Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Paun; Dari Unpad, Unwim, Hingga ITB

24 Oktober 2011   03:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:35 561 0
Kawasan Perguruan Tinggi (KPT) Jatinangor merupakan kawasan pendidikan yang terdiri dari kampus Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Winaya Mukti (Unwim), Institut Koperasi Indonesia (Ikopin), dan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Dari keempat kampus tersebut mungkin hanya kampus pertama dan terakhir disebutkan yang dikenal masyarakat luas. Unwim sendiri selama 2 tahun berturut-turut yaitu tahun ajaran 2007/2008 dan 2008/2009 tidak menerima mahasiswa baru dikarenakan adanya konflik internal di tubuh manajemennya.
Selama masa vakum, kampus Unwim –menurut saya cukup megah dan luas- menjadi terbengkalai. Bangunannya tidak terawat; cat mengelupas, tembok2 menjadi korban graffiti, rumput liar tumbuh subur. Lebih mirip rumah hantu daripada mencerminkan tempat tersebut pernah menjadi bangunan pendidikan. Pada masa itu pula, banyak gosip yang beredar mengenai masa depan Unwim. Namun ternyata ITB yang menjawab rumor tersebut. Unwim resmi dibeli ITB untuk dijadikan kampus bagi mahasiswa jenjang D4 dan dibangun fakultas barunya ITB. Sekarang bangunan bekas Unwim sudah cantik kembali dan plang nama ITB telah dipasang menandakan kampus tersebut telah resmi menjadi kampus ITB.
Sebagai kawasan pendidikan tinggi, Jatinangor ramai didatangi mahasiswa dari berbagai penjuru Indonesia. Bahkan lebih banyak pendatang daripada penduduk asli. Hal ini menjadi berkah dan sumber penghasilan bagi penduduk asli. Pondokan, warung makan, rentalan, tempat fotocopy, dan segala macam hal dapat menjadi tambang uang di Jatinangor. Tak terkecuali bagi pedagang yang khusus menggelar dagangannya hanya pada satu hari di satu minggu di suatu tempat. Lebih dikenal dengan pasar tumpah atau pasar kaget. KPT Jatinangor memiliki Paun yang merupakan kepanjangan dari Pasar Unpad, seperti UGM dengan sunmor –Sunday morning-nya di kawasan GSP. Sepertinya setiap kampus memiliki pasar tumpah yang dapat menjadi ikon.
Mulanya pedagang Paun menempati area kampus Unpad untuk menggelar barang jualannya. Oleh karena itu dikenal dengan nama Paun yang berarti pasar Unpad. Namun sejak awal tahun ajaran 2009, pedagang Paun dilarang berjualan di area kampus Unpad. Istilahnya mereka digusur karena pihak Unpad ingin membentuk citra Unpad sebagai kampus hijau. Memang keberadaan pedagang Paun meninggalkan banyak ‘masalah’ bagi Unpad, seperti kebersihan, keindahan, kerapihan, ketertiban, dan kriminalitas.
Sejak dilarang berjualan di area Unpad, para pedagang memboyong dagangannya ke kawasan Unwim yang saat itu masih terbengkalai. Memang, Paun menjadi jauh untuk dijangkau karena letaknya yang di ujung. Dari jalan raya utama masih harus jalan kira2 50 meter untuk mencapainya. Walaupun begitu, Paun tidak kehilangan pelangan2 setianya. Paun tetap ramai dan selalu membuat macet di hari Minggu. Paun menjadi hiburan lain bagi mahasiswa2 di KPT Jatinangor yang memilih –dan yang terpaksa- menghabiskan akhir minggunya di kosan. Paun menjadi alternatif tempat belanja karena harganya sesuai dengan isi kantong kebanyakan mahasiswa yang pas2an. Lagipula, semua ada di Paun. Mulai dari kuliner, sayur-buah-daging segar, alat dapur, sepatu, kacamata, barang pecah belah, hingga lem tikus dan pakaian bekas ala gedebage. Paun juga menjadi tambang uang bagi aktivis mahasiswa yang butuh dana untuk membiayai kegiatan kemahasiswaan. Pun Paun tidak hanya dipenuhi mahasiswa, penduduk sekitar Jatinangor ikut meramaikan Paun sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan sehari2.
Paun memang identik dengan nama Unpad. Setelah dipindahkan ke area kampus Unwim, namanya tidak berubah. Tetap Paun. Ada yang mengatakan jika Paun juga bisa merupakan kepanjangan dari Pasar Unwim. Tetap Paun bukan? Namun, Paun yang di Unwim bukanlah Pasar Unwim. Paun tetap Pasar Unpad meskipun tidak menempati lahan Unpad lagi. Kini setelah Unwim resmi menjadi hak milik ITB, –seluruh bangunan Unwim telah diperbarui dan dipasang plang nama ITB- Paun tidak berganti nama. Tetap Paun, yang merupakan Pasar Unpad.
Ada yang berbeda setelah plang nama ITB menggantikan Unwim. Selain gerbang masuknya dijaga oleh satpam, pejalan kaki yang ingin masuk area Paun melewati tempat tersebut dialihkan ke atas sedikit, lewat jalan tikus atau jalan menuju markas PMI. Ada beberapa stand pedagang yang ikut bergeser karena pengalihan jalan masuk tersebut. Hal itu tidak memengaruhi perputaran uang di Paun setiap minggunya. Paun tetap disesaki oleh pelanggan2nya.
Setelah hampir 3 tahun menempati area tersebut, muncul rumor jika tidak lama lagi ITB akan melarang keberadaan pedagang Paun di wilayah teritorialnya. Entah apa yang melatarbelakangi keputusan tersebut –mungkin alasan kebersihan, kerapihan, keindahan, keamanan, atau apapun- yang pasti para pedagang dibuat kaget sekaligus takut dengan rumor itu. Sepertinya rumor tersebut benar adanya karena hari Minggu ini (23/10), pedagang Paun mengemasi barang dagangannya lebih awal dari jadwal biasanya.
Jika benar terjadi, kemana lagi pedagang2 itu dapat menggelar dagangannya dan menjemput rizki? Memang dimanapun keberadaan pedagang kaki lima dan pedagang2 pasar kaget bagai dua sisi mata uang yang berseberangan. Di satu sisi mereka memainkan peran dalam kegiatan ekonomi di negeri ini, di sisi lain masalah ketertiban, kerapihan, kebersihan kriminalitas menjegal keberadaan mereka.
Semakin tersisihkan saja ‘orang2 kecil’ di negeri ini. Umumnya pedagang pasar tradisional yang menjadi korban, mereka kesulitan mendapatkan area untuk berpraktik jual beli. Sementara itu, pembangunan pasar2 modern dan mall2 semakin merajalela di berbagai tempat. Menandakan bahwa terjadi berat sebelah dalam keberpihakan pada rakyat. Sama2 rakyat Indonesia, namun yang ‘orang besar’ dimanjakan, sedangkan ‘orang kecil’ ditendang. Padahal ‘orang kecil’ banyak yang mampir ke mall2 milik ‘orang besar’, sedangkan ‘orang besar’ itu mana mau sekedar makan di warung milik ‘orang kecil’.
Bagaimana nasib pedagang Paun? Kita lihat saja minggu depan, masihkah mereka menggelar dagangannya seperti biasa? Jika tidak, kami, mahasiswa dan penduduk sekitar Jatinangor akan kehilangan banyak hal. Kehilangan sarana rekreasi, kehilangan barang2 murah, kehilangan tempat mengais danus, bahkan kehilangan pemandangan semrawut di setiap Minggu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun