Banyak yang merasa heran melihat anak seorang presiden yang hanya menjabat sebagai wali kota selama 2-3 tahun, sekarang menjadi calon wakil presiden hanya karena kebijakan menguntungkan dari Mahkamah Konstitusi. Emosi masyarakat semakin memuncak, mereka merasa kecewa dan marah.
Muncul pertanyaan, mengapa Gibran bisa menjadi calon wakil presiden dengan begitu mudah, seolah-olah semua ini terjadi berkat hubungan dekatnya dengan pamannya.
Ketika Gibran resmi diumumkan sebagai calon wakil presiden Prabowo, penolakan terhadapnya semakin meluas.
Sebuah survei mengungkapkan bahwa 60,7 persen dari responden menyatakan majunya Gibran sebagai calon wakil presiden adalah contoh nyata dari dinasti politik, sementara hanya 24,7 persen yang merasa sebaliknya. Sebanyak 14,6 persen responden lainnya mengaku bingung.
Tidaklah mengherankan jika masyarakat merasa ini adalah dinasti politik. Bahkan jika Ketua Mahkamah Konstitusi bukanlah paman Gibran, mungkin tetap akan ada perdebatan, tetapi tidak sebesar ini.
Ini adalah tanda peringatan bagi Gibran. Ini adalah awal yang sulit. Kesannya sangat negatif. Gibran harus memulai perjalanan dengan penuh kontroversi.
Ini adalah beban berat bagi Prabowo, yang sudah berusia dan mungkin merasa kelelahan. Prabowo telah memetik pelajaran berharga dari dua pemilihan presiden sebelumnya, di mana sosok calon wakil presiden sangat berpengaruh. Meskipun awalnya tertarik pada Gibran, Prabowo sekarang merasa ragu. Gibran, yang awalnya merupakan aset, kini bisa menjadi beban. Jika Prabowo tergerus oleh kontroversi seputar Gibran, itu bukan hal yang mustahil.
Selain hasil survei, terdapat juga penurunan signifikan di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pagi hari Senin, dengan penurunan sebesar 109 poin atau 1,6 persen. Ada yang berpendapat bahwa penurunan ini bisa disebabkan oleh konflik di Timur Tengah yang memengaruhi harga minyak dan memicu inflasi, yang pada gilirannya mempengaruhi kebijakan suku bunga oleh The Fed.
Namun, ada pandangan lain yang meyakini bahwa penurunan IHSG juga dipengaruhi oleh pengumuman Gibran sebagai calon wakil presiden Prabowo. Pasar modal sepertinya lebih memilih untuk bersikap hati-hati dan memperhatikan ide dan gagasan dari pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dianggap realistis.
Sebelum peristiwa ini, media asing telah memperhatikan Gibran. Mereka secara umum menyatakan bahwa apa yang terjadi pada Gibran adalah contoh nyata dari nepotisme. Langkah-langkah terang-terangan dalam membangun dinasti politik dapat merusak proses demokrasi.
Sebagai catatan, kata "nepotisme" berasal dari bahasa Latin, "nepos," yang berarti keponakan. Tidak perlu dikatakan, Ketua Mahkamah Konstitusi memiliki keponakan bernama Gibran. Apakah ini dianggap sebagai dinasti politik atau nepotisme, biarkan masyarakat dan media asing yang menilai. Yang jelas, publik merasa ini sebagai bentuk dinasti politik, sementara media asing menyebutnya sebagai nepotisme.
Mungkin inilah yang disebut sebagai "karma cepat." Tindakan terang-terangan Gibran dalam mengikuti politik langsung diikuti oleh hasil survei yang buruk dan reaksi negatif dari pasar modal.
Ini mirip dengan seorang remaja yang seharusnya belum cukup usia untuk mendapatkan izin mengemudi, tetapi kemudian ada aturan yang memungkinkan mereka mendapatkannya dengan syarat pernah mengemudi. Atau seperti pemain sepakbola terkenal yang memiliki anak yang masih berusia 15 tahun dan memaksa anaknya untuk masuk dalam timnas U-23 hanya karena dirinya adalah pemain terkenal.