Mungkin masih banyak pertanyaan yang menyeruak di benak pendukung La Furia Roja dan penggemar sepakbola pada umumnya, menyoal kekalahan Iniesta dkk ini. Tapi ya itulah sepakbola. Tak ada yang abadi dan tak ada tim yang tidak terkalahkan.
Lawannya memang Brasil. Negeri dengan tradisi nomor wahid di dunia. Spanyol, jelas masih kalau jauh dari Brasil yang setiap tahun melahirkan talenta-talenta berbakat nan lihai mengolah di kulit bundar. Tapi terlepas dari sejarah dan skil para pemain Brasil, saya melihat kekalahan Spanyol, lebih disebabkan karena strategi jitu Pelatih Selecao, Luis Felipe Scolari.
Jika merujuk pada pertandingan-pertandingan sebelumnya yang dilalui dengan berat oleh Spanyol, lawannya seperti tahu betul bagaimana mematikan tiki taka. Saya teringat ketika Spanyol susah payah mengalahkan Portugal di semifinal Euro 2012. Ketika itu, tiki taka dimatikan oleh pressing ketat pemain Portugal kepada pemain Spanyol yang bergerak tanpa bola. Hasilnya, Si Matador ini baru bisa lolos setelah menang adu penalti.
Cara hampir sama diperagakan Italia ketika jumpa Juara Euro 2008, World 2010 dan Euro 2012 di semifinal PK 2013 beberapa hari lalu. Namun kali ini, Azzuri sedikit menambahkan bumbu teror serangan balik lewat dua sayap gesit Giaccherini dan Maggio. Memang tiki taka rada berjalan, tapi ketakutan serangan balik membuat dua bek sayap Spanyol ragu-ragu membantu serangan. Padahal penetrasi pemain sayap ini biasanya menjadi alternatif pembuka serangan berbahaya Spanyol.
Dan teror paling menakutkan justru diperagakan Brasil pada laga final PK tadi. Neymar dan Hulk ditopang Marcelo dan Dani Alves menjadi ancaman paling menakutkan bagi bek mana pun. Memang para pemain Brasil tidak terlalu memarking pemain off the ball Spanyol. Bahkan dalam posisi bertahan praktis hanya Gustavo dan Paulinho yang fokus membantu empat bek. Hulk sesekali. Sementara Oscar yang berperan sebagai playmaker justru terlihat santai di sekitar garis tengah lapangan. Lebih-lebih Fred, seolah cuek dengan pertahanan (kecuali bola mati). Neymar? sudah pasti di depan. Di selalu memposisikan diri di ruang kosong untuk memudahkan rekan-rekannya memberikan bola kepadanya dalam situasi serangan balik.
Ancaman dari Neymar dan Hulk di sisi sayap inilah yang benar-benar membuat pikiran pemain-pemain Spanyol terbagi saat memainkan bola di tengah. Salah oper sedikit saja, bahaya mengancam. Terbukti Xavi yang dikenal berotak encer memberikan umpan berbahaya, nyaris tak berkutik. Hanya Iniesta yang tampil lepas. Selain operan-operannya masih jitu, berkali-kali pula Ia mendrible bola melewati satun dua pemain untuk menusuk pertahanan lawan. Tapi apa daya, Marcelo, Alves, David Luiz dan Thiago Silva benar-benar tampil garang dinihari tadi. Tak ada ruang berlama-lama bagi Iniesta untuk menjalankan rencananya membongkar pertahanan Brasil.
Ketika bola lepas, sudah pasti serangan balik yang cepat di depan mata. Celakanya lagi, Arbeloa yang memang selama ini jadi kelemahan Spanyol tampil di bawah form. Maka dengan mudah Neymar dan Marcelo mengobok-obok pertahanan Spanyol di sisi kanan. Beruntung Del Bosque cepat melihat masalah itu sehingga bek Real Madrid itu buru-buru diganti di awal babak kedua. Namun apa daya Spanyol sudah tertinggal 0-2 di babak pertama.
Penggantinya, Cesar Azpilicueta tampil sedikit lebih baik. Tapi Oscar ternyata masih lebih cerdas. Dia masih tenang menunggu waktu yang tepat untuk memberikan bola 'enak' kepada Fred. Baru menit ke-47 Spanyol sudah diberondong tiga gol.
Strategi Scolari benar-benar berjalan sempurna. Kembali lewat serangan balik, Pique terpaksa mengganjal Neymar yang lolos dari jebakan offside. Red Card. Sejak bek Barcelona itu diusir keluar lapangan, saya menganggap pertandingan sudah usai. Tika taka Spanyol yang selama ini berjalan dinamis, justru menjadi teka teki di benak penggemar sepakbola lantaran mati kutu di depan bek-bek Brasil yang kalau menurut saya tidak terlalu istimewa.
Saya hanya mencoba menjawab teka-teki itu dengan menganggap bahwa sesungguhnya teror sayap-sayap Brasil inilah yang mematikan Spanyol. Karena sepertinya, Del Bosque juga merasakan hal itu. Terbukti Ia mencoba mengimbangi kekuatan sisi permainan Brasil dengan memasukkan Jesus Navas. Mantan gelandang Sevilla itu memang tampil baik. Bahkan sempat menghadiahkan penalti bagi Spanyol yang gagal dieksekusi dengan benar oleh Ramos.
Sempurnalah kehancuran tiki taka Spanyol oleh Jogo Bonito-nya Brasil. Tim yang lebih pengalaman memadukan umpan pendek cantik plus skil dribel bola mulai pemain bertahan sampai penyerang.
Apakah ini berarti tiki taka sudah mati? menurut saya, tidak. Tiki taka tetap gaya bermain menakutkan bagi tim yang tidak tahu cara mematikannya. Namun ke depan Spanyol harus punya bumbu strategi baru jika aliran bola pendeknya dimatikan. Caranya..? Lain waktu kita bahas. hehe