Hari ini dunia menghargainya dengan memberinya tempat tersendiri sebagai sebuah hari spesial, Hari Buku. Meski secara pribadi saya akan selalu menempatkan dan mengistimewakan keberadaannya walau tanpa ada peringatan hari khusus untuknya. Bagi kami, buku sudah menjadi bagian dari anggota keluarga yang tak terpisahkan dalam keseharian dan dalam segala aktivitas kami. Mulai bangun tidur hingga tidur kembali. Dari ruang tamu sampai meja makan di dapur selalu ada buku. Bukan karena bisnis kami ada di dunia perbukuan, tapi memang passion kami selalu terkait dengan buku.
Buku sudah menjadi guru, mentor, teman perjalanan, dan penasehat kami dalam mengarungi lautan kehidupan kadang tak kenal kompromi. Dalam diam ia mendengar sekaligus mampu memberikan solusi atas masalah-masalah yang tak terpecahkan dengan kadar pikiran yang biasa-biasa saja. Banyak persoalan yang akhirnya mampu kami pecahkan dengan bantuannya. Dalam buku saya bertemu Tuhan, tokoh dunia yang menginspirasi, nasihat kebaikan dan akhlak universal, tapi setan dan penggoda juga bisa muncul dari sana.
Karena buku....
Siapa pun tahu bahwa berubah itu biasanya sulit dan menyakitkan. Karena harus meninggalkan sebuah zona nyaman yang telah menjadi kebiasaan selama bertahun-tahun. Sebuah kondisi yang menyenangkan yang nyaris tanpa tantangan. Sayangnya berubah itu diperlukan jika ingin menjadi pribadi yang lebih baik. Setiap orang pun bebas memilih media apa yang ingin ia gunakan untuk berubah. Ada yang lewat sosok seseorang, ada yang lewat peristiwa tertentu, ada yang lewat buku. Mungkin juga kolaborasi ketiganya.
Saya, suami, dan anak-anak adalah jenis orang yang berhasil berubah lewat buku. Jika dirunut ke belakang saya bisa mengelompok-ngelompokkan buku-buku koleksi kami sesuai dengan kebutuhan dan waktunya. Misalnya saya masih ingat buku-buku yang menjadi favorit saya ketika kecil dan remaja. Buku-buku yang saya baca ketika mulai kuliah dan akan menikah. Buku-buku saat aktif berbisnis beserta penulis-penulis idola saat itu. Buku-buku agama dengan penulis-penulis tertentu yang menggugah, buku-buku yang berkaitan dengan alam pikiran dan manusia beserta metode-metode pengaplikasiannya, dll.
Ketika pikiran sedang gundah karena suatu masalah berat yang tak kunjung selesai, maka saya akan masuk ke ruang baca, mencari-cari buku bacaan yang tepat, dan biasanya tangan dan mata ini akan mengarah pada sebuah buku yang memang sangat tepat untuk dibaca dan dipraktekkan saat itu juga. Misalnya buku tentang bagaimana seseorang seharusnya bersikap ikhlas dalam menerima setiap masalah yang menyambangi, maka saya akan mengambil buku Quantum Ikhlas dkk yang secara ilmiah dapat menenangkan pikiran dan hati. Alhasil perubahan mood akan terjadi seketika itu juga.
Saya, misalnya saat tertentu kurang banyak mendengar dan memihak pada perasaan anak-anak, maka pasti ada sesuatu yang salah. Saya teringat pada koleksi buku saya yang berjudul “Berbicara Agar Anak Mau Mendengar & Mendengar Agar Anak Mau Bicara”. Setelah itu perasaan akan menjadi tenang dan lega, siap untuk beraktivitas lagi. Terus terang, sebagai orang yang berkepribadian dominan plegmatis, saya lebih senang membaca buku daripada keluar bertemu dengan orang-orang, atau hadir pada seminar-seminar yang materinya bisa saya dapatkan dari sumber bacaan. Karena selalu menyenangkan bersemedi bersama buku daripada berada di tengah keramaian.
Perubahan paradigma dan perilaku
Anak tertua kami, satu tahun terakhir ini pun tak lepas dari perubahan. Ia yang dulunya sangat pragmatis sejak sudah melahap buku-buku karya Pramoedya Anantatoer, menjadi lebih humanis meski masih menyimpan banyak idealisme dalam pikirannya. Untuk remaja seusianya akan sangat lazim kita temui pola hidup yang konsumeristis dan hedonis, tanpa banyak mempertimbangkan perasaan orang lain di sekitarnya. Tanpa peduli dengan kondisi kehidupan keluarga dan masyarakat sekitarnya. Bersyukur ia berhasil terbebas dari godaan-godaan tersebut. Karena buku...
Karakter suami yang saat awal menikah cenderung lebih patriarkis dan bersuara keras, yang memang ditunjang oleh budaya dan tradisi keluarganya, setelah bertemu dan mau membaca buku, akhirnya secara perlahan dapat lebih menyesuaikan diri dengan karakter saya yang berasal dari keluarga dengan intonasi suara yang rendah dan halus. Dengan latar belakang aktivis kampus dan sering berdemonstrasi membuatnya hampir tak pernah menyentuh bacaan-bacaan soal keluarga dan pendidikan anak. Dengan buku-buku yang saya minati, ia akhirnya dapat mengubah sifat dan perilakunya menjadi lebih baik dari waktu-waktu sebelumnya. Sekali lagi karena buku...
Adapun saya, sangat merasakan dampak dari buku-buku yang saya konsumsi selama ini. Lebih mampu menjadi orangtua dan pasangan yang memahami dan mengayomi, menjadi guru yang berusaha dekat dan akrab dengan murid-muridnya, serta menjadi orang yang bisa lebih mendengar dan mengenali kepribadian orang lain, sehingga menjadikan hidup lebih enteng dan nyaman.
Tak dapat dipungkiri, buku adalah sumber penggerak dan penentu peradaban manusia. Mari bercermin pada negara-negara maju, betapa tinggi minat baca masyarakatnya, sehingga tak heran jika peradabannya pun selangkah lebih maju dari negara-negara yang biasa-biasa saja dalam membaca. Lewat buku yang dibacanya, kita dapat mengukur kualitas dan karakter seseorang. Namun sebelum diaplikasikan, ia tetaplah masih berupa pengetahuan. Sampai kemudian ia menjelma menjadi sebuah tindakan.
Selamat Hari Buku.....salam.