Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Mimpi Semalam di Malaysia

17 Februari 2014   04:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:45 693 12
[caption id="attachment_323001" align="aligncenter" width="640" caption="Antrian penumpang pesawat di Bandara Internasional Juanda"][/caption]

Siapa orangnya yang tidak senang bila mendapat kesempatan jalan-jalan ke luar negeri (LN). Apalagi bila jalan-jalannya gratis. Awal tahun ini (9 januari 2014) sebuah situs digital kenamaan dengan didukung maskapai penerbangan yang juga cukup kondang menghadiahi saya tiket jalan-jalan ke Kuala Lumpur (KL) Malaysia 2D 1N (2 hari 1 malam). Bersama sejumlah teman traveler lainnya kami akan menjelajah KL. Betapa senang hati saya mendengar khabar itu. Anak, istri dan semua sanak keluarga juga turut senang mendengarnya. Maklum ini pertama kalinya bagi saya untuk berkesempatan melancong ke LN.

Pikir saya dalam hati, panita mungkin berbaik hati menanggung biaya pembuatan surat ijin untuk singgah ke negeri jiran itu. Setelah konfirmasi dengan panitia ternyata paspor harus segera diurus dan biaya admin ditanggung oleh masing-masing peserta tur (pemenang) termasuk saya.

Tak ingin kehilangan kesempatan ke KL sayapun bergegas mengurusnya di Kantor Imigrasi Kelas I Tanjung Perak Surabaya. Panitia juga menanyakan dan memantau perkembangan proses pengurusan paspor yang saya urus. Bung, nona muda dan Anda semua mungkin memiliki pengalaman yang kurang menarik perihal mengurus paspor ini. Itu pula yang saya alami. Lika-liku di kantor imigrasi dan waktu yang cukup lama menunggu jadinya paspor terkadang menjadi pengalaman tak terlupakan bagi sebagian orang tak terkecuali saya.

Syarat utama mengurus paspor adalah KTP dan beberapa persyaratan lainnya. Kebetulan saya belum memiliki E-KTP. Anehnya E-KTP istri saya sudah jadi duluan. Saking takutnya ketinggalan tur ke KL, saya nekat menyodorkan SIM saya sebagai ganti E-KTP kepada petugas kantor imigrasi. Siapa tahu bisa, pikir saya SIM juga bukti diri seseorang yang juga memiliki kekuatan hukum.

Petugas kantor imigrasi nyatanya tetap menolak mentah-mentah. “Harus pakai KTP Mas, kalau belum punya ya Mas harus mengurusnya” tandas salah seorang petugas kantor imigrasi saat saya temui.

Untuk mendapatkan pengganti E-KTP, saya kemudian berurusan dengan birokrasi pedesaan yang memang menjengkelkan itu. Mulanya untuk mendapatkan keterangan di tingkat desa saya aman-aman saja dan berjalan mulus. Namun di tingkat kecamatan benar-benar menguji kesabaran. Sebab untuk mendapatkan keterangan yang sama kuatnya dengan E-KTP saja saya harus bolak-balik dan nelpon kantor camat berkali-kali hingga seminggu. Alhasil surat keterangan pengganti E-KTP akhirnya saya dapatkan.

Perlu Bung, nona muda dan Anda semua tahu untuk mendapatkan surat keterangan ini saya setengahnya “mengemis”. Sore hari di saat kantor kecamatan sudah tutup, saya masih menunggu salah seorang petugas kecamatan untuk membuatkan surat itu. Saking inginnya agar surat pengganti E-KTP segera dibuatkan. Saya katakan pada petugas tadi bahwa kesempatan semakin pendek sementara paspor harus segera jadi. Sebab tur akan berjalan pada akhir Januari 2014. Wah saya menjadi semakin cemas kalau-kalau paspor belum jadi dan akhirnya ketinggalan tur gratis ke KL.

Setelah merengek-rengek seperti anak kecil yang memohon kepada orang tuanya itu, akhirnya surat keteranganpun jadi. Di rumah saya baru terbelalak ternyata nama yang tertera di surat itu keliru. Nama saya di ketik Mawan Sudirta. Anak, istri dan keponakan saya melihat surat ini menjadi tertawa geli. Kata anak semata wayang kami “ Lha iyo pah, orang-orang kecamatan kok bego, nulis nama orang saja nggak bisa”.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun