Mohon tunggu...
KOMENTAR
Financial

STRATEGI BANK SYARIAH DALAM ERA NEW NORMAL

15 Agustus 2020   11:32 Diperbarui: 15 Agustus 2020   20:47 237 2

Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena dampak dari pandemi virus corona atau covid-19, semenjak ditemukannya kasus pertama dibulan maret 2020, pemerintah mengambil langkah kebijakan untuk menekan laju penularan virus tersebut, salah satunya adalah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kebijakan ini membuat banyak masyarakat harus tetap dirumah untuk menghindari kerumunan yang bisa menjadi salah satu sebab cepatnya penularan virus corona, banyak pekerja harus kerja dari rumah dan masyarakat harus menerapkan protokol kesehatan di masa pandemi ini, karena berkurangnya kegiatan diluar rumah, percepatan digitalisasi pun meningkat pesat, karena tidak perlu langsung bertatap muka untuk melakukan sebuah pekerjaan.
Pegawai pemerintah khususnya ASN  dapat melaksanakan kegiatan bekerja dari rumah (work from home). Bekerja tapi menggunakan sarana komunikasi tertentu dalam rangka mendukung kebijakan social distancing atau menjaga jarak agar tidak terjadi kontak fisik yang menjadi salah satu penyebab penularan. Kondisi darurat seperti ini, pemerintah daerah diharapkan cerdas mengambil kebijakan dan tindakan yang tepat.
Bank Indonesia (BI) mencatat, selama masa pandemi Covid-19 kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun nontunai tetap terjaga. BI juga mencatat meningkatnya transaksi secara signifikan di masa pandemi.Perbankan sebagai urat nadi perekonomian merupakan salah satu sektor yang terkena imbas negatif dari pandemi Covid-19. Sebagai lembaga intermediasi, denyut bisnis bank sangat bergantung pada perputaran roda ekonomi, yang digerakkan oleh aktivitas masyarakat. Sehingga ketika masyarakat 'dipaksa' tinggal di rumah maka bank juga terpaksa rela untuk kehilangan potensi pendapatan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan industri perbankan syariah bisa tumbuh negatif pada tahun ini karena tertekan pandemi virus corona atau covid-19. Tak hanya itu, nilai aset dan likuiditas juga bisa menurun.Bendahara negara yang juga menjabat sebagai Ketua Umum IAEI itu mengatakan risiko itu sudah tercermin dari penurunan indeks ketahanan industri perbankan syariah yang dirilis usai pandemi corona mewabah di Indonesia.
Perbankan syariah harus mulai menurunkan target pertumbuhan bisnis mereka, seperti halnya yang sudah mulai dilakukan bank konvensional. Pasalnya, tekanan pandemi corona menyerang sumber bisnis bank syariah. Kalau dibandingkan industri keuangan secara keseluruhan, pertumbuhan dari perbankan syariah pada bulan Mei secara industri lebih tinggi dibandingkan konvensional.
Sementara Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Juda Agung berpandangan pertumbuhan bank syariah kemungkinan akan turun lebih dalam daripada bank konvensional. Salah satunya tercermin dari tanggungan restrukturisasi kredit di masa pandemi corona.
Kendati begitu, ia memperkirakan likuiditas tidak akan jadi persoalan besar bagi bank syariah pada tahun ini. Sebab, rasio permodalan masih berkisar 20 persen dari semula 26 persen.“Pendapatan masyarakat menurun drastis. Dan para pengusaha, jangankan meminjam, untuk membayar angsuran pun tidak mampu akibat cashflow yang turut berhenti. Karenanya, bank terpaksa menanggung beban yang tidak sedikit.
Namun, seiring berjalannya waktu dan pembatasan sosial berskala besar mulai dilonggarkan dan akan memasuki era normal baru, perbankan syariah terus berbenah dan menerapkan strategi untuk bertahan ditengah pandemi, Perbankan syariah di Tanah Air menyusun strategi untuk memasuki fase kenormalan baru atau new normal dan menghadapi berbagai risiko pelemahan ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19.
Ketua Komite Bidang Sosial dan Komunikasi Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Indra Falatehan memaparkan lima strategi yang akan dilakukan bank syariah untuk memasuki fase new normal.
Pertama, Indra mengatakan bank syariah akan tetap melakukan mitigasi risiko, salah satunya adalah dengan merestrukturisasi pembiayaan karena pandemi Covid-19 yang berdampak pada sektor riil dipastikan akan mengganggu kemampuan bayar debitur. Bank akan melakukan pemetaan, mana debitur yang layak diberikan restrukturisasi dan mana yang tidak.
Pasalnya, pemberian restrukturisasi ini akan menekan pendapatan bank. Di samping itu, bank juga dihadapkan pada risiko likuiditas yang berpotensi mengetat karena pemberian restrukturisasi.Kemudian, strategi kedua yaitu bank syariah akan tetap memacu pertumbuhan karena di sisi lain bank juga harus mengeluarkan biaya bunga yang harus dibayarkan kepada deposan."Kami akan memilih sektor-sektor usaha yang masih akan berkembang, misalnya salah satu keunikan di bank syariah, bisa gadai emas, meski dampaknya persaingan saat ini cukup tinggi," katanya
Ketiga, yaitu digitalisasi layanan perbankan. Menurutnya, digitalisasi perbankan memang telah dilakukan sebelum wabah terjadi, namun saat ini menjadi momentum untuk menguji apakah digital banking milik bank akan dimanfaatkan nasabah atau tidak.

Selanjutnya, strategi keempat, Indra mengatakan bank syariah harus melakukan pendampingan kepada pelaku UMKM dengan membantu mendigitalisasi segmen usaha ini agar bisa tetap hidup. Bentuk pendampingan dapat dilakukan melalui corporate social responsibility (CSR).
Kelima, bank syariah harus melakukan inovasi. Memasuki fase new normal kata Indra, bank tidak dapat menggunakan cara lama dalam menjalankan bisnis termasuk memberikan layanan kepada nasabah.
"Yang paling penting, para pemimpin bank syariah harus cerdas, tidak bisa menggunakan cara yang lama, harus cara yang baru agar bisa beradaptasi karena yang menang bukan yang pintar, tapi yang bisa beradaptasi," katanya.



Identitas Penulis :
Nama : Maula Zikri
Jurusan: Perbankan syariah
Fakultas: Ekonomi dan bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
Kelompok 73 KKN-DR UINSU MEDAN

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun