Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Merilis Ide dengan Patokan Kebenaran Suci (Metanarasi)

24 Februari 2011   06:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:19 112 0
Satu teknik merilis ide (dan menulis) yang tidak pernah (ingin) kukuasai ialah memulai dengan metanarasi. Yakni atau merilis ide (atau menulis) yang dimulai dengan sebuah "patokan kebenaran suci" yang tidak bisa dibantah. Lantas, segala argumentasi yang diungkap dalam (ide) tulisan tersebut akan dihadapkan (dibenturkan) pada metanarasi tersebut. Tentu saja, argumentasi yang kontra akan hancur-lebur berhadapan dengan si metanarasi agung.


Dan kemudian, ruang diskusi di situ hanyalah ilusi...

Bukan maksudku, mendiskreditkan cara menulis (dan cara berpikir) yang berpatok kuat pada metanarasi. Hanya rasanya tidak fair (bagiku) merilis (tulisan atau ide) kepada khalayak yang miliki beraneka rupa level gagasan, tanpa memberi kesempatan kepada pembaca (atau audien) untuk "menyerang balik".

Rasanya, di jaman yang komunikasi interaktif sekarang, tidaklah efektif lagi, merilis doktrin tentang segala sesuatu yang kaku-baku, kedap-kesalahan, dan terjabar-total sebagai satu-satunya kebenaran sakral.

Tradisi diskusi (termasuk menulis) mungkin saja tampak hidup, di banyak kalangan dan kelompok (akademis, politis dan sebagian kelompok agama yang nampak progresif). Berbagai risalah, jurnal telah bertumpuk diterbitkan. TAPI..., tradisi menulis yang diawali dan diakhiri dengan metanarasi sebenarnya telah membunuh penulis. Penulis telah diubah menjadi "juru tulis". Dalam dirinya penulis tidak lagi memiliki "nafsu, temperamen, perasaan, maupun impresi". Hanya kamus raksasa metanarasi yang menjadi sumber kegiatan menulisnya yang tidak pernah berhenti.

Nah.., bahkan jika kebenaran menjadi tirani, dia tetap tirani...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun