan Belanda berupa bangunan, jalur transportasi, karya sastra, dll. Bahkan hingga saat ini, peninggalan-peninggalan tersebut masih berdiri kokoh dan masih dapat dinikmati keindahan dan kemegahannya oleh masyarakat Indonesia.
Ketika ingin lebih dekat menyapa dan mengenal peninggalan Belanda, tidak perlu jauh-jauh untuk menikmati kreativitasnya. Masyarakat Indonesia, terkhususnya di Yogyakarta juga dapat melihat bangunan-bangunan sejarah peninggalan Belanda yang masih banyak berdiri dengan penuh percaya diri di Yogyakarta.
Ketika Berkunjung ke Yogyakarta, pengunjung pasti akan banyak menjumpai bangunan kuno nan klasik peninggalan jaman kolonial Belanda. Salah satu bangunan jejak percikan kreativitas tangan Belanda, yang sampai sekarang ini masih nampak cantik dengan polesan arsitektur indah dari Belanda dan sedikit sentuhan warna dari Indonsia adalah Istana Yogyakarta atau lebih dikenal sebagai Gedung Agung Yogyakarta.
Istana megah nan kokoh ini terletak di ujung selatan jalan Ahmad Yani, Kelurahan Ngupasan, Gondomanan, Yogyakarta. Kompleks Istana Yogyakarta ini dibangun di atas lahan seluas 43.585 M2. Terletak tepat di pusat keramaian kota, jantung kota Yogyakarta di jalan Malioboro.
Istana Yogyakarta dirikan pada bulan Mei 1824, dimana pada awalnya merupakan rumah kediaman resmi Residen Belanda Ke-18 di Yogyakarta (1823-1825) yang bernama Anthonie Hendriks Smissaert, yang sekaligus merupakan penggagas atau pemrakarsa pembangunan Gedung Agung.
Arsitek dari Istana Yogyakarta atau Gedung Agung adalah A. Payen dari Belanda. Pecahnya Perang Diponogero (1825-1830) dan adanya bencana gempa bumi, mengakibatkan pembangunan gedung tertunda. Namun Istana Yogyakarta kembali dibangun dan bangunan baru tersebut rampung pada tahun 1869.
Kreativitas Belanda dalam pembangunan Gedung Agung berujung positif dan bermanfaat bagi Negara Indonesia, karena berkat hasil karya Belanda yang berhasil tertuang dalam bangunan Gedung Agung membuat riwayat Gedung Agung menjadi sangat penting dan sangat berarti tatkala pemerintahan Republik Indonesia hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta.
Pada tanggal 6 Januari 1946, setelah Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda, kota Yogyakarta resmi menjadi ibu kota baru Republik Indonesia yang masih muda. Meskipun Bangsa Indonesia memiliki akar pahit terhadap Belanda, tetapi pemerintah Indonesia tidak menghancurkan semua bangunan jejak-jejak peninggalan Belanda di Indonesia. Malahan jejak-jejak kreatifitas Belanda tersebut dinilai berkualitas dan hasil karyanya juga diyakini dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Oleh sebab itu, Gedung Agung beralih fungsi menjadi Istana Kepresidenan Yogyakarta, dimana sebagai kediaman Presiden Soekarno - Presiden I Republik Indonesia, beserta keluarganya. Meskipun saat ini Istana Negara Republik Indonesia telah berpindah ke Jakarta, akan tetapi kekokohan dan kemegahan Istana Kepresidenan Yogyakarta masih dapat terlihat hingga sekarang.
Sumber:
http://www.presidenri.go.id/istana/index.php/statik/sejarah/yogya.html
http://www.wisatanesia.com/2011/07/gedung-agung-yogyakarta.html