Mohon tunggu...
KOMENTAR
Healthy

Aku Bukan Siapa-siapa

16 Maret 2012   11:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:58 274 0
Rasa keegoan akan selalu ada selama hayat masih dikandung badan. Kecuali, ketika seseorang bisa mengendalikan dirinya.

Aku. Aku yang penuh kesombongan. Kehebatan. Keakuan yang menyebalkan.

Karena "aku" membuat seseorang bertindak emosional, membuat hubungan jadi rusak, membuat segalanya jadi tak enak.

Contohnya. Dalam kehidupan bertetangga, ibu Fulanah mau mengadakan hajatan, tiba-tiba ibu Fulanti tidak di undang, tentu saja tanpa sengaja. Bisa jadi karena kelupaan. Dan ketika forum gosip terbentuk di warung. Maka mulailah, si Ibu Fulanti, berbicara, menjelek-jelekkan ibu Fulanah.
"Ah biarlah aku walau enggak di undang, sama Ibu Fulanah, aku toh ada undangan juga di gedung anu, yang ngundang pejabat sianu pula. Lagian walaupun diundang, belum tentu toh "aku" mau datang..."
Sementara pendengarnya menatap asing....dalam hati membathin," Siapa yang nanya?"

Contoh lain, seorang anak, yang kesal dengan kedua orangtuanya. Lalu membuat status galau dan kesalnya di fesbuk. "Aku tak dianggap di rumah ini.....menyebalkan!"
Ini parah, yang membaca bisa ribuan orang.

Dua contoh ini, bermula dari rasa ke ego an. Ingin di anggap, sebenarnya ini sangat manusiawi. Penghargaan itu perlu. Terkadang kita perlu mengaktualisasi diri. Agar dianggap "ada". Namun, jika sikap keegoan itu, membuat susah hati kita, murung, sedih, menangis. Sungguh, itu adalah hal yang sangat disayangkan.

Kita sendiri akan merasa tidak nyaman.

Contoh pertama, permasalahannya adalah ingin di undang. Namun, ternyata tak diundang. Muncullah ke egoannya. Membuat hal yang negatif dengan menjelekkan si punya hajatan. Dan membuat si pendengar keluhan, tidak nyaman. Suasana jadi tidak kondusif...

Contoh kedua, si Anak, ingin dianggap...entah permasalahannya tak jelas. Tapi jika kita baca statusnya, mungkin soal , pendapat si anak tak dihargai.

Yah, memang betul, keberadaan atau eksistensi diri itu perlu. Namun, jangan sampai menyusahkan diri sendiri. Mungkin kita juga sering menghargai hal semacam ini. Namun, hal ini akan membuat kita berada pada situasi tidak nyaman. Maka, mencobalah untuk mengendalikan fikiran. Yah mulai dengan berfikir..."Ya  aku memang bukan siapa-siapa." Maka, akan mengalirlah sikap nothing to lose...

Dan, dengan bersikap demikian, maka tak ada beban untuk minta di"anggap"

Jika kita dalam sebuah kegiatan atau kerja tim. Kita bekerja. Lalu yang mendapat nama orang lain. Maka, kita akan berkata," siapa coba yang capek-capek mengusahakannya? Kan 'aku!"
Nah lho...mulai sempit deh rongga dada.

Entahlah, menurut saya, jika kita yang bekerja, ketika berhasil, orang lain yang mendapat nama. Itu bukan masalah. Justru Masalah bagi orang yang membohongi diri sendiri. Cukup berfikir, yah Aku bukan siapa-siap, jadi tak perlu nama...". Namun, di dalam diri kita ada rasa bahagia dan kepuasan yang tak terhingga ketika kita berhasil dalam mengupayakan sesuatu...

Ya, berfikir "aku bukan siapa-siapa" menurut saya (menurut penulis lho...) adalah salah satu sikap tidak membebani jiwa kita, dan jalan menuju nothing to lose. Dan percayalah, Tuhan tidak tidur. Jika memang kita yang berhak atas sesuatu, entah itu nama, duit, upah, isentif, penghargaan. Kalau memang itu sudah takdirnya milik kita ya enggak kemana.

(Pondok Seruni, 16032012-Menjelang Magrib)

Yakinlah....

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun