Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Membesarkan Anak Tanpa Kekerasan

1 Mei 2014   21:00 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:58 65 2
Anak adalah anugerah terindah bagi orang-orang di sekelilingnya, yang mau menyadari kemudian mensyukurinya. Namun anak sekaligus juga adalah beban hidup yang keberadaannya dapat mengganggu dan menambah beban tanggung jawab orang tuanya. Tergantung perspektif orang yang menilainya.

Kesiapan orangtua dan orang dewasa di sekelilingnya dalam menyambut kehadiran anak-anak di tengah mereka sangat menentukan kualitas pengasuhan mereka. Bagi kalangan orang-orang yang siap, tentu persiapannya akan mencakup semua aspek fisik dan non-fisik. Jika ada yang kurang, mereka dapat menyadari kekurangannya, dan segera dapat mengimbanginya dengan belajar dan mencarikan alternatif yang bisa menutupi kekurangan tersebut. Karena menyadari kekurangan terhadap suatu hal adalah sebuah langkah maju yang patut disyukuri.

Bagi kalangan orangtua yang tidak siap, maka kualitas pengasuhan anaknya juga tentu akan mengalami banyak masalah. Masalah tersebut muncul dikarenakan antisipasi yang tidak maksimal dan kurang serius dari kalangan para calon orangtua. Sehingga ketika timbul masalah-masalah yang berkenaan dengan anak-anak, para orangtua ini pun jadi kebingungan yang terkadang berujung pada salah kaprah.



Lingkungan Masyarakat dan Media

Pertumbuhan sosial ekonomi serta pergeseran nilai-nilai budaya yang tidak dibarengi dengan pembinaan moral dan akhlak, menjadikan manusia berkembang tapi mengalami kegersangan. Transformasi budaya dan serbuan nilai-nilai barat yang berpuluh-puluh kali lipat gencarnya tak mampu diimbangi dengan kesiapan mental masyarakatnya. Yang kemudian berakhir dalam kehampaan dan keputusasaan.

Di tengah kondisi masyarakat yang menganut faham materialisme yang serba instant, yang  mengharapkan pencapaian tujuan-tujuan  secara cepat, sangat berpotensi untuk menumpulkan akal dan hati nurani manusia. Mereka menjadi mudah diiming-imingi di tengah himpitan ekonomi yang semakin hari semakin berat. Jalan pintas berdimensi kekerasan menjadi salah satu pilihan yang banyak ditempuh ketika menghadapi masalah yang berat.

Kondisi sosial masyarakat tersebut diperparah dengan hadirnya media-media hiburan baik yang elektronik maupun yang non elektronik yang hanya berorientasi hiburan dan keuntungan semata. Pertimbangan nilai-nilai kemanusiaan menempati ruang yang sangat kecil dalam  pemberitaan mereka. Berita mengenai kasus-kasus bunuh diri, sodomi, perkosaan, perkelahian, dsb diberitakan dan disiarkan dengan sangat vulgar. Iming-iming keuntungan dan peringkat rating tertinggi dan terpopuler mampu menggeser pertimbangan kemanusiaan yang lainnya. Sehingga berita-berita kekerasan dengan mudahnya diakses oleh anak-anak di bawah umur sekalipun. Ibarat tumbuhan jamur di musim hujan, kasus demi kasus kekerasan dengan mudahnya ditiru dan dijadikan model perilaku anak-anak di bawah umur tersebut.

Orangtua dengan persiapan yang sangat pas-pasan dalam mengawal pertumbuhan putra-putri mereka tentu akan kewalahan dengan serbuan tersebut. Oleh karenanya sangat dibutuhkan peran aktif para orangtua dan dewasa lainnya dalam memonitor perkembangan anak-anak mereka. Persoalan serius tersebut perlu dijadikan prioritas oleh kalangan orangtua dan pengambil kebijakan di negeri ini.

