Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Perencanaan Berbangsa

6 Oktober 2014   17:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:11 13 0
Siapa tidak pernah mendengar perencanaan? Adakah yang tidak tahu konsep dan hakekat seperti apa itu perencanaan? Mungkinkah seorang manusia di dalam organisasi dapat memejamkan mata dari perencanaan? Sebagai bagian dari negara yang, dahulu kala, memiliki kampiun-kampiun dibidang pendidikan maupun aplikasi-implementasi peradaban, tentu saja semua memahami hal perencanaan.

Sebagai sebuah tindakan dan kegiatan, perencanaan sudah mewarnai kehidupan seseorang jauh sebelum menyadari penting dan urgensinya perencanaan itu sendiri. Setiap orang pada dasarnya telah mengimplementasikan konsep serta hakekat perencanaan sejak dini. Baik ketika remaja maupun kanak-kanak, manusia, dalam berpikir, bersikap, dan bertindak merupakan hasil dari sebuah perencanaan. Bahkan bagi yang sebagian yang sudah terlatih atau yang tergolong jenius, hal-hal tersebut merupakan bagian dari suatu strategi perencanaan yang besar. Pada permainan catur, atau berbagai game strategi yang suka teknologi, setiap langkah adalah berarti dan diperhitungkan dampaknya, bukan sekedar diambil acak atau murni untung-untungan.

Yang menjadi permasalahan kemudian adalah ketika kontes perencanaan bersama-sama oleh orang-orang yang diserahi wewenang. Secara kodrati, manusia dikarunia akal dan hati, yang seharusnya menjadi kontrol atas nafsu dan hasrat pribadi. Konon, masyarakat bangsa ini adalah kumpulan manusia ramah beradab yang saling kasih sayang. Beritanya, founding father negeri ini telah menuliskan janji kepada warga negara agar terlindungi, cerdas, sejahtera, dan menjadi warga dunia yang merdeka. Pada pasal-pasal kemudian, sudah berjubel kata-kata indah disempurna-sempurnakan yang ditetapkan sebagai garis besar dan batasan. Patok ukur bagi pengelola pemerintahan negara ini, baik wakil maupun eksekutif termasuk penegak hukumnya untuk menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak kemanusian dan kewargaan pemilik kedaulatan negara nusantara ini.

Satu, yang diserahi tugas mewakili, semestinya bersungguh-sungguh memperhatikan kegundahan rakyat, versi riil, bukan soal mendengarkan lekat-lekat yang diperintah bos partai dan sayup-sayup para pemilihnya. Wakil rakyat seharusnya cerdas memprioritaskan esensi kebutuhan dan pelayanan kepentingan publik secara merata dan lebih adil, bukan malah kemudian menjadikan posisinya sebagai pondasi investasi keluarga, kroni atau jembatan networking bagi-bagi komisi. Naasnya, ada yang senyum matanya berteriak kedudukan ini saya beli, bukan menang lotere. Tinggal kita yang perih, bahwa kondisi tersebut adalah salah satu obyek kegundahan vital selama ini. Hanya Yang Maha Kuasa yang mampu meluruskan gejala dan virus kebengkokan ini. Semoga masih tersisa persentase cukup besar atas representatif yang bukan sekedar model pedagang/investor.

Dua, jajaran eksekutif merupakan roda dan galah yang berputar dan membentangkan tangan untuk menerapkan peraturan dan kebijakan sehingga berdampak kepada kesejahteraan masyarakat dan ekonomi negara. Aparatur pemerintah, secara  spesifik dibidangnya masing-masing, memiliki tanggung jawab besar untuk mengelola, memperkuat, dan mengembangkan, serta menelaah permasalahan di wilayah kerjanya. Sebelum bergerak pada rencana kegiatan dan rencana penganggarannya, aparatur selayaknya duduk bersama dan mengungkap secara jujur kondisi dan permasalahan yang dihadapi. Pihak-pihak yang berkompeten seharusnya mampu menunjukkan wawasan dan profesionalismenya dalam segala pembahasan, bukan sekedar administratif belaka. Prinsip-prinsip manajemen dan integritas religius-keilmuan juga harus mendapat porsi besar dalam proses penelaahan alternatif dan prioritas serta mekanisme perancangan rencana kerja yang membebani anggaran negara.

Tiga, rakyat secara luas juga pada dasarnya harus bergerak dan tidak tinggal diam. Wahana seperti surat pembaca dan kompasiana misalnya, mestinya dapat menjadi salah satu saluran penyampaian aspirasi. Banyak generasi muda yang mampu melahirkan ide-ide kreatif dan murah yang bernilai ekonomis produktif. Tidak sedikit generasi muda yang berani mengungkap kejujuran yang pahit dirasa dan dimuka, mengoreksi gejala-gejala penyakit jiwa dan mental birokrasi, serta melakukan protes unjuk rasa atas ketidak-layakan suatu kebijakan baik atas dasar ilmu kepustakaan maupun fakta di lapangan. Musrembang yang digadang-gadang sebagai arena rembug bersama penyusunan rencana kegiatan yang melibatkan wakil masyarakat juga mungkin perlu dikaji kembali. Masyarakat perlu membuka mata dan telinga untuk turut berkiprah agar perencanaan pembangunan dapat menghasilkan rencana yang tajam, berimbang-afirmatif. Elemen lembaga non pemerintah juga dapat menjadi perpanjangan mata telinga masyarakat dalam mengkritisi dan mensikapi kerentanan proses perencanaan dan ketidakseimbangan atas informasi serta kepentingan dalam pembahasannya.

Dirangkum singkat, didasari perencanaan adalah kata tua yang tak pernah usang. Kajian terkait gonjang-ganjing pemerintah dan pembangunan, fokus pada perencanaan merupakan separuh andil dari kesuksesan. Wakil rakyat, eksekutif presidensiil, dan anggota masyarakat umum, sebagai pihak-pihak yang berkepentingan dan mampu berpikir dewasa serta luas, wajib berperan serta secara aktif. Tanggung jawab keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang berdampak luar dalam atas kepentingan rakyat dan negara menuntut impementasi keterampilan mawas diri, perjuangan bagi kepentingan umum/bangsa dan keberanian introspeksi.

Jadi, siapa mau ikut istighfar (mengaku, berhenti salah dan berbuat lurus) dan introspeksi?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun