Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Mengurai Benang Darah

11 April 2011   03:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:56 109 0
Mengurai Benang Darah* Oleh M.D. Atmaja

Manusia hidup dan berjalan dalam suatu wilayah yang begitu majemuk. Dalam kemajemukan itu, kita dapat menemukan berbagai macam hal kejadian yang dapat memberikan pencerahan, pemahaman, pun, pengertian-pengertian. Tidak hanya itu, dunia tempat kita berpijak ini dapat menjadi sosok penggoda yang memiliki dua misi berbeda: baik dan buruk. Sampai, Subagio Sastrowardojo berpesan “Bumi ini perempuan jalang/ yang menarik laki-laki jantan dan pertapa/ ke rawa-rawa mesum ini/ dan membunuhnya pagi hari” (Shimponi, hlm 1).Kemajemukan kejadian yang ada dalam kehidupan manusia, terkadang dilalui tanpa adanya kesadaran. Seringkali kita menghabiskan waktu dengan begitu saja, maksudnya dalam perjalanan itu tidak disertai adanya keinginan akan pengetahuan hidup untuk mencapai puncak-puncak pemahaman. Pengertian mengenai kehidupan yang tidak sekedar pada apa saja yang nampak pandangan dan memberikan kenikmatan, pun juga kesenangan.

Hidup ini sungguh begitu majemuk dalam kompleksitas dengan berbagai kepentingan, harapan, serta setumpuk daftar yang ingin dicapai selanjutnya menjadi sesuatu yang dibanggakan. Namun, dibalik riuhnya keberagamanan tujuan itu, hidup dapat menjadi suatu perjalanan yang sangat sederhana. Sebagaimana paradigma manusia Jawa yang seringkali mengatakan: “Urip kuwi mung sadelo, paribasane mung mampir ngombe (Hidup hanya sebentar, ibaratkan orang yang singgah untuk minum/ melepas lelah)”.

Perjalanan manusia mengenai perjalanan yang singkat, tidak lantas membuat manusia itu secara sadar menempuh perjalanan yang menuju titik tertentu. Bisa dikatakan kalau sadarnya manusia adalah mengenai keberadaannya di dunia, akantetapi “tidak-sadar” dengan apa yang disebut sebagai alam jiwa. Mungkin saja, kebanyakan dari kita memang tidak percaya adanya perjalanan lain setelah perjalanan dalam kehidupan ini.

Merah Putih itu Harga

Terlepas dari percaya atau tidak percaya dengan dunia setelah kita mati, tulisan ini sepenuhnya akan saya curahkan untuk memahami “objek tanda” yang dikreasikan oleh Iksan Brekele dengan judul Spirituality (2010). Alam pikiran, konsep ide yang akhirnya tertuang di atas media seni grafis, maupun bahasa selalu saja dapat memainkan fungsinya dengan baik. Lukisan ini membawa saya untuk melesat jauh ke masa lalu, dimana saya harus menghadapi simbol kepercayaan manusia Jawa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun