Manusia hampir tak pernah memanfaatkan kemerdekaan yang mereka miliki, yaitu kemerdekaan berpikir dan bertindak. Sebagai gantinya mereka selalu menuntut kemerdekaan untuk berbicara. Mereka menganggap dengan berbicara mereka akan memenangkan pertarungan... tidak...., sebenarnya mereka baru saja mengobarkan perang pembuktian yang diwarnai pergelutan tindakan, yang pemenangnya diperoleh tergantung dengan kegigihan (pembuktian untuk apa saja), karena yang telah keluar dari mulut tidak berarti apa-apa tanpa sebuah tindakan.
Berbicara memang menjadi trend serta ukuran dewasa ini, retorika yang sangat disukai pendengar, yang penuh dengan metafora menjadi candu, membingungkan, mengecoh kita pada keabu-abuan.
Rayuan yang komprehensif mengabaikan tindakan serta ketulusan seseorang, menggadaikan rasa percaya yang sesungguhnya. Saat ungkapan itu terucap secara spontan komitmen dibuat, entah oleh yang satu atau yang satunya lagi, yang kemudian mempengaruhi pikiran mahluk untuk konsisten pada komitmen itu, seringkali memaksakan diri, kemudian memberangus kemerdekaan untuk menentukan pilihan yang sebenarnya (bisa dibilang terperangkap dalam teori).
Banyak yang tersingkir menghadapi fenomena ini, hanya karena mereka tidak berkata, tidak mampu menjadi komunikator yang baik sehingga feedback dari komunikan menjadi negatif terdesak oleh hambatan-hambatan....
Bahasa itu...
Padahal ada sebuah media, bahasa yang sudah lama ditinggalkan peradapan ini, ...jiwa dunia.. yang sekarang ingin kupahami, sedang kucari maknanya.