Terdapat dua cara yang dapat dipilih dalam menyikapi persoalan kekerasan via media tersebut. Di antaranya adalah: Pertama, orang tua perlu membentengi dengan tegas serbuan media ke dalam kehidupan pribadi anak serta  keluarga tersebut secara umum. Di antaranya: orangtua perlu mengatur ulang jadwal menonton televisi, bermain game di komputer, serta media-media elektronik lainnya dalam aktivitas keluarga dan pribadi si anak. Kedua, menghimbau atau melarang dengan tegas tayangan-tayangan kekerasan dan sejenisnya di layar kaca televisi. Orangtua dapat menempuh kedua cara tersebut di atas atau minimal salah satunya dalam rangka meminimalkan dampak buruk berita ataupun tayangan kekerasan yang gencar dilakukan oleh media-media tersebut.

Perlu diingat bahwa tindak kekerasan ataupun jenis pelanggaran lainnya yang awalnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, dengan perasaan bersalah, lama kelamaan jika dibiarkan tanpa kontrol dari individu yang bersangkutan ataupun masyarakat secara umum, akan mendapatkan tempat ataupun pembenaran dari lingkungan sosial di mana kekerasan tersebut terjadi.



Otoriter atau permissif?

Ada dua jenis model pendekatan dalam mengasuh anak yang umumnya dikenal luas, yakni: pendekatan otoriter dan permissif. Otoriter adalah ‘serba tidak boleh’. Sedangkan permissif adalah ‘serba boleh’. Di antara kedua pendekatan yang ekstrem tersebut, ada pendekatan lain yang dikenal dengan istilah  ‘persuasif’. Pendekatan gaya persuasif masih terbilang langka yang melakukannya, karena untuk dapat mempraktekkan model pendekatan ini dibutuhkan ilmu pengasuhan serta ketrampilan dalam menerapkan secara serius teori-teori tersebut.

Di samping itu, memutuskan untuk bersikap persuasif terhadap anak, butuh keberanian  Karena dalam budaya timur kita, masih banyak yang beranggapan bahwa bersikap persuasif berarti mengibarkan bendera kekalahan. Sementara menurut paradigma lama, orangtua adalah penentu dan pembuat kebijakan yang sangat perlu untuk didengarkan dan dipatuhi.  Ditambah dengan dogma agama, bahwa manakala seorang anak tidak patuh pada orangtua, maka ia akan berdosa. Sehingga semakin lama posisi seorang anak semakin lemah di hadapan orang dewasa di sekelilingnya.

Padahal sesungguhnya jika kepatuhan seorang anak diarahkan dan dikelola sesuai proporsinya, maka akan melahirkan pemikir-pemikir ulung, inisiator hebat, ataupun penemu-penemu yang luar biasa.

Apabila pola interaksi (otoriter) ini terjalin dalam waktu yang lama, maka dapat diprediksi outputnya, yakni anak-anak akan kehilangan keberanian untuk mengemukakan pendapat, mematikan kreativitas, serta ketakutan dan kekhawatiran yang berlebihan untuk mencoba  hal-hal baru. Dan bentuk yang paling ekstrem adalah pemberontakan mereka terhadap segala aturan yang dibuat dan ditetapkan oleh orang dewasa. Demikian pula dengan yang terjadi dengan pola pendekatan permissif sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. Ia akan melahirkan generasi yang tidak mengenal aturan atau norma-norma sosial di mana ia berada. Anak-anak dalam gaya pengasuhan permissif akan bebas melepaskan nafsu atau keinginannya sehingga berpeluang untuk menghancurkan diri dan masyarakat sekitarnya.

Baik lingkungan masyarakat ataupun lingkungan keluarga, keduanya berpotensi untuk melestarikan tindak kekerasan terhadap anak. Akan tetapi sebagai pilar yang pertama dan utama, tentu keluargalah yang  berperan sangat penting dalam meminimalkan dampak kekerasan terhadap anak-anak mereka. Karena sesungguhnya kendali terbesar dalam hidup ini adalah diri kita sendiri.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun