[caption id="attachment_230178" align="aligncenter" width="516" caption="Sri Sultan Hamengku Buwono X memukul gong, tanda dibukanya Konferensi Nasional “Perempuan dan Pemiskinan”. Tampak mendampingi, Yuniyanti Chuzaifah (Ketua Komnas Perempuan), Justina Rostiawati, (Wakil Tim Pengarah Program Pengetahuan dari Perempuan), serta Prof. Dwikorita Karnawati (Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni UGM). (Foto: Aliph Firmansyah)"][/caption] YOGYAKARTA – Senin (03/12) pagi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Gusti Kanjeng Ratu Hemas hadir dalam acara Pembukaan Konferensi Pengetahuan dari Perempuan yang bertema “Perempuan dan Pemiskinan” Konferensi ini diselenggarakan di University Club Hotel, Universitas Gadjah Mada pada 1 – 4 Desember 2012. Konferensi digagas dan diselenggarakan sebagai bentuk kerja sama antara Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dan Program Studi Kajian Gender Universitas Indonesia dengan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada. Konferensi merupakan bagian dari penyelenggaraan periodik Konferensi Pengetahuan dari Perempuan (PdP). Sultan dalam sambutan mengatakan kata “pemiskinan” dalam tema konferensi mengandung konotasi terencana. Artinya, kemiskinan yang disengaja secara struktural. Barangkali, tema ini untuk menegaskan bahwa memang kenyataannya perempuan merupakan obyek yang paling rentan terkena dampak kemiskinan. “Cokrowinoto pernah mencatat, perempuan memberikan 66 persen dari jam kerjanya tapi hanya memperoleh 10 persen dari upahnya. Perempuan juga bertanggung jawab atas 50 persen produksi pangan dunia tapi hanya menguasai satu persen dari barang-barang material yang ada,” ujar Sultan. Terbukti, hasil dan kinerja perempuan kerap lebih dari laki-laki baik yang bersifat produksi maupun repdroduksi. Sayang, pekerjaan domestiknya sering dianggap bukan sebagai kerja. Ia tidak dihitung sebagai aset yang bernilai ekonomi. Keadaan ini terus berjalan tanpa ada protes karena dianggap sebagai kewajiban budaya. Sebenarnya ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya kemiskinan dan pemiskinan terhadap perempuan. Namun, saat in yang cukup menjadi perhatian adalah arah pembangunan yang kurang partisipatif. Perempuan cenderung dipinggirkan dalam proses pengambilan keputusan. Hal senada juga disampikan oleh Sultan. Kuatnya budaya patriarki dalam ranah politik turut menyebabkan kemiskinan yang dialami perempuan. Banyak lahir kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak bahkan diskriminatif terhadap perempuan. “Dalam mengimplementasi tema “Perempuan dan Pemiskinan” itu hendaknya jangan hanya mempersoalkan cara meningkatkan keterwakilan di parlemen. Tetapi yang lebih penting, memberikan contoh bagaimana perempuan dapat mempengaruhi proses politik saat mereka berperan dalam infrastruktur atau suprastruktur politik. Peran dan kapabilitas perempuan dalam memberikan pengaruh pada pembangunan kerangka politik kemudian menjadi sangat menentukan,” ujar Sultan lagi. Usai membaca kata sambutan, Sultan yang didampingi Yuniyanti Chuzaifah, Ketua Komnas Perempuan, Justina Rostiawati, Wakil Tim Pengarah Program Pengetahuan dari Perempuan, serta Prof. Dwikorita Karnawati, Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni UGM, memukul gong tanda dibukanya konferensi. Sultan memmberikan apresiasi dan respek atas kerja sama Komnas Perempuan, PSKG UI, dan PSKK UGM. Beliau berharap, konferensi akan mencapai sukses ganda, yakni sukses penyelenggaraan maupun sukses hasil. Penyelenggaraan kali ini merupakan yang kedua kalinya. Dua tahun lalu, konferensi mengangkat tema “Hukum dan Penghukuman” yang diselenggarakan di UI. Menurut Yuniyanti, “Pengetahuan dari Perempuan” atau PdP merupakan inisiatif untuk mengkolaborasi dunia akademik dengan aktivisme, memberi ruang kepada penggiat komunita, pendamping korban, pelaku advokasi untuk merangkai pengetahuannya dalam karya berharga. “Pengetahuan perempuan meniscayakan subyektivitas, personal, memberi ruang pada rasa, dari bawah dan berbasis pengalaman. Karya-karya PdP ini diharapkan bisa melengkapi wacana akademik dalam ajar mengajar yang kerap berbasis referensi, tak sedinamis perkembangan lapangan yang senantiasa berubah setiap beberapa menit. PdP adalah memintal bersama pengetahuan untuk pilar pengetahuan dan kebijakan,” ujar Yuniyanti. Bersamaan dengan acara pembukaan, Komnas Perempuan juga meluncurkan publikasi terbaru, yakni buku berjudul “Pencerabutan Sumber-Sumber Kehidupan.” Buku ini dibagikan secara gratis kepada para peserta panelis maupun peserta non panelis konferensi. [] Ina Florencys – Publikasi Konferensi PdP 2012.
KEMBALI KE ARTIKEL